November 02

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Buanyakk, hahaha.

Banyak banget sih, sampai nggak bisa terhitung jumlahnya tentang kekecewaan yang kualami. Dari nggak dapat tempat duduk di acara undangan, sampai nggak lolos ujian. Iya, ujian memenangkan hati Eunkwangie. Lah. Maaf, maaf, mari kembali ke tema tentang kekecewaan.

Karena banyak, aku hanya memilih satu momen yang masih membekas sampai sekarang—nggak akan pernah bisa terlupa juga.

Era baru awal-awal nulis, amatir banget lah, aku nekat ikut event. Jelas hasilnya, GAGAL. Tulisan masih acak-acakan, tanda baca melantur, alur bertele-tele, rasanya wajar jika aku tersingkir dari dua ratus peserta yang ikut event lewat media sosial Facebook itu. Tapi dulu umurku masih belasan tahun, boro-boro mikir wajar, yang ada kesal setengah hidup setengah mati. Padahal baru satu kali berjuang, aku udah down. Nggak mau ikut lomba apa-apa lagi, bahkan nggak mau lihat-lihat beranda FB. Yah, sebegitu labil dan kekanak-kanakannya diriku.

Kemudian waktu membawa diri yang rapuh macam sayapnya kupu-kupu ini lebih masuk ke dalam dunia tulis-menulis. Aku memang menyukai dunia itu sejak naik kelas empat sekolah dasar, menulis menurutku membangun dunia lain dari dunia nyata, membangun sesuatu yang tidak mungkin terjadi, menjadi mungkin dalam dunia imajinasi.

Tahun kedua, aku ikut lomba lagi, dan kembali kalah. Hanya mendapat gelar peserta. Aku berpikir, apa yang salah, atau memang bukan passionku di literasi—karena jujur, aku nggak belajar di jurusan sastra. Berbulan-bulan, aku baru menyadari bahwa tulisanku yang salah, tulisanku yang masih acak-acakan tapi aku nggak pernah mau bebenah. Di situ aku merenung, intropeksi diri sampai ke hal-hal kecil aku pikirin. Aku mulai berubah di tahun itu. Masuk ke grup kepenulisan, belajar bersama-sama anggota dan mentor. Dulu nggak pernah rajin buka KBBI, nggak pernah buka tesaurus, bahkan nggak pernah mau menghafal diksi. Aku juga mulai membaca banyak karya dan buku dari penulis-penulis hebat, dari sana aku menyimpulkan sesuatu; kalau dirimu saja tidak mau berubah, lalu apa yang mau kamu harapkan dari hasil? Kalau kamu saja berusahanya cuma segitu, mana mungkin mendapat pengetahuan yang besar?

Cara berpikirku amat sempit dahulu. Orang-orang mungkin mengalaminya, karena pasti ada fase dimana dirimu kecewa dengan suatu harapan, tetapi belum benar-benar berjuang untuk harapan besar itu sendiri.

Dan sekarang aku juga berpikir, kalau ikut event atau lomba, tidak peduli menang atau kalah, yang terpenting bagaimana kamu merasakan prosesnya. Jatuh? Bangkit lagi. Seseorang yang sukses pasti merindukan masa-masa jatuh dan terluka di satu waktu harinya. Karena orang sukses pun berasal dari kegagalan.

Aku juga masih terus berproses, memperkokoh mental, dan sedang menikmatinya, hehe. Pelajaran yang bisa didapat dari bagian ini; jangan pernah berhenti untuk sesuatu yang ingin kamu raih.

Ini diary rasa gimana gituu. Biarlah ya, ini curahan hati yang paling dalam lho, hahaha.

Sampai jumpa besok!




- N O V E M B E R 2 0 1 9 -

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro