MPBF - 3

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jangan lupa vote sebelum baca dan komentar selagi membaca atau setelah membaca😄

***

"Mau gak mau, kamu tetap jadi milik saya." - Saka Aldino Justine

***

Di dalam sebuah restoran yang tidak jauh dari kantornya, Saka terus memperhatikan Audrey yang duduk berhadap-hadapan dengannya.

Gadis itu sejak tadi terus berdiam dan bahkan yang memesankan makanan untuknya pun adalah Saka.

"Kenapa sih, Pak?" Gumaman Audrey membuat Saka yang awalnya sudah berniat untuk memainkan ponselnya kembali mengurungkan niatnya dan justru kembali menatap Audrey.

"Kenapa apaan?" tanya Saka seolah tak mengerti dengan pertanyaan Audrey.

"Kenapa Pak Saka main cium saya sembarangan?"

Saka berdiam. Tidak ada ekspresi yang laki-laki itu berikan, entah sebuah senyum atau kemarahan, misalnya. Tapi nyatanya, wajahnya masih terus datar tanpa ekspresi.

"Emangnya salah kalau saya nyium pacar sendiri?" tanya Saka enteng. Seolah-olah Audrey memang kekasihnya. Audrey sudah menyetujui keinginannya.

Audrey membolakan matanya, menatap Saka sambil tersenyum miring setelah beberapa menit lalu ia berusaha menghilangkan perasaan takutnya.

"Sejak kapan saya jadi pacar Pak Saka? Saya single, Pak. Single," sahut Audrey. Gadis itu selalu menekan ucapannya saat mengatakan kata single. Mungkin hanya dengan cara itu, laki-laki di hadapannya bisa mengerti ucapannya.

"Jadi mau kamu apa?"

Audrey terkekeh. Demi apapun Audrey sama sekali tidak mengerti dengan pemikiran laki-laki di hadapannya. Bahkan sangat tidak mengerti.

"Kamu mau saya nyatain cinta ke kamu biar kamu anggap saya pacar kamu, iya?" lanjut Saka.

"Emang kalau Pak Saka bilang cinta ke saya, saya bakal terima Pak Saka?" kekeh Audrey.

Kekehan itu justru terdengar seperti sebuah ejekan oleh Saka, yang akhirnya membuat rahang Saka terlihat mengeras.

"Mau gak mau, kamu tetep harus jadi pacar saya!" tegas Saka.

Lagi. Audrey kembali membolakan matanya, bersiap membuka mulut untuk menyampaikan sebuah protes tapi Saka seolah mengerti, tangan kanannya terulur untuk menutup mulut Audrey.

"Diam! Atau mau saya cium lagi biar kamu nurut buat diam?" tanya Saka.

"Ciuman tadi saya anggap sebagai pernyataan cinta saya buat kamu. Jadi sekarang kamu resmi jadi pacar saya," ujar Saka seraya menyingkirkan tangannya dari mulut Audrey.

Tidak ada lagi sahutan dari Audrey, gadis itu terlalu takut untuk menyahuti lagi. Takut jika Saka kembali menciumnya, selain itu pula seorang waitress sudah datang mengantarkan makanan mereka.

Tanpa mau melihat Saka, Audrey lebih memilih untuk memperhatikan sang waitress meletakan makanannya ke tas meja satu persatu.

Entah aura apa yang Saka miliki, tapi yang jelas saat Audrey memperhatikan waitress yang berdiri di sampingnya, untuk meletakan makanan, mata waiter itu terus mengarah ke arah Saka.

"Mbak, itu awas tumpah," gumam Audrey saat sang waitress itu hampir menumpahkan makanannya karena memegangnya dalam keadaan miring.

Saka yang mendengar gumaman Audrey, memasukan ponselnya ke dalam saku di balik jasnya, menatap makanan yang dipegang sang waitress kemudian dengan jail Saka mengedipkan sebelah matanya ke sang waitress. Membuat wanita itu menyunggingkan senyumnya lebar.

"Maaf yah, Mbak," sahut waitress itu jutek saat meletakan makanan di hadapan Saka.

Terang saja Audrey yang menyadari perubahan sikap sang waitress terhadap dirinya dengan sikapnya pada Saka, membuat Audrey berdecih.

"Gatel," gumam Audrey setelah waitress itu melenggang pergi dari meja mereka.

"Next time saya gak mau makan barenga Pak Saka lagi," gumam Audrey selagi memasukan makanannya ke dalam mulut.

Saka terdiam. Pria itu bertingkah seolah-olah tidak mendengar apa yang gadis di hadapannya katakan.

Karena menurut Saka, itu perkataan tidak penting. Mau sekeras apapun Audrey menolak, Saka akan tetap memaksa Audrey agar selalu makan dengannya.

"Pak Saka denger 'kan?"

"Hm."

***

Lagi. Semua mata karyawan menatap kedatangan Audrey dan Saka setelah jam istirahat berakhir.

Merasa risih, Audrey memilih berjalan mendahului Saka, tetapi sialnya laki-laki itu selalu berusaha menyamakan langkah kakinya dengan langkah kaki Audrey, membuat Audrey akhirnya harus selalu mengumpat selama melangkah.

"Saya denger, gak usah jelek-jelekin saya." Saka menolehkan kepalanya ke arah kanan, di mana Audrey berjalan di sampingnya dengan tatapan fokus ke depan namun bibir tipis berbalut lipstick pink tua itu terus bergerak.

Begitu mereka masuk ke dalam lift, Audrey baru menolehkan kepalanya, menatap Saka yang baru saja menghela nafasnya kasar sambil membenarkan jas yang ia kenakan.

"Pak Saka bikin saya malu," gumam Audrey gemas. Gadis itu mengusap-usap dadanya, berusaha meredakan kekesalan yang menggumpal di dadanya.

"Kamu yang malu, bukan saya," sahut Saka enteng.

Audrey menghirup nafas dalam kemudian menghelanya secara perlahan. Kalau Saka bukan boss-nya, rasanya ingin sekali Audrey melayangkan sebuah kepalan tangannya pada wajah tampan Saka. Iya, Audrey harus jujur, jika laki-laki yang saat ini berdiri di sampingnya adalah laki-laki yang tampan.

Ting ....

Pintu lift terbuka. Karena Saka sangat tahu jika di lantai ini tidak ada orang lain selain dirinya dengan Audrey, laki-laki itu berjalan keluar lebih dulu, meninggalkan Audrey yang masih terus bergumam tak jelas.

"Oh iya." Saka yang sudah berjalan sekitar satu meter dari jarak Audrey berdiri sekarang kembali memundurkan langkahnya, membuat Audrey menatapnya bingung sekaligus menebak-nebak hal aneh apalagi yang akan Saka lakukan padanya.

"Kenapa, Pak?" Audrey bertanya lembut. Lebih tepatnya berusaha untuk lembut.

Ini sudah berada di dalam kantor, jam istirahat juga sudah berakhir sejak sekitar sepuluh menit lalu, jadi saat ini Saka kembali menjadi atasannya. Semenyebalkan apapun sifatnya, Audrey harus bisa sabar menghadapinya jika tidak ingin mendapat surat pemecetan darinya.

"Inget yah! Jangan deket sama laki-laki lain, kalau ada karyawan laki-laki ngajak kamu ngomong, cuekin aja," gumam Saka.

Audrey memutar bola matanya malas. Ia pikir karena sudah kembali dalam situasi bekerja, laki-laki itu akan membicarakan masalah pekerjaannya, jadwal meeting atau lainnya, mungkin. Tapi ternyata masih soal hal yang belum Audrey mengerti apa sebenarnya kemauan boss-nya itu.

Saka bilang, ciuman tadi adalah pernyataan cintanya untuk Audrey. Tapi, tetap saja Audrey tidak akan langsung menerima atau mempercayainya begitu saja.

Audrey selalu mendengar kabar jika seorang CEO semacam Saka--meski bukan Saka, bisa bebas bermain dengan perempuan mana saja semaunya. Jadi, Audrey tidak mungkin mempercayai omongan Saka begitu saja. Salah-salah, nanti justru ia menjadi korban.

"Kamu denger?" ulang Saka.

"Hm."

Saka menghela nafasnya. Laki-laki itu begitu gemas saat hanya mendapat respon sebuah deheman dari Audrey.

Tapi, Saka sedikit menahan senyumnya saat ia mengingat kejadian di restoran beberapa menit lalu, di mana ia sendiri melakukan hal serupa saat Audrey mengajaknya berbicara.

Jadi, Saka bisa menarik kesimpulan jika Audrey memang sengaja memberikan respon itu untuk membalas tingkahnya beberapa menit lalu.

"Kalau gitu saya anggap kamu nurut sama kata-kata saya." Saka mengusap puncak kepala Audrey, kemudian kembali melangkah menuju ruangannya. Meninggalkan Audrey yang juga mulai duduk di kursi miliknya.

---
Jadi dari komen sebelumnya adalah membuktikan jika Saka adalah anak Xaxa. Karena Saka agresif, sama kayak Xaxa yang main cium pipi Karisma pas pertama kali Karisma harus pergi ke Paris😂

Cie masih banyak yg inget scene itu, itu di part berapa coba😂

Serang, 19 Oktober 2017

Love,
Agnes

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro