Natasya Alana Keneddy || Rainy Day

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku dan Dahlia bersahabat, entah bagaimana awalnya ... yang kuingat hanya karena nama tengah kami serupa. Aku mencintainya lebih dari apapun, karena dia adalah orang yang sangat menghargaiku dan selalu ada untukku.

Aku juga tak bisa berbohong padanya, hanya saja hal ini sulit sekali untuk kukatakan. Bagaimana aku mengawalinya? Apalagi sekarang ... dia mungkin sudah membenciku, aku memang perempuan tak tahu malu!

"Biarkan dia pergi, kau tetaplah di sini aku akan menghangatkanmu." Suara itu, aku membencinya. Aku langsung terbangun dari jatuhku dan menghampirinya segera, begitu sampai tepat di depannya tanganku melayang.

Plak!

Satu tamparan licin berhasil kulepaskan pada lelaki brengsek yang selalu mengancamku beberapa hari belakangan ini dan dengan bodohnya diriku termakan hal itu, tetapi kali ini tidak. "Aku tidak takut lagi akan ancamanmu! Kamu hanya lelaki cabul yang tak ada gunanya!" Aku ingin kembali menamparnya, akan tetapi ia menahanku.

Cengkramannya cukup keras hingga aku dapat meringis, akan tetapi sudah cukup aku tunduk dibawah ancamannya selama ini. Aku menggit tangannya dan mendorong dia, lalu lari dari sana. Berharap ia tak akan mengejarku dan aku dapat waktu untuk berpikir, tentang apa yang harus kulakukan kedepannya ....

.
.
.

"Aku berkencang dengan Vano!!!" Lia terlihat antusias, bahkan matanya sampai menyipit karena terlalu bersemangat tersenyum, aku turut bahagia apalagi aku juga tahu kalau dia sangat menyukai lelaki yang lumayan populer di kalangan perempuan itu.

Walau ... aku agak sedikit tidak setuju di dalam hati, karena Vano terlihat aneh gelagatnya jika di depan perempuan. Tetapi, siapa yang bisa menghalangi Lia? Ia pasti akan langsung membogem orang yang macam-macam dengannya, aku tahu itu.

"Syukurlah! Aku turut senang," balasku juga, tetapi tiba-tiba aku langsung mengganti ekspresiku menjadi murung, "Jadi, kita akan jarang bermain dong?" niatku hanya ingin menggodanya.

"Yash, nggak dong! Kita akan terus bermajn seperti biasa, hanya saja beberapa waktumu akan tersisih! Hehe, kamu juga dong cari pacar!"

Waktu itu terasa begitu nyaman dan lancar, akan tetapi setelah beberapa hari mereka berkencan aku juga entah mengapa menjadi sering mengobrol dengan Vano, entah dia yang bertanya atau karena Lia yang membuka topik untuk kami berdua.

Sejujurnya aku sedikit tidak nyaman dan kalau bisa aku ingin mengatakan bahwa, aku tak ingin berteman dengan Vano. "Hey, di mana Lia? Apakah kamu melihatnya?" Aku terkejut dari lamunanku, ah itu dia ... orang yang sangat kuhindari saat ini.

"Mm, tidak tahu? Hanya saja, tadi Lia pamit ke kamar mandi, sih," jawabku tak peduli, lalu berpura-pura menulis di buku yang terletak di meja. Sedangkan Vano, aku dapat mendengar suara langkah kakinya mendekat hingga tepat berada di samping bangkuku.

Aku sedikit tidak nyaman, bahkan hingga sangat tidak nyaman ketika aku mulai merasakan embusan napasnya menyapa cuping telingaku. "Apa yang kau lakukan? Kau terlalu dekat!" Hentakku sedikit menjauh dengan mencoba menggeser bangkuku, akan tetapi nihil, ia telah menahannya dan dengan secepat kilat lelaki brengsek ini menempelkan bibirnya pada bibirku.

Sebelum aku dapat melakukan perlawanan, bahkan ia sudah menggenggam tanganku dengan cengkraman yang tak main-main, bahkan jika tidak begitu aku rela jatuh karena beban di atasku ini. Berusaha aku untuk meronta berkali-kali namun gagal, lelaki ini lebih unggul tenaganya dibanding diriku.

Tak lama aku dapat mendengar suara langkag kaki mendekat, aku yakin itu adalah Lia! Dengan segenap tenaga aku mengumpulkan tenagaku dan menghempaskan lelaki itu, walau diriku harus terjatuh dan terhantuk meja di belakangku ini ....

"Errr, guys? Kalian sedang apa?"

"Vano tadi men--!"

"Nata mendorongku karena aku mengagetkannya." Dasar lelaki brengsek itu, dan entah mengapa Lia hanya mengangguk seperti orang bodoh lalu percaya, aku ingin menangis saja rasanya saat ini ... apa yang harus kulakukan setelahnya? Jelas-jelas ini juga salahku karena tak bisa menghindar lebih cepat.

Bahkan seiring dengan berjalannya hari aku masih tak dapat memberitahukan Lia tentang perihal tersebut, aku sungguh kalut dalam pikiran-pikiran negatif yang luar biasa ini, bahkan mereka juga telah memengaruhi kehidupan sehari-hariku.

Tak hanya itu, lelaki brengsek itu pun masih sempat mengancamku dan aku hanya bisa diam tanpa melawan, aku benar-benar gadis tak tahu malu.

***

Dadaku sesak mengingat itu semua, bahkan aku belum sampai setengah jalan untuk ke rumah Lia. "Maafkan aku ...," lirihku tak kuat, badanku meluruh, jatuh berlumuran lumpur. Mataku mulai berkunang-kunang, rasa dingin ini menusukku bahkan aku dapat merasakan detak jantungku bergerak begitu lambat dan tulang rusukku membeku.

Aku hanya ingin bertemu dengan Lia dan memeluknya ... entah apa dia akan membenciku atau tidak.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro