15.TERDUGA PUNCAK MASALAH

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Raina berbalik, mendapati Harris berdiri dengan tangan bersedekap. Masih ada beberapa karyawan yang belum pulang. Tetapi Harris seperti tidak peduli. Mereka sudah jadi bahan omongan yang seru. Digoreng, ditambahin bumbu sampai hal yang nyata tertutupi dengan hoax yang belum tentu benar. 

Raina tidak ingin melawan Harris. Selama ini dia menolak, menghindar secara halus dari semua usaha cowok itu mendekatinya. Kenyataannya susah, Harris tidak mau didikte siapa pun soal hal pribadinya. Pun bagi Raina. Dia tidak mau memanfaatkan situasi Harris yang menginginkan dirinya, dengan naik jabatan atau mendapatkan posisi lebih baik dari SPG. 

Karena itu juga Raina belum menjawab bersedia atau tidak jadi penanggungjawab. Baru tawaran saja orang-orang langsung memandang negatif padanya. Tidak semuanya tetapi lebih banyak karyawan yang menatapnya sinis daripada yang biasa saja tanpa ekspresi. 

"Jangan ngaco, Pak. Udah malem, saya harus pulang." Raina membenahi barang-barangnya dan segera beranjak dari ruang loker karyawan. 

"Kita harus bicara, Raina. Saya antar kamu, ya?" 

"Nggak perlu, Pak. Saya naik ojol, aja." 

Harris menarik napas. Dia tidak bisa memaksa Raina. Kalau dia terus mendesak, Raina akan makin menolak. Oke, Harris sadar semua harus dilakukan perlahan. 

"Masih usaha terus, lo?" Mereka bertemu di lift. Beberapa hari ini mereka sering ada di kantor dari buka toko hingga tutup. Selain karena memang banyak pekerjaan, keduanya punya misi masing-masing. Dan tujuannya orang yang sama. 

Saat menunggu ojek online datang, Raina ingin tahu kabar sahabatnya yang sedang cuti.
"Ka, kamu cuti sampai kapan, sih?" Raina menghubungi sahabatnya yang sudah dua hari cuti karena menengok adiknya yang sekolah di kota lain.

"Lusa juga udah masuk. Kenapa, sih? Kangen, ya?" 

"Issh, najis banget kangen sama kamu. Gini-gini aku masih normal. Aku butuh pendapat, nih. Cepet balik, ya?" 

"Iya, Raina. Kangen tinggal bilang, sih, pake gengsi segala." 

Raina memutus sambungan telepon. Dia yakin di sana Cika pasti tertawa bahagia berhasil membuat Raina kesal. Realitanya Raina memang merindukan sahabat yang hangat seperti Cika. Dia dewasa meskipun umurnya lebih muda dua tahun. 

Dilema rasanya. Butuh pemasukan lebih banyak, seharusnya membuat Raina langsung terima saja tawaran Harris. Senorak apa pun Harris mengejarnya, dia tetap atasan. Tidak mungkin begitu saja Harris menawarkan posisi yang pasti diinginkan juga oleh karyawan lain. 

Lalu permintaan Harris untuk jadi pacarnya, apa itu serius? Aarggh, berkali-kali Raina menggeleng untuk melupakan saja hal itu. Hatinya masih belum sanggup move on dari Shaka. Bodoh banget, padahal sudah jelas cowok itu menolak, tapi Raina masih stay di tempatnya. Menunggu Shaka berubah pikiran. 

***

Di apartemen, Shaka baru saja menyelesaikan beberapa rencana bazar untuk tambahan event akhir tahun. Sejenak ingatannya kembali pada pembicaraannya dengan Harris saat di lift. 

"Masih usaha terus, lo?" 

"Hhh, susah ternyata. Dia bener-bener nolak tanpa pikir panjang." 

Hanya mereka berdua di dalam lift. Karyawan sudah pulang, kecuali mereka yang bertugas jaga malam bareng security. 

"Soal promosi buat Raina, apa karena lo suka sama dia?" Shaka tidak peduli apa yang akan Harris pikirkan tentang dia setelah pertanyaan itu meluncur. 

"Enggaklah. Gue profesional. Lo baru masuk, jadi nggak tahu sepak terjang dia di Sunny Departemen Store." 

Shaka mengakui dirinya terlambat, dia kecolongan. Kalau dia menerima Raina saat confess, resikonya berat. Dia tidak bisa berkutik kalau Lisa bergerak di luar kendalinya. 

Lamunannya terhenti dengan adanya pesan masuk. Baru dipikirin orangnya sudah muncul di ruang chat. 

"Bagus, Shaka. Penolakan cinta Raina aku harap itu bukan pura-pura." 

Shaka mengabaikan pesan itu. Buat apa membalas, toh, dia tahu segalanya. Dasar anak tunggal manja. Sedikit lagi semua hal yang dia kumpulkan akan bisa jadi senjata ampuh guna melawan Lisa. 

Shaka mencurigai ada orang lagi dibalik komplotannya Dodi. Shaka diam-diam mencari tahu tentang bisnis pinjaman online miliknya. Kalau dilihat dari keluarga Dodi, tidak mungkin dia punya dana sebesar itu. Rumahnya sangat sederhana, bahkan istrinya mengatakan kalau Dodi jarang pulang. Siapa orang di belakangnya. 

Pesan yang hanya dibaca tanpa direspon membuat  Lisa berang. Kalau tidak karena cinta dia sudah bikin Shakanala hancur. Rasa malu karena Shaka kabur saat hari pernikahan mereka setelah lulus SMA, menumbuhkan dendam dalam diri Lisa. 

"Lisa, please, deh! Itu masa lalu. Lupain!" gumam Lisa lalu menaruh kasar ponselnya di atas meja. 

Belum reda rasa kesal karena Shaka, Lisa dikejutkan dengan masuknya sang mami—Widya.

"Mi, kebiasaan, deh! Nggak ketuk pintu dulu kalo mau masuk." Lisa bangun dari kasur dan mengambil ponsel yang baru saja ditaruhnya. 

Dia hafal setelah ini akan mulai lagi ceramah dari ibu dosen Widya. 

"Mami sengaja nggak ketuk karena mau tahu kamu lagi ngapain di dalam." Ketusnya kalimat Widya tak sedikitpun membuat Lisa respek pada maminya. 

"Mami mau kamu lanjutin kuliah lagi, Nak. Daripada kamu nggak tahu mau apa. Selama ini Mami diam karena nggak mau ribut sama Papi." 

"Jangan paksa kalau anaknya nggak mau, Mi! Otak tiap manusia isinya beda-beda." 

Ini dia pertolongan buat Lisa. Papinya—Wardhana selalu membela meskipun dia salah. Hal ini yang memanjakan Lisa hingga dia jelang dewasa seperti sekarang. 

Widya kesal dengan pembelaan yang dilakukan suaminya. Memanjakan Lisa bukan solusi yang benar. Wardhana merasa bersalah setelah Lisa coba bunuh diri. Semua karena pernikahannya dengan Shaka batal. Rasa bersalah itu muncul karena Wardhana terlanjur janji kalau akan selalu menuruti kemauan putrinya. 

"Papi tahu nggak kalo Lisa terlibat bisnis pinjaman online. Dan anak buahnya sudah tertangkap." 

Bersambung

Nah lo, Lisa ketahuan.
Polisi sudah mengendus ini belum, ya.

Oke, Guys see you on the next part, ya. Thanks for your reading.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro