Siapa Dia? (bagian 2)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tiga bulan di kota ini aku merasa sangat senang, walau sekarang tugasku sangat menumpuk. Beruntung ada Jam yang dapat selalu melepaskan rasa lelahku, ah dia kucing yang sangat menggemaskan dan pintar.

Selama waktu yang telah terlewati juga kehidupanku baik-baik saja. Aku mulai mengenali orang-orang di kelas, berhubungan baik dengan Owen dan masih banyak hal yang berjalan baik.

Aku sangat bersyukur atas hal itu. Kalian menanyakan Swan? Dia wanita yang teramat menyebalkan! Selalu saja menyusahkanku di berbagai situasi.

Seperti tadi, di saat aku sedang sedang membuka loker, ia mengagetkanku yang membuat seluruh perhatian orang-orang di lorong menuju padaku. Apa-apaan itu?! Wanita itu ingin sekali kupukul.

"Berbeda sekali dengan hewan peliharaan yang sangat menggemaskan ini ...." Aku mengangkat Jam dan berbaring di tempat tidurku, aku mengelusnya lembut dan kuciumi dia.

Omong-omong tentang Swan, ternyata ia satu kelas denganku. Tetapi, kenapa dia tidak ada saat hari pertamaku di sana? Apakah dia bolos sekolah? Yah, bisa jadi karena saat sore itu kulihat dia memakai seragam dan saat di sekolah juga aku tidak melihatnya.

Miaw~

Aku menatap Jam yang juga melihatku dengan lucu, astaga dia sangat menggemaskan! "Apakah kau ingin makan?" Jam mengelus kepalanya dengan tanganku.

Aku pun menganggapnya ia dan menyiapkan makanannya di atas mangkok, tempat biasa Jam makan. Setelah itu aku mengecek ponselku dan dapat kulihat notifikasi dari Owen.

Hey Oliver, apakah kau sibuk malam ini?

Tidak, aku kosong

Apakah kau bisa menemaniku belanja?

Bisa. Tetapi, di mana Ryan?

Tidak biasanya Owen meminta tolong seperti ini. Aku tidak keberatan sih, hanya heran saja. Pasalnya Owen terlihat sangat bergantung pada Ryan, yang kudengar mereka berteman sejak taman kanak-kanak. Ada apa dengan mereka berdua? Astaga pikiranku macam-macam sekali!

Tidak apa, Ryan sedang pulang ke rumahnya.

Aku akan menjemputmu, jadi kau hanya perlu bersiap saja, ya!

Oke, kutunggu.

Yash, aku hanya perlu bersiap. Kaos oblong putih dan celana training cukup bukan? Oh, ya jaket abu-abuku tidak lupa. "Jam, aku akan pergi bersama Owen nanti. Kau jaga rumah, ya dan jangan nakal oke? Hihihi."

Tiga puluh menit telah berlalu, tetapi Owen tak kunjung datang. Aku mulai bertanya-tanta tentang hal itu. Sementara di bawahku, Jam mengekoriku yang memang sedang bingung.

Yeah, kebiasaanku yang mungkin tak akan pernag hilang. Jika aku merasa panik, bingung, bahkan waspada aku akan berkeliling ruangan tanpa sadar hingga rasa itu hilang.

Tok tok tok!

Ketukan pintu menginterupsiku. Tanpa pikir panjang aku membuka pintu dan mendapati bukan Owen di balik pintu tersebut, justru yang kulihat itu adalah Swan, gadis yang baru saja kupikirkan.

Eh? Kupikirkan ... Lupakan!

"Hei, kenapa kamu yang datang?" Aku langsung bertanya heran kepadanya, gadis itu terlihat sangat berantakan. Sebenarnya tidak, ia memakai busana yang cukup rapi namun rambutnya sangat terlihat acak-acakan.

"Apa yang kamu maksud? Aku hanya ingin bertemu dengan Jam! Hai Jammie, apakah kau sehat? Kau baik? Kucing gemasku." Swan memeluk Jam yang mendekatinya, ia berbicara dengan nada seperti anak kecil.

Tetapi, hal itu sangat membuatku muak! Apa-apaan itu? Dia juga masuk ke dalam sebelum kuizinkan, dasar tidak tahu sopan santun. "Hey, kau ini ...." Aku bergumam spontan.

Ia duduk di atas sofa bersama Jam, tanpa menghiraukanku yang sedang berdecak kesal. Dasar gadis itu, selalu saja semaunya. "Kau belum menjawab pertanyaanku dengan baik, apa yang terjadi?" tanyaku setelah duduk berhadapan dengannya di atas kursi meja makan.

Dia melepaskan Jam dari pelukannya, laly menyelipkan sehelai rambutnya yang jatuh ke belakang telinganya, "Ti-tidak, hanya saja ... bolehkah aku bermalam di sini? Hanya untuk malam ini aku janji!"

Aku terdiam, masih memproses apa yang dia katakan, "Hah?" Lalu seperti di sambar petir aku terkejut hingga hampir terjatuh ke belakang jikalau tidak dipegang oleh Swan.

Ceklek!

Pintu kediamanku dibuka lagi oleh seseorang, kami melihatnya bersamaan dan di sana ada Owen yang berwajah ceria serta semangatnya langsung luntur ketika tatapnya bertemu langsung dengan kami.

***

"So, apa yang kalian lakukan tadi?" ujar Owen membuka pembicaraan seraya mengambil kotak susu di lemari pendingin dan memasukannya ke dalam keranjang. Aku melirik ke arah Swan dan gadis itu malah tidak menjawab.

Dirinya jalan-jalan sepanjang lorong mini market tanpa mempedulikan yang lain, menghela napas aku dibuatnya. "Haa, jangan dipikirkan ... dia hanya berkunjung untuk menemui kucingnya," aku menjawab dengan tangan terulur mengambil snack yang tak dapat digapai oleh Owen.

"Yash, terima kasih!"

Kami bertiga menyelesaikan acara belanja-belanja itu dengan waktu yang cukup lama, setelahnya kami keluar dan duduk pada gazebo menikmati semangkuk mie instan bersama-sama sambil merasakan dinginnya angin malam.

"Wah! Mie ini sangat enak, lain kali aku akan membelinya lagi," Swan berkata dengan mulut yang penuh, uap panas juga terlihat keluar dari mulutnya. Ia terlihat sangat menikmati hal itu dan memang benar, mie ini sangat enak.

Walau terlalu pedas untukku, "Yash, ini juga jadi favortiku." Owen langsung menyuap sesumpit mie lagi ke dalam mulutnya dan mereka tertawa bersama-sama.

Walau angin malam ini membuat badan kami menggigil karena kedinginan, namun suasananya sangat hangat, "Owen, apakah kau menangis?" tanya Swan tiba-tiba, rasa janggal yang kurasakan sebelumnya ternyata Swan juga merasakannya, ya?

Owen terdiam, ia terkaku sedangkan aku langsung menarik cup mie itu dan menepuk pundak Owen, "Tidak apa ... kamu bisa mengeluarkannya, itu pun jika kamu mau."

Setetes air mata pun terjatuh dari matanya, Swan juga mendekat, mendekap tubuh yang besarnya hampir sama dengan dirinya. Owen terisak, ia menumpahkan segala beban yang bisa dia rasakan.

Aku mengetahuinya, itu sangat berat. "Tidak apa, ada kami di sini ...." Aku memeluknya, mengusap punggungnya halus.

Merasakan getaran yang ia hasilkan dan ikut terbawa suasana, mataku berkaca-kaca. Ah, hidup memang tak dapat ditebak. Malam itu dipenuhi tangisan dan isakan aku serta Owen yang ternyata ia hanya merindukan Ryan.

Hingga di pagi hari ini aku dapat melihat mataku yang membengkak akibat ikut menangis tadi malam, sial! Hal usil apa lagi yang bisa dilakukan Swan padaku kali ini?

Akankah dia mengejekku kembali? Aku berangkat ke sekolah dengan harap-harap cemas, semoga diriku ini tidak bertemu si jahil itu. Bahkan aku terlihat seperti penguntit sekarang, karena aku mengendap-endap dari tembok ke tembok.

Seraya memerhatikan orang-orang yang lalu lalang, "Huft, beruntungnya dia tak ada," ucapku lega dan masuk ke kelas. "Siapa yang tidak ada?" Suara itu mengejutkanku! Siapa itu?

Oh tentu saja, senyumnya sangat menyebalkan sekali.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro