MPBB-14

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Saat ini Gavin tengah berada di rumah Regga, entah kenapa ia merasa curiga saat Regga memberikan undangan pernikahan untuknya. Saat ini Gavin melihat seorang gadis yang duduk di samping Regga. "Bang?" panggil nya.

"Ga? Silahkan duduk." ujar Regga, Gavin mengangguk dengan mata tajamnya ia menatap Regga dan gadis itu bergantian. Regga memicingkan matanya, "Kamu masih sama gadis yang kemarin ada di foto bersama kamu kan?" tanya Regga, Gavin mengangguk.

"Besok ajak dia kesini," ujar Regga, Gavin hanya mengangguk. Gavin memicingkan matanya saat gadis yang ada di pelukan Regga sedikit memberontak, "Sebenarnya? Siapa dia, Bang? Bukannya dia anaknya tante Nilam?" tanya Gavin, Regga mengangguk.

"Adik tiri Abang?" Gavin sedikit terkekeh saat bertanya seperti itu, sekarang ia tahu. Regga mencintai gadis itu dan akan menjadikan nya istri. "Bukan, seorang Regga tidak pernah mempunyai saudara atau apapun yang berhubungan dengan 'tiri' karena Mama dan Papa tidak akan bercerai, aku percaya akan hal itu!"

"Ya, ya, ya... Terserah apa katamu. Tapi, Tante Nilam dan Om Ariel masih honey moon. Jadi, kalian tidak bisa menikah." ujar Gavin sedikit menggoda Regga, "Diam kau!" ujar Regga membuat tawa Gavin mereda, setelah itu Gavin berpamitan.

____

"Gue sayang sama dia!"

Gerald menggeleng tak percaya, gadis di depannya begitu keras kepala,"Lo sakit tau nggak Sa! Dia udah punya cewek!" ujar Gerald, gadis itu hanya menyeringai, "Masa bodo! Kalo perlu gue bunuh tuh cewek!"

Gerald menggeleng, "Dia sahabat lo Clarissa! Lo nggak seharusnya jahat sama dia!" ujar Gerald membuat gadis yang ternyata adalah Clarissa itu terkekeh sinis,"Dia aja nggak pernah peduli sama gue, buat apa gue peduli sama dia?!"

Clarissa melenggang pergi membuat Gerald menghembuskan nafasnya pelan, entah kenapa berhadapan dengan gadis itu membuat emosinya naik seketika. Gerald mengambil ponselnya dan mengirimkan pesan untuk seseorang entah berisi apa pesan itu.

____

Alula beberapa kali mengusap air matanya yang menetes, entah kenapa rasa sakit itu ia rasakan. Gadis itu tengah menonton sebuah film sampai menangis, entah apa yang membuatnya menangis hanya dirinya dan Tuhan yang tahu.

"Al? Kamu kenapa?" tanya Bundanya, Alula langsung mengusap air matanya dan berbalik menatap Bundanya, "Nggak papa, Bun. Kenapa emang?" tanya Alula, Bundanya menggelengkan kepalanya, "Sudah malam, tidur. Jika tidak, Bunda panggil Ayah, mau?" ujar Bundanya, Alula menggeleng, "Jangan panggil Ayah, iya aku tidur." ujar Alula, Bundanya mengangguk.

Alula memejamkan matanya, sementara Bundanya hanya diam menatap putrinya yang mulai memasuki alam mimpinya. "Aku nggak akan ngebiarin siapapun mengatakan hal itu, jika itu terjadi, Aku akan membenci siapapun yang mengatakan itu pada putriku."

____

"Bagaimanapun dia bukan anakmu Nai!" ujar seorang wanita yang umurnya mungkin sudah 50 tahun ke atas, wanita di depan nya hanya diam di pelukan suaminya. Ia tidak suka jika seperti ini, "Tidak bisa Ma! Dia anak kami, Maria tidak bisa mengurusnya! Dia anak kami!" bantah Azrial, suami Naila.

"Azrial, Mama tau! Tapi tetap saja, ia harus tahu siapa Ayah kandung nya! Dia sudah besar, sebentar lagi akan menikah. Dia tidak boleh menggunakan namamu sebagai nama Ayah kandungnya! Pernikahan itu tidak akan sah!" Azrial merasakan bahu istrinya bergetar, "Mungkin aku akan mengatakan nya, tapi nanti... Bukan sekarang."

"Tidak! Mama tidak setuju! Kalau dalam sebulan ini kalian tidak mengatakannya, aku sendiri yang mengatakannya!"
.
.
.
"Bunda? Kenapa?" tanya Alula, ia melihat Bundanya melamun membiarkan ikan yang di goreng nya hampir berwarna hitam. Alula mematikan kompor itu membuat Bunda nya tersadar, "Alula?"

"Bunda melamun? Ada masalah apa, Bunda?" tanya Alula, Bundanya menggeleng pelan,"Tidak apa-apa, Sayang. Kamu di rumah?"tanya Bundanya, Alula mengangguk, "Tentu saja Bunda, ini kan sudah malam." ujar Alula, Bundanya hanya menampilkan senyumannya.

Alula tahu, senyuman Bundanya hanya senyuman palsu. Sebenarnya ada apa dengan Bundanya? Kenapa bisa Bunda nya seperti ini? "Bunda, ikannya sudah matang." ujar Alula, Bundanya terkekeh,"Itu bukan hanya matang, Sayang. Tapi sudah tidak bisa dimakan, sudah biar Bunda ganti, kamu duduk saja ya?"

"Eh, Bunda. Biar Alula saja, Bunda duduk istirahat aja, ya?" Alula menuntun Bundanya untuk duduk, Bundanya hanya mengangguk dan duduk. Ia tak tahu jika tidak mempunyai Alula, pasti hidupnya akan terasa sepi.

Alula menaruh ayam yang sudah dipotong ke dalam wajan yang sudah berisi minyak, Alula sedikit terkejut saat ayam itu ia masukan akibat suara percikan minyak. "Hati-hati, Alula." ujar Bundanya, Alula menoleh ke arah Bundanya dan mengangguk pasti.

Alula membalikkan Ayam yang sudah berwarna kuning kecoklatan, ia segera mengangkatnya dan meniriskannya agar tidak terlalu banyak minyak. Setelah itu, ia menaruh beberapa ayam yang sudah ia goreng ke dalam piring yang sudah dilapisi tissu.

"Bunda, ayo kita makan."

____

"Ayok, ayok dimakan. Jangan segan ya," ujar Mia, Mama Gavin. Gavin menyendokkan nasinya dengan malas, ia terlalu malas berkumpul dengan keluarga dari teman Ayahnya.

"Ga, makan dengan benar!" ujar Afran, Mia memegang tangan suaminya dan menggeleng pelan, ia memberi kode pada suaminya agar tidak mengusik Gavin.

"Hai Om, Tante, Vanno, Aga..."

"Regga? Akhirnya datang juga," ujar Mia dan menyuruh Regga serta gadis yang dibawanya untuk duduk bersama. "Makan ya, jangan sungkan." ujar Mia, "Oh ya Maria, ini anak dari adikku, namanya Regga dan ini calon istrinya, Thalita." ujar Mia, keluarga teman Afran mengangguk dan memperkenalkan diri.

"Ga!" bisik Regga menyenggol Gavin, Gavin memicingkan matanya seolah bertanya 'ada apa?'. Regga menggeleng tak percaya, "Makan yang bener, sopan dikit." ujar Regga, Gavin mengangguk malas dan memakan makanannya.

"Oh ya, Gavin. Tante punya anak perempuan, namanya Netta, tapi dia tinggal di luar kota." ujar Maria, Gavin meletakkan sendok nya mendengar nama yang sangat enggan di dengar nya. "Apa yang anda maksud adalah Netta Maharani?" tanya Thalita yang mengerti ekspresi Gavin, gadis itu sudah tahu mengenai Gavin.

"Ya, kamu benar sekali. Apa kamu mengenalnya?"

"Kak? Lo ada tugas ya? Kalo udah selesai langsung naik aja, Papa pasti ngerti." ujar Vanno, Afran mengerutkan keningnya, begitupun Mia. "Ah iya, tugas gue masih banyak." ujar Gavin menimpali, ia sedikit berterima kasih untuk ini.

"Aku sudah selesai, aku ke kamar dulu Ma, Pa... Mari Om, Tante, Bang, Ta." ujar Gavin dan melenggang pergi disusul Vanno yang ikut di belakangnya. Gavin memasuki kamar nya dan membiarkan Vanno masuk, "Thanks."

"Santai aja, Kak. Btw seharusnya lo udah bisa biasa aja Kak, lo udah punya Alula." ujar Vanno, Gavin tahu, ucapan Vanno mengandung rasa kecewa. "Kakak tahu, kamu mencintai dia kan?"

"Apa?"

"Kamu mencintai Alula!"

"Ti... Tidak-"

Gavin menatap Vanno tajam, Vanno menghela nafasnya pelan,  "Ya, aku mencintainya." jawab Vanno akhirnya. Gavin hanya mengangguk mengerti, "Lupakan dia, cari cintamu. Kakak mohon," ujar Gavin, Vanno mengangguk mengerti serta meninggalkan Kakaknya.

___

Hai, tinggalkan jejak yaa..

Vote and Comments jangan lupa...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro