MPBF - 12

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Boleh minta vote sama komennya?😅

***

"Aku berharap, besok aku masih bisa hidup." - Audrey Latisha

***

"Enggak, Ma," ujar Saka.

Entah apa yang dipikirkan olehnya. Saka masih bersikeras untuk menutupi kebenarannya. Padahal Kei sudah ada di hadapannya, di balik tubuh kedua orangtuanya, bisa saja adik perempuannya itu langsung memberikan bukti pada kedua orangtuanya, walau Saka juga yakin jika sebenarnya mereka pasti sudah melihatnya sebelum ini.

Xaxa menengadahkan tangan kirinya ke belakang, seolah meminta sesuatu pada putri bungsunya yang memang berdiri di belakangnya.

Setelah mendapat anggukan dari Karisma, Kei tersenyum, kemudian ia menyerahkan ponselnya pada Xaxa.

"Mampus," desis Saka selagi Xaxa tengah mengotak-atik ponsel Kei.

"Apaan ini?" Xaxa menunjukan layar ponsel Kei yang menampilkan foto Saka dan Audrey tengah berciuman di dalam kantor. Iya. Kejadian pagi tadi. Aqila benar-benar tidak berbohong, ia benar-benar menyuruh adiknya mengirim foto itu pada Kei.

"Astagfirullah. Editan, Ma." Lagi. Saka masih terus berbohong. Tapi, Karisma sedikit menahan kekehannya saat mendengar putranya istighfar setelah melihat fotonya sendiri.

"Itu dosa, Ma. Masa Saka begitu, editan itu Ma," ujar Saka.

Xaxa semakin menatap putranya tajam. Sedangkan Karisma, ia mulai bertindak untuk menjitak kepala Saka kuat-kuat.

"Allahuakbar, Pa. Sakit," rintih Saka. Membuat Kei yang senang melihat derita kakaknya pun tertawa terpingkal-pingkal.

"Kocak keluarga gue," desis Kei.

Terang saja Saka yang menyadari kebahagiaan adiknya di atas penderitaannya langsung menatap Kei gemas. Ia tidak akan melepaskan adiknya setelah ini.

"Masuk!" Tangan Xaxa terulur untuk menjewer telinga Saka. Memaksa laki-laki itu untuk masuk ke dalam rumah.

Setelah semuanya masuk, Karisma menutup pintu sambil terkekeh kecil. Ia berharap jika anaknya itu akan baik-baik saja di tangan istrinya. Bukannya karena peduli, tapi lebih memikirkan pekerjaannya. Kalau Saka kenapa-kenapa, siapa yang akan mengurus kantor? Rasanya sekarang Karisma sudah sangat malas menggunakan pakaian kantornya.

***

Audrey baru saja keluar dari kamar mandinya, sudah dengan piyama tidur serta rambut yang masih terlilit handuk.

Gadis itu tersenyum tipis mengingat jika sekarang kamar apartement-nya sudah terisi. Karena selama ini, gadis itu selalu parno mengingat dirinya hanya tinggal sendiri dan kamar-kamar di sebelahnya selalu kosong.

Kemungkinan terburuk yang Audrey bayangkan adalah bagaimana jika kemalingan? Dia akan meminta pertolongan dengan siapa? Walau sepertinya kemalingan tidak mungkin terjadi di sebuah apartement ini karena keamanannya yang super ketat.

Tapi, senyuman itu tiba-tiba hilang saat otaknya memaksa untuk mengingat sesuatu. Aqila tahu di mana apartement-nya. Lalu, bagaimana jika gadis itu memberitahu pada Saka? Astaga!

"Aku harus nemuin Kak Aqila," gumam Audrey.

Gadis itu masuk ke dalam kamarnya, melepas handuk yang membalut rambutnya dan menyisir rambutnya dengan segera.

Setelah selesai, gadis itu beranjak keluar, memencet bel yang berada di samping pintu apartement Aluna.

Setelah dengan gelisah menunggu, pintu itu terbuka, membuat Audrey menyunggingkan senyuman manisnya.

Sosok Aluna muncul. Lagi, membuat Audrey berharap semoga Aqila pun masih berada di dalam.

"Kak Audrey, kenapa?" tanya Aluna antusias. Audrey tersenyum kikuk, ia terlihat sedikit celingukan menatap ke dalam apartement Aluna.

"Kak Aqila masih ada?" tanya Audrey to the point.

"Baru aja pulang 5 menit lalu, kenapa Kak?"

Audrey menghela nafasnya, sesekali ia terlihat menepuk dan memijat keningnya. Hancur sudah hidupnya. Poor untuk dirinya sendiri.

"Aku ada perlu sama dia, tapi Kak Aqila udah pulang, jadi yaudah deh," jawab Audrey sekenanya.

Mendengar jawaban Audrey, Aluna tersenyum seraya mengangguk paham kemudian ia sedikit berpikir sebelum akhirnya berbicara, "Punya kontak Kak Aqila? Atau mau aku kasih? Aku ada nih, Kak."

"Eh gak usah, makasih. Kalau gitu, aku pergi yah, lupa lagi masak mie instan," ujar Audrey. Aluna menganggukan kepalanya, setelah Audrey masuk ke apartement-nya, Aluna pun ikut masuk dan kembali menutup pintunya.

***

"Ahahaha lucu tau, Den, kamu gak pernah kan liat muka Kak Saka lagi takut gitu." Kekehan Kei terhenti saat tiba-tiba pintu kamar benuansa pinknya ini seolah dibuka secara paksa.

Setelah pintu berhasil terbuka dengan lebar, kedua mata Kei berhasil melihat seseorang yang melakukan itu. Saka. Tentu saja kakaknya itu, memangnya siapa lagi?

Kei sudah sangat hapal dengan sifat kakak satu-satunya ini. Saka tidak akan melepaskan orang yang sudah membuatnya menderita atau semacamnya begitu saja. Sama seperti sekarang di mana Kei memang sengaja menunjukan foto-foto itu kepada orangtua mereka, dan Saka tidak akan tinggal diam. Dia tidak akan pernah peduli meski Kei adik kandungnya.

"Mampus," umpat Kei selagi Saka masih melangkah mendekatinya.

"Ma----" Teriakan Kei yang akan memanggil Xaxa terhenti saat dengan sigap tangan Saka membungkam mulutnya. Kedua bola mata Saka menatap ke arah Kei tajam, dengan sebuah senyum yang sangat menyebalkan bagi Kei.

"Sini handphone-nya." Saka merampas paksa ponsel milik Kei yang tengah digenggamnya mengingat sebelum ini gadis itu memang sedang berkomunikasi dengan Aiden, sepupunya, adik kandung Aqila.

"Oh masih nelpon." Saka tersenyum miring saat layar ponsel Kei menunjukan nama Aiden.

"Den, hape Kei mau Kak Saka buang, jangan nelpon lagi. Dan kamu, kalau kamu masih nurut aja disuruh kirim foto gituan sama Kak Aqila, hape kamu juga bakal bernasib sama kayak hape Kei," ancam Saka.

Laki-laki itu mengeluarkan nada bicaranya yang menyeramkan, yang selalu membuat para karyawannya takut, tak terkecuali Audrey.

"I ... i ... iya, Kak. Aiden gak bakal nurut lagi kalau disuruh sama Kak Qila kirim foto gituan ke Kei." Jawaban yang terdengar dari Aiden di seberang sana membuat Saka menyunggingkan senyum. Sepertinya sepupunya itu takut dengannya, itu berarti Aiden memang tidak akan melakukan itu lagi.

"Yaudah bye!" Tutup Saka sebelum mematikan sambungan teleponnya.

Setelah ia berhasil mematikan telepon Aiden, tangan Saka yang sejak tadi menutupi mulut Kei mulai terlepas. Laki-laki itu berjalan menunju balkon kamar adiknya, enggan mempedulikan Kei yang terus berteriak memanggilnya meminta untuk ia mengembalikan ponselnya.

Bruk!

"Yah, hapenya jatuh," kekeh Saka.

Terang saja melihat kakaknya menjatuhkan ponselnya dari balkon kamarnya ke halaman rumahnya membuat Kei reflek berlari menuju balkon, menggeram kesal saat matanya mendapati ponselnya sudah hancur di bawah sana.

"Ah Kak Sakaaaaaa!" Gadis itu memukul lengan Saka kuat-kuat. Apa-apaan ini? Kenapa ponselnya dibuang begitu saja? Kenapa kakaknya tidak menghapus fotonya saja? Kenapa ponselnya ikut dilenyapkan?

Melihat ekspresi adiknya, Saka terkekeh. Menurutnya ini adalah seimbang, ekspresi bahagia Saka sama seperti ekspresi bahagia Kei saat dirinya dimaki-maki oleh Mamanya.

"Udah ah bye!" Saka mengusap-usap puncak kepala adiknya gemas, kemudian beranjak keluar dari kamar Kei saat mendapati ponsel di saku celananya bergetar. Tanda sebuah panggilan masuk.

"Ah ngapain sih Kak Qila nelpon? Si Aiden pasti ngadu nih," decak Saka selagi tangannya terulur untuk menutup pintu kamar Kei.



---
Apa yang akan Aqila katakan?😂

Serang, 9 November 2017

Love,
Agnes

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro