Clara dan Gabriel

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tersebutlah seorang petani yang sangat miskin. Ia mempunyai tiga orang putri. Karena kemiskinannya, benda yang dapat diwariskannya kepada ketiga putrinya hanyalah tiga ekor babi.

Clara, si putri bungsu, merawat babinya dengan telaten dan penuh kasih sayang. Dibawanya anak babi itu ke rumput-rumput segar yang tumbuh dekat sumber air yang jernih.

Ada sebuah pohon yang tumbuh dekat mata air itu. Daun-daunnya berkilauan tertimpa sinar matahari. Dan suatu hari Clara mengamati daun-daun itu dengan lebih seksama.

"Astaga, ini daun-daun emas!" serunya tertahan.

Dipetiknya dua helai daun. Pohon itu tak akan tahu dan dua daun emas akan banyak gunanya. Tapi dua helai saja tak terasa cukup, Clara memetik dua lagi, terus lagi, lagi ... dan lagi, sampai akhirnya pohon itu menjadi gundul. Kemudian giliran ranting-rantingnya. Akhirnya tinggallah pokok batangnya saja.

"Mengapa, tak kuhabiskan saja, sekalian?" pikir Clara.

Dengan sekuat tenaga Clara mengayunkan kapaknya.

Clok! Clok! Clok!

Dan tumbanglah pokok batang daun emas itu. Pada bekas pohon itu tumbuh, terlihat tangga yang menurun terbuat dari marmer. Tanpa pikir panjang lagi Clara menuruni tangga itu dan sampailah dirinya di dalam istana yang sangat indah. Di ruang utama dilihatnya sebuah meja panjang lengkap dengan hidangan lezat yang tersusun rapi di atasnya.

Karena merasa lapar, Clara segera menjangkau sepotong kue. Ketika kue baru digigit sedikit, tiba-tiba entah dari mana muncul seorang raksasa yang berkulit hitam. Melihatnya, Clara menjadi ketakutan.

"Jangan takut," kata makhluk itu. "Tak akan ada yang mengganggumu. Jika kau ingin tinggal di sini jangan menyalajan lilin, meskipun malam hari.

Clara terpenjara, tapi penjara yang mewah. Gabriel, nama makhluk itu. Dia memberikan pakaian yang indah-indah, perhiasan, kereta kencana, dan sebarisan pelayan yang selalu siap meladeninya. Suatu malam, karena ingin tahu Clara menyalakan sebatang lilin. Ketika suasana terang, ternyata yang dilihatnya bukan makhluk mengerikan, tetapi seorang pemuda tampan yang nyenyak tertidur.

"Gadis tolol!" teriak pemuda itu.

Ia terjaga dari tidurnya karena cahaya lilin itu. "Karenamu, aku terpaksa terbelenggu. Jadi makhluk seperti ini tujuh tahun lagi. Enyahlah kau!"

Clara lari ketakutan. Untung ada seorang peri baik hati yang bersedia menolongnya.

"Ini ada tujuh gelondong benang dan tujuh pasang sepatu besi," kata peri itu. "Kau harus berjalan terus sampai tujuh sepatumu rusak. Kelak kau akan melihat tujuh perempuan memintal benang di beranda rumah gelondong tulang. Kau harus menukar gelondong besi milikmu dengan gelondong tulang itu, tapi jangan sampai mereka tahu. Paksalah mereka untuk bersumpah untuk tak akan mengganggumu, mereka adalah kakak-kakak Gabriel. Hati-hati, ibu mereka seorang penyihir!"

Clara mulai mengembara. Semua terjadi seperti apa yang dikatakan peri penolongnya. Dia sampai di tempat tujuh wanita pemintal. Ditukarnya gelondong tulang mereka dengan gelondong besi. Dipaksanya ketukuh wanita itu bersumpah untuk tidak mengganggunya. Tapi ibu mereka, si penyihir itu tidak ikut bersumpah.

"Ini ada dua belas karung, isinya kacang, biji jagung, dan kedelai. Sebelum tengah malam nanti, kau harus sudah memisah-misahkannya. Kalau tidak kau akan kubunuh!" Lugas si penyihir tepat di depan wajah Clara.

Clara kebingungan. Tugas yang diberikan itu sangat sulit, bahkan tak mungkin dilaksanakannya. Saat itu sudah menginjak tahun ke tujuh sejak ia meninggalkan Gabriel. Dia telah bebas dan pulang ke rumah ibunya. Gabriel memanggil kawanan semut untuk membantu Clara, maka dalam satu jam, selesailah pekerjaannya.

Sekali lagi ibu Gabriel memberi tugas kepada Clara. Kali ini dia harus mengisi dua bels kasur dengan bulu-buku angsa sampai empuk, sebelum tengah malam. Gabriel merasa iba. Dia datang dan menolong Clara.

"Bentangkan kain kasur itu!" titahnya, "Jambak rambutmu dan cabik-cabik gaunmu. Setelah itu menangislah tersedu-sedu, seolah-olah Raja burung telah mati."

Clara berbuat seperti saran Gabriel. Tiba-tiba datang beribu-ribu burung yang berterbangan di angkasa, berputar-putar di atasnya. Banyak sekali, sampai langit terlihat berwarna hitam karena ikut bersedih. Burung-burung itu merontokkan bulunya, cukup banyak untuk mengisi dua belas kasur.

Penyihir atau ibu Gabriel merasa kesal, tapi dia pandai menyembunyikan perasaannya.

"Bagus!" pujinya sambil tersenyum licik. "Pergilah ke rumah kakakku. Pinjamkan alat musik miliknya, karena aku akan mengadakan pesta, pesta pernikahan anakku dengan dirimu."

Tapi Gabriel segera mencegat Clara.

"Hati-hatilah kau, Clara!" Ucapnya dengan perasaan berkecamuk. "Itu hanya akal bulus, Kakak Ibuku adalah seorang tukang tenung. Dia akan menyongsongmu dengan seorang bayi dalam gendongan. Kau akan disuruhnya menggendong bayi itu. Jika dia telah pergi, letakkan bayi itu di gudang bawah tanah, ambil alat musik di balik pintu, dan cepatlah kemari."

Clara yang pemberani melakukan apa yang diperintahkan Gabriel dengan sebaik-baiknya. Dan akhirnya ia selamat. Habis sudah akal penyihir itu untik menaklukan Clara, dan kini dia tak dapat menghalangi pernikahan anaknya, Gabriel dengan Clara.

Gabriel dan Clara kemudian hidup bahagia. Dan Clara tak lagi bersikap selalu ingin tahu. Namun, betapa pun bahagianya mereka, tapi Clara merasa tidak tenang, Suaminya punya Kakak-kakak yang jahat dan ibu seorang penyihir.

Karena sewaktu-waktu dirinya akan dikerjai lagi oleh keluarga Gabriel, Clara berniat mempelajari ilmu sihir untuk menjaga dirinya, dan Gabriel tak keberatan akan niat Istrinya itu.

"Sekarang, setelah kita menikah, Ibuku pasti akan menyayangimu seperti terhadap putrinya sendiri," kata Gabriel dengan tersenyum.

Gabriel dan Clara kemudian pergi ke istana Ratu bidadari. Di sana mereka belajar mantra-mantra yang dapat melawan tukang sihir dan tukang tenung. Sejak itulah Clara baru merasa benar-benar tentram hidupnya.

~End of Story~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro