Untaian Ingatan (akhir)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Caleo masih saja dengan erat memeluk bingkai foto Eris, ia sudah terjebak dalam kejatuhan yang mendalam semenjak 10 tahun terakhir. Di malam yang menyesakka itu ia tersadar bahwa dirinya berada di rumah sakit.

Hal pertama yang ia khawatirkan adalah Eris, ia melepaskan genggaman orang yang sangat dicintainya itu. Caleo lari seperti orang gila menanyakan kepada tiap orang "Di mana istriku? Di mana Eris?" tanyanya dengan nada yang tergesa-gesa dan sorot mata penuh ketakutan.

Beberapa pekerja mencoba menenangkan Caleo, bahkan hingga membiusnya agar tenang. Setelah tersadar ia kembali bertanya pada perawat yang berada di dalam ruang, Caleo pun harus menghadapi kenyataan pahit saat itu juga.

Ia diantarkan ke ruangan, tempat di mana ia melihat tubuh yang telah terbalut dengan kain putih itu dan membukanya. Tak kuasa air mata yang telah jatuh itu, kembali berlinang dengan derasnya.

Wajah yang sangat dicintainya itu terlihat sangat pucat dan membiru. Bahkan disaat ia masih bertarung dengan cedera otak yang dialaminya akibat benturan keras, Caleo menyanggupi mengantar istrinya ke tempat yang paling nyaman untuk beristirahat terakhir kalinya.

"Apakah aku terlalu serakah jika mengharapkanmu untuk kembali sayangku?" Caleo memandang bingkai foto kesayangannya itu, di sana tercermin Eris dengan senyuman sehangat mentari yang ditunjukkan hanya untuk Caleo.

.
.
.

"Bagaimana bisa aku difoto jika kau ada di sini?" geram Eris pada Caleo yang mengganggunya itu, sedangkan si empu hanya tertawa pada calon mempelai wanitanya. Ia menggeleng dan tak menghiraukannya.

"Lanjutkan saja, berposelah yang cantik. Kau ingin memberikan kesan yang bagus untuk anak kita nanti 'kan?" Eris memerah, ia sangat terkejut bahwa Caleo dapat mengatakan hal seperti itu bahkan di depan orang lain.

"Hentikan itu!" Fotografer yang melihat kemesraan dua calon pasutri itu hanya bisa menghela napas, ia lalu memberikan kode pada Eris untuk bersiap difoto. Beberapa kilat cahaya sudah terlewat di sana, namun masih belum ada foto yang terlihat bagus di mata sang fotografer.

Caleo yang mengerti mengangkat kedua tangannya dan menyatukannya di dadanya sendiri, ia memberikan kode untuk bernapaa dengan tenang pada Eris yang terlihat gugup.

Eris yang mengerti pun melakukannya, ia memandang calon suaminya yang tampan itu terbalut dengan jas putih bersih dengan senyuman nan indahnya dapat terpatri di sana. Eris pun tersenyum tak kalah indahnya, ia tenang.

Tak menyia-nyiakan kesempatan, sang fotografer langsung mengambil momen itu.

***

"Bangunlah Caleo!" Suara yang penuh tuntutan dan terdengar menggelegar itu membuat Caleo yang terlarut dalam kesedihan tiba-tiba terkejut. Saat ia sedang bingung dari mana datangnya suara itu berasal, sebuah sinar yang sangat menyilaukan mata muncul.

Cahaya itu berasal dari ruang pribadi Eris, di lantai dua. Caleo pergi ke sana dan mendapati pintu ruangan terbuka lebar. Di sana ia melihat sebuah makhluk melayang dengan cahaya putih bercampur kuning dan sayapnya yang begitu megah seolah-olah dapat meluluh lantahkan seisi rumah dengan mudah.

Caleo jatuh terduduk, ia berlutut di hadapan makhluk itu, tak percaya pada makhluk ajaib di depannya ini. "Si-siapa kau?" tanyanya, mengundang gelak tawa yang memekakan telinga.

Dari dalam secercah cahaya itu keluarlah sebuah tongkat panjang dengan lingkaran di ujung atas dan sebuah jarum di ujung bawah, tak lupa di lingkaran yang sepertinya adalah pusatnya terdapat banyak mata yang melihat Caleo dengan tajam.

Tongkat itu menyapu ruangan di depannya, membawa Caleo ke tempat lain. Caleo kembali terpana dengan tempat yang ia lihat. Ia berdiri di atas padang lavender yang permukaan tanahnya bergelombang, langit yang meneduhi tempat itu terlihat sangat putih dan bersih dengan kumpulan awan nan ramah.

Caleo yang sedang terdiam itu kembali fokus pada makhluk yang membawanya, setelah kemunculan tongkat sepasang sayap besar berwarna putih keluar dari kanan serta kiri cahayanya dan sebuah mahkota bergerak yang bentuknya bulat juga bersayap melengkapi penampilan makhluk itu.

Di permukaan cahaya itu juga muncul benda lain seperti tentakel lengket penuh dengan mata yang melihat langsung ke arah Caleo. Caleo merasa jijik dan merinding, namun ia kembali terkejut saat melihat di tengah cahaya itu.

Sebuah kelopak mata tiba-tiba terbuka, warna hitam legam membuatnya terkagum dan rasanya ia bisa tenggelam karenanya. "Hentikan itu! Bukankah kau ingin hidup bersama kekasihmu?" tanya makhluk itu.

Caleo yang tersadar langsung terkesiap, ia kembali berlutut dan mengangguk cepat. Pikirannya berkecamuk karena bingung, "Ta-tapi, siapakah dirimu? Apakah kau Tuhan?" tanyanya tak tahan akan rasa penasaran yang mendera.

Makhluk itu kembali tertawa, ia kembali menyapu tongkatnya dan membuat sekitarnya menjadi seperti tersobek dan dari dalam sobekan tersebut hanya dapat dilihat kekosongan putih yang dalam.

"Kamu akan mengerti, hanya saja perlu dipaksakan. Pergilah!" Sebuah angin besar lamgsung saja menerpa Caleo hingga ia terhempas dan tertahan oleh tembok kayu.

Lelaki itu kembali mendapati dirinya sudah berada di dalam rumahnya, di depan ruangan pribadi Eris yang terbuka lebar. Cahaya yang tadi ada di sana, berganti dengan sebuah kanvas yang cukup besar. Di sana terlukis sebuah gerbang yang terbuka di antata langit dan bumi.

Tak lupa sebuah bayangan jam besar juga ada di dalam lukisan tersebut, Caleo masuk ke dalam ruangan itu dan mendapati banyak lukisan lain yang bersinar seperti lukisan gerbang dan masing-masing dari mereka memiliki tulisan kuno di bagian bawah kanvas.

Masih tak mengerti, Caleo terkejut ketika pintu di ruangan itu tiba-tiba tertutup. Lelaki itu menghiraukannya dan kembali menatap satu persatu lukisan yang terpasang pada sanggahannnya dan tangannya terulur pada satu lukisan yang sangat indah.

Di sana terlukis pemandangan danau indah, tempat terakhir Eris dan Caleo menghabiskan waktu bersamanya sebelum insiden mengerikan terjadi. Ketika tangannya menyentuh permukaan kanvas, sebuah cahaya yang begitu menyilaukan memaksa Caleo untuk menutup matanya.

Saat ia membuka matanya, ia tertegun. Rasanya seperti ditarik dan mendapati dirinya berada di dalam lukisan tadi. Tak sampai disitu, ia mendapati Eris yang sedang duduk santai di samping pohon rimbun dan ia juga dapat melihat senyuman dirinya sendiri alias Caleo lain menatap Eris.

"Apakah itu aku?" monolognya, ia memandangi kejadian itu dari jauh. Rasanya aneh, seperti melihat kepingan memori sendiri. Lalu Caleo dan Eris pergi dari sana, meninggalkan lelaki tua ini dalam kebingungan.

Caleo sendiri tak paham mengapa ia berada di sini, terakhir kali ia hanya terpeleset jatuh setelah membuak ruangan pribadi Eris dan masuk ke dalam lukisan karena ia menyentuhnya. Tak mau larut dalam kebingungan, Caleo pun berlari.

Ia mengejar kepingan memorinya yang pergi sesuai dengan apa yang diingatnya. Tak sanggup mengejar mobil itu Caleo kelelahan, ia sudah terlalu renta untuk itu semua. Badan rapuhnya terjatuh dan ia kehilangan kesadaran selama beberapa saat.

Dirinya kembali terbangun ketika sebuah getaran yang cukup keras untuk membangunkannya, Caleo langsung bergegas dan melihat sebuah sepeda tua yang ada di dekat semak belukar. Ia langsung menaiki dan mengayuh sepeda itu menuju tebing.

Namun, belum sampai ia di sana sebuah getaran menjatuhkannya. Tanah longsor pun dapat ia lihat di depan sana, ia langsung meninggalkan sepeda itu dan berlari ke tanah longsor tersebut. Saat sampai di sana ia melihat dirinya sendiri terkapar di samping pohon.

Tak peduli, ia turun perlahan dari atas tebing dan mencoba mencari Eris. Caleo mencari ke sana kemari, namun nihil. Ia tak menemukan apapun, air mata kembali turun dari pelupuk matanya.

Hari pun sudah menjadi gelap, badannya sudah basah akibat keringat. Sebuah tangan di balik timbunan tanah pun menyadarkannya, ia mendekat dan langsung menggali tanah itu dengan kedua tangannya.

Ia tak mengindahkan luka di tangannya akibat menggali tanah, kukunya sedikit terkelupas bahkan darah keluar dari sana. Saat timbunan tanah itu mulai tergali dapat ia lihat itu adalah Eris. Caleo berusaha sekuat tenaga menarik Eris hingga ia terjatuh bersama mayat Eris yang sudah mati.

"Ke-kenapa? KENAPA HARUS ERIS?!" Ia menangis, meraung putus asa mendapati jasad kekasihnya yang terlihat mengerikan. "Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa aku kembali ke sini?" Caleo merengek tak percaya, ia terisak sembari memeluk mayat Eris.

Caleo tak mengerti, kenapa ini semua terjadi padanya. Apa yang harus dia lakukan? A-apa yang bisa Caleo lakukan?o

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro