Part 9

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Akira mendesah. Dua tubrukan dalam seminggu. Setelah di Sapporo, kini di Shinjuku. Benar-benar sial. Setengah kesal dia memunguti barangnya yang berceceran setelah ditubruk seseorang. Saat itulah pandang matanya bertemu dengan sepasang tangan putih mulus yang turut membantu memungut buku.

Akira mendongak dan tertegun. Jantungnya serasa berhenti berdetak. Telinganya mendadak tuli hingga suara berisik di sekitar seolah lenyap tak berbekas. Keheningan menyelimuti, diikuti pudarnya berbagai pikiran dari benak.

Obyek pandang Akira hanya tertuju pada sosok wajah di depannya. Ramping dengan dagu oval dan bibir tipis menawan. Akira terpana, untuk sesaat otak jeniusnya turun menjadi imbisil.

“Maafkan saya, Sensei.” Bahasa Jepang wanita itu bagus. Namun dialeknya aneh. Akira belum pernah mendengarnya.

“Tak apa-apa. Aku juga kurang hati-hati.” Kali itu Akira merasa kesialan berganti jadi keberuntungan besar. Ditatapnya seksama wanita yang tengah berjongkok itu. Wajahnya asing, tak bergaris oriental sama sekali. Lebih ke lekuk kaukasoid yang identik dimiliki oleh Banga Eropa. Membuat Akira penasaran.

"Anda Matsumoto Sensei?"

Akira mengangguk. Senang mendapati gadis itu telah mengenalnya. Sedikit rasa sombong terselip di hati Akira, sosoknya memang fenomenal di Waseda Gakuen ini. Muda, jenius, tampan. Tiga kata yang identik dengannya dan membuat Akira populer.

"Dan kau ...." Akira menunjuk wanita di depannya.

"Saya Secilia Sonya Marthadinata. Anda bisa memanggil saya Sonya. Saya pernah mengikuti kuliah Anda.”

Satu kejutan lagi. Wanita muda itu ternyata mahasiswinya.

"Ada janji?" Akira memergoki Sonya yang melirik arloji.

Wanita itu mengangguk, "Ya, Sensei, saya ada janji dengan seseorang di perpustakaan. Saya permisi dulu.” Gadis itu membungkuk sebelum meninggalkan Akira.

Mata Akira mengikuti kepergian Sonya. Senyum langkanya merekah. Setelah yakin wanita semampai itu hilang dari pandangan, baru Akira meneruskan langkah. Masih dengan senyum tersungging di wajah tampannya.

Tiga minggu sudah berlalu tapi sosok Sonya tak bisa lepas dari ingatan Akira. Beberapa kali mereka bertemu di sesi perkuliahan tapi lelaki itu tak punya kesempatan berbicara dengan Sonya. Wanita itu selalu secepat angin. Menghilang begitu cepat tepat setelah dia menutup perkuliahan.
Siang itu keberuntungan menyapa Akira. Saat melewati kantin kampus, dia melihat penampakan gadis itu yang sibuk berkutat dengan laptop. Akira menyukai kerut kecil yang muncul di dahi Sonya saat wanita itu berpikir keras.

"Halo, Sonya?" sapanya pelan.

Sonya mendongak kaget. Mata cantiknya langsung membulat lebar mengetahui siapa yang berdiri menyapa.

"Sensei Matsumoto?!" Dia terkejut.

"Oh, just call me Akira, please?" Akira tersenyum, “Boleh bergabung?”

Sonya buru-buru membereskan meja, "Silakan Sensei!"

"Akira.” Lelaki itu meralat panggilan Sonya untuknya.

“Ah ... Ya ... Akira ...,” senyum Sonya. Lewat ekor mata dia menangkap pandangan seluruh kantin tertuju padanya. Wanita itu mengeluh dalam hati. Sosok Akira kelewat populer untuk dia tangani di tengah beban tugas kuliah.

"Tidak makan siang, Sonya?" Akira heran melihat meja Sonya yang bersih tanpa ada  jejak makanan.

"Aku sudah makan, Akira," jawab Sonya mengangkat gumpalan kertas roti lapis, "Baby sitter-ku selalu menyiapkan untukku."

"Baby sitter?" Akira  bingung.

“Dia keluargaku selama di Jepang,” jawab Sonya pendek. Tak mau menjelaskan sosok Jeremy lebih detail lagi. Kekasihnya selalu memastikan Sonya mendapat asupan gizi yang cukup selama kuliah. Tak jarang Jeremy berkunjung pagi-pagi ke apato demi mengantar sekotak bekal makan siang.

Akira manggut-manggut. Perhatiannya teralihkan oleh hal lain. Diam-diam dia sudah mencari informasi tentang Sonya dari bagian kemahasiswaan. Akira tahu wanita itu berasal dari Indonesia dan memiliki orang tua campuran Jerman-Indonesia. Itu menjelaskan mengapa raut wajahnya terlihat unik. Namun fakta itu tak memberi informasi banyak pada Akira tentang fasihnya Sonya berbahasa Jepang.

“Bahasa Jepang-mu bagus,” puji Akira.

“Terima kasih.” Sonya tersenyum, “Aku ambil kursus bahasa Jepang sebelum datang ke sini.”

“Oh ya? Kau berasal dari mana?”

“Indonesia,” jawab Sonya, “Tepatnya Surabaya.”

“Aah ... Indonesia. Aku pernah menjadi dosen tamu di Universitas Indonesia.” Akira kalem.

"Ya, aku tahu, aku pernah datang ke kuliah Anda di sana."

Akira melirik Sonya. Senyum tipisnya muncul, “Sepertinya kita berjodoh. Bisa bertemu lagi di sini.”

Sonya bergerak gelisah. Ada sebersit ketidaknyamanan di hati. Namun, secepat itu datang secepat itu pula Sonya menghalaunya pergi. Alih-alih berkomentar, Sonya pilih membelokkan percakapan, “Anda tidak mengajar, Sensei?”

“Satu jam lagi.”

Mereka terdiam. Wanita itu melayangkan pandangan ke penjuru kantin, sedikit jengah duduk bersama Akira. Sementara Akira justru senang berhasil memiliki waktu berdua dengan wanita itu.

"Kuliahmu selesai jam berapa?" Akira memecah kebisuan di antara mereka.

"Jam empat sore."

"Sudah ada janji?"

"Belum, tapi aku harus belanja untuk makan malam."

Akira tersenyum, "Tak usah belanja, aku traktir makan malam."

"Tapi ..."

“Aku tak menerima penolakan, Sonya. Jam empat kutunggu di ruanganku.”

Akira menengadahkan tangan. Sonya bingung, “Ada apa?”

“Nomor ponselmu agar aku mudah menghubungi,” jawab Akira.

Sonya bimbang. Akira dosennya, tak apa-apa kan, memberikan nomornya? Tapi masih ada sesuatu yang mengganjal hati Sonya.

“Sonya?” Akira tak sabar.

Sonya akhirnya mengulurkan gawai. Akira mengetik cepat sederet nomor. Tak lama gawainya sendiri berdering. Lelaki itu tersenyum puas.

"Aku sudah punya nomormu. Nanti sore jangan pulang dulu.” Akira bangkit, "Ngomong-ngomong, Sonya, sekarang aku sedang mengajakmu kencan. Kuharap kau tidak keberatan."

Sonya sukses melongo lebar. Akira tersenyum geli dan mencubit pipi Sonya gemas. Dia berlalu pergi. Hatinya menghangat, di benaknya sudah tersusun banyak rencana untuk menghabiskan malam dengan Sonya.

Sonya... Calon gadisnya....

Akira tersenyum senang.

“Buru-buru mau ke mana?”

Sonya menoleh pada Clary, teman sekelompoknya di kelas internasional, "Aku ada janji dengan Sensei Matsumoto," jawab Sonya cepat.

Clary tampak tertarik, “Matsumoto yang dosen idol itu?”

Dosen idol memang salah satu julukan Akira Matsumoto. Banyak orang menilai Akira lebih cocok menjadi seorang idola karena ketampanannya alih-alih menjadi dosen. Tentu tak jadi kerugian saat lelaki tampan berwajah bak pangeran itu lebih memilih profesi akademis ketimbang dunia hiburan yang sarat hedonisme.

"Yup! Si Akira Matsumoto yang itu!" Sonya mengangguk.

Jack, teman sekelompoknya yang lain, menahan lengan Sonya, “Janji apa, Girl?”

Sonya melirik Jack. Terheran-heran dengan ekspresi serius di wajah lelaki asal Amerika itu, “Hanya makan malam saja.”

Sonya menyembunyikan fakta bahwa sang dosen sudah mengajaknya berkencan. Itu akan jadi gosip merugikan untuknya karena fans Akira sangat banyak di kampus. Bukan mendapat selamat, bisa jadi dia justru akan panen pembenci.

"Jangan pergi!" Jack menggeleng-gelengkan kepala.

"Kenapa?" Sonya dan Clary penasaran. Pasalnya Jack sangat serius melarang pergi. Suatu hal yang jarang terjadi mengingat Jack bukan tipikal lelaki usil yang suka meggerecoki urusan orang lain.

Lelaki plontos itu melambaikan tangan, memberi isyarat agar mendekat. Tiga kepala serentak menunduk. Jack berbisik lirih.

“Ada rumor tentang Dosen Matsumoto. Katanya dia punya kepribadian yang aneh. Kalian tahu, semacam psikologis yang terganggu?” Jack membuat tanda silang di keningnya.

“Sembarangan!” Sonya menolak omongan Jack.

“Aku juga mendengar hal yang sama,” sela Clary, “Tapi dia terlalu tampan. Jadi ... Yah ... Aku pilih menutup mata.”

Jack mencibir Clary, “Otakmu memang hanya diisi rating tampan saja!” Lelaki itu menoleh lagi ke arah Sonya, “Ngomong-ngomong beberapa dosen juga cukup berhati-hati jika sudah berurusan dengan Akira Matsumoto. Kudengar dia tak suka 'ditolak' dalam berbagai hal. Konon, Dekan kita sempat menolak idenya untuk sebuah proyek pengembangan pusat penelitian. Dan kalian tahu apa yang terjadi?"

Sonya dan Clary menggeleng.

"Semester selanjutnya Dekan itu diberhentikan dengan tidak hormat." Jack menjawab penuh misteri.

"Tunggu dulu, apa yang kau maksud adalah Mr. Kudo Kobayashi?" Sonya terkejut.

"Betul! Karena malu dipecat, dia akhirnya bunuh diri di apartemennya."

"YaTuhan!" Clary menutup mulut kaget.

"Pernah dengar nama Ran Kuto?" Jack kembali menguak sebuah misteri.

Sonya dan Clary lagi-lagi menggeleng. Jack berbisik penuh nada misteri, "Ran Kuto adalah mahasiswi asal Jepang-China yang 'kebetulan' diperkosa setelah menolak ajakan Akira Matsumoto pergi ke Amerika bersama-sama. Setelah pemerkosaan itu, Ran Kuto jadi gila dan diungsikan ke Cina oleh keluarganya."

Bulu kuduk Sonya merinding. Selentingan-selentingan buruk tentang Akira Matsumoto juga pernah didengarnya. Tapi dia hanya menganggap angin lalu karena merasa tak pernah berinteraksi intens dengan lelaki itu.

Tapi, Jack yang notabene lelaki Amerika yang tak doyan gosip, bisa sampai mengetahui informasi-informasi aneh seperti itu, Sonya merasa harus waspada. Dia berpikir sejenak sebelum akhirnya mengutarakan ide yang langsung mendapat pelototan kaget dari Jack dan Clary.

"Guys ..., bagaimana jika kalian menemaniku makan malam dengan Sensei Matsumoto?" Sonya meminta penuh harap.

"WHAT?! NO! NO! NO!" Jack dan Clary menolak mentah-mentah.

"Apa kalian mau jika terjadi sesuatu padaku?" Sonya cemas, "Lagipula aku harus bisa menjelaskan pada Jeremy jika malam ini aku terlambat pulang."

"Kenapa kau tidak jujur saja jika sudah punya kekasih?" Clary memberi solusi.

"Nanti akan kuberitahu dia setelah makan malam," jawab Sonya, "Kalian mau menemaniku, kan?"

Jack dan Clary saling bertukar pandang. Sonya memasang tampang memelas. Jack yang lebih dulu tak tahan. Dia menyerah.

"Baiklah, kami akan membantumu."

Akira harus memendam kejengkelan karena rencana kencannya diganggu dia pengekor tak diundang. Mata tajamnya nyaris membekukan Jack dan Clary yang berdiri di samping Sonya, seolah tengah menjaga wanita itu dari serangannya.

Dua orang itu memperkenalkan diri sebagai Jack Hummer dan Clary Bernadotte. Teman sekelompok Sonya di kelas internasional yang kebetulan ingin ikut Sonya makan malam bersama sensei idola mereka.

"Akira, ayo berangkat? Kita jadi pergi, kan?" Sonya mencolek lengannya.

Akira mengangguk. Dia sudah melakukan reservasi di restoran eksklusif demi mencuri cinta Sonya. Dia juga sudah merencanakan tur singkat keliling Shinjuku demi memperlama durasi kencannya dengan wanita cantik itu. Tapi semua terpaksa batal dengan kehadiran dua pengganggu yang menyebalkan.

Jack yang seolah mengerti kemarahan Akira hanya menyeringai. Ditepuknya bahu dosen muda yang umurnya tak terpaut jauh dengannya. Bagaimanapun menjaga keselamatan Sonya adaan prioritas utama mereka saat itu. Tak ada yang tahu apa yang akan dilakukan dosen tampan itu di penghujung malam. Bisa jadi dia membius Sonya tanpa sepengetahuan siapapun dan melecehkan teman kuliahnya itu.

"Bagaimana kalau kita langsung makan saja? Kami sudah lapar sejak tadi."

Akira melirik Jack penuh arti. Jack pun membalas lirikan Akira dengan sirat kocak.

"Aku setuju! Kita makan saja!" Clary berseru riang.

"Nah, Sensei Matsumoto, apakah Anda punya tempat makan enak yang bisa direkomendasikan?" Sonya bertanya ceria, "Sepertinya teman-temanku sudah sangat kelaparan."

Akira menghembuskan napas kesal. Dia memijat puncak hidung, mencoba meredam emosi yang mendadak jadi tak terkontrol. Wanita itu membuatnya gila, dia berbahaya untuknya. Tapi Akira tak peduli hal itu, selama dia bisa dekat dengan Sonya, bahaya apapun akan dia terima.

"Ayo, ikut aku, aku punya tempat makan enak tak jauh dari sini," Akira menggamit lengan Sonya, mengisyaratkan mereka mengikutinya. Sembari mengirim pesan pembatalan reservasi ke restoran.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Hola readers... Jangan lupa vote dan comment untuk Nihon de no haru ya.  Terima kasih. 😊


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro