Bab 12. Pertimbangan Saga

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

.
.
.

Suasana entah kenapa rasanya menjadi dingin sejak Saga akhirnya duduk bergabung di meja yang sama dengan Mas Raka dan Mbak Jihan. Aksel yang tidak tahu apa-apa hanya ikut dan menikmati makannya.

"Nggak nyangka ketemu kamu, Ga. Saya dan Jihan baru aja balik, nih," ucap Mas Raka memecah suasana.

"Lembur, Mas? Bukannya jam kerja Serenity cuma sampai jam 5, ya?"

"Iya, sampai jam 5 seharusnya. Tapi ada yang harus saya lakukan, jadi ya telat dikit pulangnya."

Saga tersenyum, "Ini mah nggak dikit, Mas. Udah lewat 2 jam." Saga melirik Jihan yang duduk di sampingnya, "Cuma lembur berdua sama Mbak Jihan aja, Mas?"

"Nggak, saya aja yang lembur. Dia mah nungguin doang," jawab Raka tersenyum menggodai Jihan yang menanggapi dengan menendang kaki Raka di bawah meja.

"Kalo nggak gue tungguin, lo nggak bakalan pulang," balas Jihan pendek.

"Tuh, Ga, dia tugasnya jadi support sistem saya." Kali ini Raka terkekeh karena melihat wajah kesal Jihan.

"O-oh ..." Saga hanya bisa mengangguk dan balas tersenyum, rasanya ada yang aneh dengan dirinya yang merasa tidak nyaman melihat Mas dan Mbaknya itu.

Support sistem, ya ...

"Kamu sendiri, sedang apa di daerah sini, Ga?" Tanya Raka sambil menggigit sate kambingnya.

"Oh, saya menemani temen saya, nih, Mas. Nge-print tugas."

Mendengar itu, Aksel yang sejak tadi sibuk makan, kemudian mendongak dan tersenyum pada Mas Raka.

"Oh, gue kira lo sengaja buntutin. Soalnya gue pikir-pikir sering ketemu lo di luar Serenity," ucap Jihan yang membuat tiga lainnya agak terkejut

"Han."

"Maksudnya gimana, Mbak?"

"Nggak gimana-gimana, cuma pengen tahu kenapa kayaknya sering ketemu lo."

"Han, astaga, mulutnya ya." Raka mendelik menatap Jihan memperingatkan karena mulutnya yang suka bicara blak-blakan. "Maaf, ya, Ga. Maksudnya jihan nggak gitu kok," ucap Raka mengklarifikasi ucapan Jihan agar juniornya itu tidak salah paham.

"Nggak apa-apa kok, Mas. Saya nggak tersinggung." Saga tersenyum pada Raka kemudian menoleh pada Jihan, "Saya sering berkeliaran di sekitar Serenity soalnya emang letak kos saya nggak jauh dari sini, Mas, Mbak. Palingan 20 menitan. Jadi ya kegiatan saya kalau nggak lagi ngampus ya di sekitar sini-sini aja," jelas Saga.

Bahkan dari pandangannya sekarang, Jihan tampak tidak peduli dengan penjelasannya dan sibuk meghabiskan jus semangkanya.

"Oh, kosan kamu deket sini?"

"Iya, Mas. Silahkan mampir, Mas."

"Wah, bisa tuh ya, kalau saya pas lembur lagi. Mampir ke kosan kamu."

"Balik, yuk, Ka! Gue udah kenyang, ngantuk," ajak Jihan yang memang sudah selesai makan.

"Udahan? Balik sekarang?"

Jihan hanya mengangguk sebagai jawaban, lalu bangkit dari duduknya, meraih tasnya di atas meja. Raka ikut bangkit, menatap Saga dan Aksel.

"Eh, Ga, saya dan Jihan balik duluan ya. Permisi duluan ya, Mas," pamitnya pada Aksel.

"Iya, Mas."

Setelah menepuk bahu Saga sekali, Raka berlalu menyusul Jihan yang bahkan tidak mengatakan sepatah katapun pada Saga dan Aksel.

Saga menatap kepergian keduanya sampai keluar dari warung. Seketika ingat niatnya untuk bicara dengan Raka. Buru-buru Saga berdiri dari kursinya, mengejar Raka.

"Mas Raka! Tunggu, Mas!"

Raka baru akan memakai helmnya, menoleh saat Saga menyusulnya keluar.

"Ada apa, Ga?"

Sedikit berdebar karena buru-buru, Saga menatap mata sipit Raka.

"Anu, Mas ...." Melihat tatapan dingin Jihan membuatnya seketika nge-blank.

"Itu, Mas. Em, misal saya mau bicara pribadi sama Mas Raka, boleh?" Ucapnya pada akhirnya, matanya melirik Jihan sebelum kembali fokus pada Raka.

"Sekarang? Ada apa?"

"Nggak sekarang kok, Mas. Sesenggangnya Mas Raka aja, saya cuma mau minta izin."

Bingung dengan maksud Saga, Raka kemudian tersenyum. "Saya kirain ada apa. Boleh kok, Ga. Ya ampun, kamu ini ada-ada aja. Bikin saya kaget."

Saga hanya membalas dengan senyum dan mengangguk.

"Kapanpun itu, kamu bisa ngomong sama saya. Akan saya luangkan waktu untuk kamu," jawab Raka sebelum kemudian pamit dan pergi dengan Jihan yang sama sekali tidak mengatakan apa-apa selain melemparkan tatapan dinginnya pada Saga.

"Lo ngapain?" Tanya Aksel begitu Saga kembali masuk.

"Oh, itu minta izin sama Mas Raka."

"Lo mau berhenti kerja?"

"Sembarangan. Nggak lah, gue tadi minta izin buat ngobrol berdua. Gue kepikiran mau jadi karyawan tetap di Serenity setelah kontrak 3 bulan gue berakhir."

"Lo serius? Kan masih kuliah? Bentaran lagi bukannya kita magang?"

"Iya, sih. Tapi gue nggak bisa melepas kesempatan di Serenity. Kapan lagi bisa dapat pekerjaan yang sesuai sama minat gue. Belum tentu nanti gue bisa dapat kerja kayak gini lagi setelah lulus."

Aksel hanya mendengarkan, dia paham maksud Saga. Tetapi menurutnya si sahabat terlalu terburu-buru mengambil sikap.

"Nggak mau dipikirin dulu? Kita masih semester 3, Ga. Perjalanan kita masih panjang. Lo yakin bisa melakukan semuanya barengan?"

"Bisa nggak bisa, gue harus. Gue nggak mau Bunda kesusahan, Sel. Danar juga butuh biaya sekolah. Minimal gue bisa bantu meringankan beban Bunda."

Aksel menghela, dia tidak bisa berbuat banyak selain mendukung sahabatnya ini. Dia juga akan selalu siap jika Saga butuh bantuannya.

"Lo jangan memaksakan diri. Inget, lo selalu bisa minta bantuan sama gue kapan aja," ucap Aksel sembari menepuk bahu Saga.

"Iya, thanks, Sel."

"Udah ah, ngapain jadi sedih gini suasananya? Harusnya tuh ini gembira dalam rangka traktiran," canda Aksel. "Pulang, yuk!"

Tertawa bersama, keduanya yang sudah selesai makan kemudian menghampiri si Abang penjual.

"Berapa, Bang?"

"Eh, Mas Bro. Udah dibayarin tadi sama Mbak-mbak yang barusan pergi," jawab si Abang.

"Hah? Siapa, Bang?" Tanya Saga bingung, "Yang tadi sama Mas-mas berkacamata?"

"Iya, yang tadi dikejar Mas Bro keluar."

Kaget tentu saja, dia tidak menyangka Mbak Jihan membayar makanannya.

"Wah, lo nggak jadi traktir, nih!" Seru Aksel meringis senang, karena itu artinya dia masih bisa minta traktir pada Saga.

"Enak aja, gue kudu balikin nggak, sih?"

"Ngapain? Kan dibayarin, bego nih kadang-kadang."

"Tapi ini Mbak Jihan loh, Aksel. Gue balikin aja ya?"

"Disemprot lagi baru tau rasa lo! Orangnya serem kayak begitu, udah pura-pura nggak tau aja."

"Gimana sih? Pasti tau lah, nggak mikir nih."

"Ya udah, lo coba kirim pesan ke Mbak Jihan. Bilang makasih, liat tanggapan dia gimana. Kalo dia biasa aja ya nggak usah dibalikin, tapi kalo dia nagih ya lo balikin," saran Aksel yang sudah memakai helmnya.

"Apa begitu aja, ya?"

"Tau ah, lo susah diajakin ngomong. Sini gue aja yang bonceng."

Saga mengulurkan kunci motor pada Aksel, lalu keduanya segera pulang.

Hari ini Saga dibuat bingung seharian. Keadaan keluarganya, gajinya, pekerjaannya, keputusannya untuk bicara pada Mas Raka, juga sikap Mbak Jihan.

.
.
.

Bersambung.
.
Riexx1323.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro