MPBF - 41

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hello! Jangan lupa vote sama komennya yah!😎
Kalau ada typo harap dimaklumi, dikoreksi juga gapapa. Lagu di mulmed cuma pemanis yak😄

Mampir baca AMNESIAL juga dong!😎

***

"Audrey atau Kak Aqila?" - Saka Aldino Justine

***

Saka menahan pergelangan tangan Audrey, membuat langkah Audrey terhenti dan menatapnya bingung.

"Aku nggak jadi mampir yah?" ujar Saka.

Audrey masih belum merespon, gadis itu masih mencerna ucapan Saka dan menebak-nebak apa yang terjadi. Yang membuat Saka akhirnya mengurungkan niatnya untuk mampir ke rumahnya. Mungkinkah laki-laki itu memiliki janji bersama perempuan lain?

"Kenapa? Kau tidak jadi masuk? Syukurlah setidaknya makanan yang aku bawa tidak akan habis malam ini juga," sahut Leon.

Laki-laki itu sudah masuk ke dalam rumah, namun kembali berbalik saat Audrey dan Saka tak kunjung masuk, justru keduanya saling tatap di ambang pintu.

"Aku juga sama sekali tidak tertarik untuk memakan makanan yang kau bawa, Leon," decak Saka.

Tak ada sahutan lagi dari Leon, hanya sebuah kekehan yang menggelegar yang membuat Saka akhirnya berdesis karena gemas dengannya.

"Kenapa?" tanya Audrey pada akhirnya.

"Kak Aqila barusan chat aku," ujar Saka. Kedua tangannya ia tangkupkan di wajah Audrey. Membuat Audrey menatap wajahnya lekat.

"Apa kau percaya padanya, Audrey? Laki-laki seperti Saka sepertinya bukanlah laki-laki baik-baik, Audrey," kekeh Leon.

Audrey berdecak. Menatap Leon tajam. Tidak bisakah ia tidak memperjelas ucapannya? Tanpa Leon bilang seperti itu pun Audrey sudah tahukan jika Saka memang memiliki banyak perempuan? Audrey jadi gemas sendiri.

"Shutup Leon! Masuklah atau aku akan melaporkanmu pada Daddy! Kau terlalu banyak bicara, Leon."

Sudah cukup sabar Audrey terus menerus mendengarkan celotehan Leon, sekarang Audrey tidak bisa sabar lagi. Semua ucapan Leon hanya akan memancing kekesalannya saja.

"Dasar si tukang pengadu," decak Leon sebelum ia melenggang meninggalkan Audrey dan Saka.

Audrey menghela napasnya begitu ia melihat Leon melenggang pergi, kemudian menatap Saka lagi sambil tersenyum tipis.

"It's okay ... kalau kamu mau pergi, silahkan," ujar Audrey.

Lagi. Saka kembali menyentuh wajah Audrey, mengecup kening Audrey seraya tangan kanannya meraih ponsel dari saku celananya.

"Beneran chat dari Kak Aqila," ujar Saka. Ia pun menunjukan ponselnya yang menampilkan sebuah chat masuk dari Aqila.

Audrey berdehem, tersenyum tipis seraya menganggukan kepalanya. Membaca chat Aqila itu, setidaknya dugaan awal Audrey pun terpatahkan. Hatinya sudah tidak sekhawatir jika Saka akan jalan bersama perempuan lain.

"Iya aku percaya," ujar Audrey.

"Okay ... kalau gitu aku pamit yah? Nanti setelah aku sampai rumah, aku kabarin kamu." Saka kembali mengecup kening Audrey sebelum ia melenggang menuju mobilnya sambil melambaikan tangannya.

Audrey menghela napasnya, kemudian ia melangkah masuk ke dalam rumah begitu mobil Saka lenyap dari pandangannya.

Begitu masuk, Audrey mendapati Leon tengah memakan sepotong martabak manis yang berada di atas meja makan. Mungkin kedua orangtuanya yang beli saat perjalanan pulang dari restoran karena mengetahui Leon akan datang.

"Kau," decak Audrey seraya menepuk pundak Leon.

Laki-laki itu yang sedang sibuk mengunyah martabak di dalam mulutnya pun tersedak karena terkejut. Detik berikutnya, Leon sudah memberikan sumpah serapahnya pada Audrey atas kelakuannya.

"Aku hampir mati gara-gara kau," decak Leon setelah meneguk setengah gelas air minumnya.

"Kau berlebihan, Leon," sahut Audrey seraya duduk di kursi kosong di samping Leon.

Leon sudah enggan menyahuti Audrey lagi. Kini ia lebih tertarik untuk memperhatikan Audrey yang sibuk meraih sepotong martabak di atas meja, memakannya dengan lahap.

"Mommy sama Daddy di mana, Leon?" tanya Audrey disela-sela mengunyah martabak di dalam mulutnya selagi matanya menjelajah ke setiap sudut ruangan.

"Di dalam kamar, sepertinya mereka sedang sibuk membuat adik untuk kita, Audrey," kekeh Leon.

"Bodoh!"

Audrey memukul lengan Leon keras. Demi apapun Audrey benar-benar kesal dengan sifat Leon yang seperti ini. Laki-laki itu selalu bersikap konyol, bahkan terkadang terlalu konyol hingga tak jarang ucapannya sama sekali tidak disaring. Leon akan mengatakan apapun yang ingin dikatakannya dengan sesuka hati.

"Kau tidak akan menjadi anak bungsu lagi, Drey. Kau tidak akan bisa menjadi anak manja lagi saat Mommy benar-benar akan memiliki anak lagi," goda Leon seraya menjulurkan lidahnya ke arah Audrey.

"Berisik sekali!"

"Bytheway, mana calon tunanganmu itu, Audrey? Dia benar-benar tidak jadi masuk?"

"Dia sudah malas berdebat denganmu, Leon. Lagipula, aku bingung kenapa kau bisa berada di sini? Siapa yang akan mengurus perusahaan Daddy jika kau dan Daddy sama-sama berada di Jakarta?"

"Aku ingin melihat kau bertunangan, Audrey. Lagipula untuk apa kau mengurusi perusahaan? Banyak orang kepercayaan Daddy di kantor. Tidak perlu khawatir."

"Aku dan Saka bertunangan masih 2 minggu lagi. Itu masih sedikit lama, Leon."

"Aku ingin berkeliling Jakarta. Kau harus menemaniku."

"Aku harus bekerja di kantor Saka, menjadi sekretaris Saka."

"Saka? Aku yang akan mengurus Saka, kau tenang saja. Kau hanya perlu menemaniku."

***

Saka tertegun saat ia menemui Aqila di sebuah cafe pinggir jalan yang tidak jauh dari rumah Audrey. Yang membuatnya tertegun adalah Aqila sedang menangis sekarang, Saka sudah lama sekali tidak melihat gadis itu menangis seperti ini.

Tapi sekarang? Saka jadi berpikir macam-macam sekarang, rasa khawatir muncul di hatinya, Saka terlalu khawatir bagaimana jika Angelo sudah melakukan sesuatu pada Aqila? Dan laki-laki itu mencampakannya?

"Kak Aqila," gumam Saka seraya duduk di hadapan Aqila.

Aqila yang sibuk mengelap airmatanya dengan kepalan tisu di genggaman tangannya pun melirik ke arah Saka sekilas sebelum isak tangisnya kembali terdengar dari mulutnya.

"Brengsek," desis Aqila.

Saka mengeryitkan keningnya. Apa katanya? Brengsek? Aqila mengatainya brengsek? Hei! Saka tidak melakukan apapun yang laki-laki brengsek lakukan!

"Aku nggak brengsek, Kak Aqila," protes Saka.

"Bukan kamu. Tapi Angelo," sahut Aqila disela-sela tangisnya.

Saka menghela napasnya kemudian tersenyum. Benarkan dugaannya, Angelo lah dalang di balik tangisan saudaranya ini. Kalau pemikiran Saka yang sebelumnya juga benar, Saka akan benar-benar menghabisi Angelo.

"Aku udah bilang kan? Angelo emang cowok brengsek. Muka pas-pasan tapi gaya selangit. Dia apain Kak Aqila?"

"Selingkuhin aku," lirih Aqila.

Bukannya prihatin, Saka justru terkekeh. Astaga ... hanya mengetahui Angelo menyelingkuhinya saja sampai menangis seperti ini?

Terkadang Saka tidak habis pikir bagaimana cara wanita mencintai seorang pria. Diselingkuhi menangis. Diputusin menangis. Wanita itu rumit kan? Saka tidak akan pernah paham.

"Kamu tahu nggak sih? Aku datang ke apartement Angelo, dia bukain aku pintu dalam keadaan shirtless, dan kamu tahu apa? Nggak lama aku lihat cewek keluar dari dalam kamarnya. Bego!" desis Aqila.

Dari nada bicara Aqila, Saka tahu jika gadis itu tengah begitu kesal sekarang. Jadi Saka mengerti inilah alasan Aqila memintanya untuk menemuinya. Aqila butuh tempat curhat, meluapkan kekesalannya pada laki-laki brengsek itu padanya.

Saka berpindah duduk di kursi samping Aqila, ia menarik Aqila ke dalam pelukannya. Jika sedang seperti ini, Saka jadi ingat bagaimana dulu Aqila menenangkan dirinya yang menangis di dalam biang lala. Kalau sekarang diingat, itu menggelikan sekali.

"Lupain Angelo, aku bakal cariin laki-laki baik buat Kak Aqila."

---
2 hari nggak next yah wkwk, siapa yang nungguin? Maaf yeh🙈

Instagram:
(at)ashintyas
(at)sakaa_justine
(at)drey.latishaa
(at)kei_keinan
(at)naqila.azdia

Serang, 21 Desember 2017

Love,
Agnes

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro