MPBB-23

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Gavin melemparkan tasnya dan segera pergi dari kelas membuat Gerald memicingkan matanya. Gerald berpikir jika Gavin sedang bad mood, cowok itu langsung meninggalkan kelasnya mengikuti Gavin yang entah akan pergi kemana.

"Ga!"

Gavin tak mempedulikan panggilan sahabatnya, satu tujuannya. Menemui orang yang benar-benar ingin ia cekik sekarang juga, orang yang benar-benar membuat hubungannya dengan Alula jauh sejauh-jauhnya. Alula menghindarinya. Gadis itu tidak ingin atau tidak berniat membalas pesannya, jangankan membalas membaca saja Alula tidak.

"Gavin lagi marah?"

"Kalo lagi marah, gantengnya nambah."

"Ih, putus kali ya sama Alula?"

Bisikan-bisikan itu menyakiti telinganya, namun tetap saja yang namanya Gavin selalu cuek dengan keadaan sekitarnya. Gavin membuka kasar pintu kelas XII IPS 2 yang tertutup setengah.

Brak!

Bunyi itu membuka orang yang ada di dalam kelas menatap sumber suara. Gavin mengedarkan pandangan, ia harus menemui b*jingan itu! Ya, harus! Matanya melihat, ia langsung menghampiri cowok itu.

Bugh!

Bugh!

Bugh!

"Sialan!"

Bugh!

Bugh!

Gavin seperti kesetanan sekarang, ia tak membiarkan lawannya membalas serangannya. Sedikitpun tidak membiarkan, Gavin terus-menerus melayangkan tinjuannya hingga ia merasa badannya ditarik ke belakang.

"Ga! Kalo lo pukulin Dicky kayak gini, dia bisa mati! Istigfar, Ga! Alula nggak suka lo kayak gini!"

Gavin mengetatkan rahangnya, Gerald tahu dan sangat sadar jika Gavin tengah emosi sekarang. Gerald paham, paham sekali. Tubuh Gerald terhuyung saat seseorang menyingkirkan nya dari hadapan Gavin.

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Dicky membalas pukulan Gavin sekarang, cowok itu seakan ingat dengan wajah Alula saat gadis itu menyatakan jika ia sangat kecewa dengan Gavin. Dicky sadar, ini juga salahnya, hanya saja ia tidak terima dengan pukulan Gavin.

Darah merembes keluar dari sudut bibir Gavin karena pukulan Dicky, Gavin mengusap nya kasar. "Lo brengsek!" maki Gavin membuat Dicky menatapnya sengit.

"Gue brengsek? Brengsek mana sama lo yang belum putus sama Netta tapi sok sangat mencintai Alula, sedih gue."

Gigi Gavin bergemeletuk menahan amarahnya, kata-kata itu membuatnya emosi. Gerald menariknya untuk keluar dari kelas itu sebelum ada guru BK yang melihatnya.

"Lo tahan emosi lo, Ga! Jangan sampe lo kena kasus, kita udah kelas dua belas. Kalo lo mau, lo bisa ngelakuin itu di luar sekolah, lo bisa sepuasnya hajar Dicky."

Gavin tak mengangguk, tak juga menggeleng. Cowok itu hanya diam berjalan menuju rooftop tanpa mempedulikan Gerald yang sedari tadi mengikutinya. Entahlah, cowok itu sedang ada masalah dengan hati dan pikirannya.

"Ga, gue ke kelas ya? Lo nggak papa kan?" kata Gerald yang diangguki Gavin. Gerald segera melangkah pergi dari sana dan kembali ke kelas.

Gavin menatap nanar ke depan, perasaan nya mendadak tidak karuan saat mendengar jika Alula benar-benar kecewa padanya. Ia tidak ingin kehilangan Alula, ia tidak mau.

"Gue pernah salah apa sama lo sih, Netta! Gue nggak pernah nyakitin lo! Apapun yang lo mau gue turutin! Dan lo pergi hilang dan pacaran sama Dicky! Apa mau lo sebenarnya sialan!" teriak Gavin.

***

Alula berjalan pelan menuju gerbang sekolah, hari ini ia akan pulang sendiri. Tanpa Gavin, Dicky atau siapapun. Gadis itu hanya ingin sendiri, untung saja Gavin mau mengerti.

Alula menghentikan taksi dan menaikinya, saat pertama kali duduk, gadis itu sedikit mengerutkan keningnya. Sopir taksi itu masih muda? Ah, sampingan kali ya.

Alula melemparkan pandangannya keluar jendela setelah menyebutkan tempat tujuannya. Gadis itu mengeluarkan ponselnya saat nada panggilan masuk terdengar.

"Hallo, ada apa Net?"

"Gue pengen ketemu sama lo sekali lagi."

"Ngapain ketemu sama gue? Udah nggak ada urusan kan?"

"Tapi ini penting, gue harus ketemu sama lo."

"Ya udah, lo smsin alamatnya."

"Iya."

Alula langsung mendapatkan pesan dari Netta. Setelah itu, gadis itu menyebutkan tempat yang ia tuju. Sopir itu hanya mengangguk, tidak berbicara. Alula duduk dengan tenang kembali di kursinya.

Setelah sampai di tempat tujuan, tepatnya Kafe Rainbow. "Pak, bisa nunggu nggak? Argo-" sebelum Alula menyelesaikan ucapannya, sopir itu mengangguk dan Alula langsung turun.

Alula memasuki Kafe yang terbilang cukup ramai, gadis itu mengedarkan pandangannya mencoba mencari tahu keberadaan gadis yang ingin bertemu dengannya. Seseorang melambaikan tangan padanya, Alula berjalan menuju orang yang tak lain adalah Netta itu.

Alula mencoba tersenyum pada gadis yang bisa memorak-porandakan hubungan nya dengan Gavin, sebenarnya ini salahnya. Tidak pernah mau mendengarkan penjelasan Gavin, alasannya cuma satu, ia tak ingin melukai hatinya sendiri jika memang pada kenyataan nya ia harus kehilangan Gavin.

"Gimana kabar lo?"

"Baik," jawab Alula.

Netta tersenyum dengan senyuman khasnya, "nggak pesan dulu?"

"Nggak usah, gue mau langsung pulang soalnya."

"Oke, jadi gini-"Netta menjeda ucapannya,"Gue mau lo jauhin Gavin!"

Alula mengerutkan keningnya, "jauhin? Permintaan lo nggak salah? Harusnya gue yang ngomong gitu ke lo, lo harusnya sadar posisi."

Netta masih bersikap tenang, "Iya sih, tapi cinta pertama Gavin itu gue. Dan yang pasti, Gavin nggak akan bisa ngelupain gue."

"Nggak bisa ngelupain bukan berarti dia mau balik ke lo, karena pada dasarnya masa lalu itu tidak harus dilupakan kan? Gue ngehargai lo yang notabene nya mantan pacar Gavin-"

"Gavin masih pacar gue!" sela Netta.

"Atas dasar apa lo ngomong kayak gitu? Nggak cek email? Gavin mutusin lo lewat situ, kan? Atau lo sendiri yang nggak terima Gavin mutusin? Egois banget lo ya!"

Netta terdiam dengan wajah yang memerah.

Alula tahu Gavin memutuskan Netta lewat email, itu ia lihat di laptop milik Gavin yang kebetulan ada padanya, tadi malam. Gavin memutuskan hubungan nya dengan Netta udah satu tahun lebih. Untuk ini, ia harus meminta maaf pada cowok itu.

"Lo pergi dan datang sesuka hati, ingat! Hati orang berbeda beda, Gavin adalah Gavin. Cowok keras kepala yang nggak gampang buat maafin seseorang sekalipun dia adalah cinta pertamanya!"

Seekor kucing, jika diusik ketenangan nya akan menyerang si pengusik bukan? Begitupun Alula, sependiam apapun dia, dia akan marah jika terus menerus diusik. Netta terdiam melihat keberanian Alula.

"Lo minta gue buat jauhin Gavin?" Alula berdecak sinis,"jangan harap!" lanjutnya.

Dari kejauhan seorang cowok tersenyum penuh arti.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro