16. ONE PROBLEM SOLVED

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Lisa diinterogasi Widya setelah menangkap basah pembicaraannya dengan seseorang, entah siapa. Tentu saja Lisa tidak bisa mengelak di depan maminya. Tanpa cerita pun, Lisa sudah seperti buku yang terbuka bagi Widya. Jelas ada yang tidak beres dengan putrinya.

"Maksudnya pinjaman online? Ini benar, Lisa?" Wardhana menoleh ke arah puteri satu-satunya. Lisa menunduk, semua rencananya terbongkar.

Sebagai orang tua dan kepala keluarga, Wardhana merasa bersalah sudah kecolongan banyak hal. Kali ini dia harus menerima kenyataan kalau puterinya butuh bantuan psikiater. Keputusan ini berat karena Lisa selalu menolak setiap mau dibawa ke psikiater. Selama ini dia sudah salah bertindak.

Berurusan dengan polisi, tidak mungkin bisa dihindari. Lisa pasti akan dipanggil. Sebelum itu terjadi, Widya menghubungi pengacara untuk konsultasi sekaligus memberikan kuasa sebagai pengacara saat polisi melakukan pemanggilan.

"Mi, maafin Papi yang terlalu menutup mata, sampai Lisa berbuat senekat ini."

Widya sudah berulangkali mengingatkan Wardhana untuk tidak selalu menuruti keinginan Lisa. Setiap Lisa minta uang langsung dikasih tanpa tahu digunakan untuk apa.

"Hmm." Widya masih kesal dengan sikap Wardhana yang sering mengabaikan pendapatnya. Sekarang, saat semua sudah terjadi, baru dia minta maaf.

"Mami marah? Mulai sekarang Papi akan dengerin apa kata Mami. Papi janji. Jangan marah lagi, ya?"

Widya sudah lelah terlalu banyak bicara. Kini dia memilih lebih banyak bertindak, toh, hal itu tidak akan dilakukan Wardhana dalam waktu dekat. Dia akan menunggu polisi datang, baru menghubungi pengacara.

Tidak lagi akan terjadi, Widya menunggu suami memutuskan persoalan yang butuh tindakan segera. Dia akan lakukan sendiri dengan caranya.

"Mami harus ketemu pengacara." Widya mengambil tas dan blazer-nya. Mungkin Lisa akan membencinya karena tidak membantunya kabur. Kali ini dia berharap Wardhana lebih waras.

"Mi!"

Widya ingin mengabaikan panggilan itu, tapi dia harus bicara satu hal lagi.

"Pi, tolong kalau Lisa minta hal aneh-aneh, kabur misalnya, jangan dituruti. Mami mohon, dia sudah dewasa dan harus belajar bertanggungjawab."

"Kalau dia sampai ditahan gimana? Lalu, kalau dia nekat bunuh diri lagi apa kamu tega, Mi?"

Widya menghela napas.
"Karena itu kita perlu bantuan psikiater, Pi. Diagnosanya mungkin bisa meringankan Lisa. Karena memang begitu faktanya. Tolong, deh, kali ini jangan abaikan Mami."

Wardhana bungkam. Ada sisi dalam dirinya yang tersentil dengan kalimat Widya. Oke, dia salah. Lisa nekat karena saking cintanya sama Shaka. Dan makin merasa kasihan saat dia berusaha melukai diri sendiri.

"Maaf, Lisa. Papi tetap bantu, tapi mungkin kamu nggak akan suka caranya. Jangan benci Papi, Nak!"

Wardhana mengirim pesan pada Widya, untuk mencari psikiater terbaik yang dia kenal. Dia sudah usaha bertanya ke relasi, klien, dan rekan bisnis, barangkali mereka tahu informasi yang dia butuhkan. Tetapi hasilnya nihil.

"Mami sudah ketemu dokternya, Pi. Tinggal nanti Mami re-schedule lagi. Makasih sudah mau dukung Mami. Maafin Mami juga yang terlalu emosi tadi. Kita jalani dan dukung Lisa sama-sama, Pi. Demi masa depannya."

Wardhana membenarkan pendapat istrinya. Saatnya berubah dan memperbaiki kesalahan yang sudah terlanjur terjadi.

Di kamarnya Lisa mendengar semua pembicaraan orang tuanya. Jalan sudah buntu, tidak ada lagi yang mau menolongnya. Bahkan orang tua malah membiarkan kalau sampai dia ditahan. Lisa menangis sesenggukan, Shaka pergi dan tidak pernah mencintainya.

Sedih, marah, bingung, dan takut semua jadi satu. Emosi Lisa meledak, semua barang dilempar, suara teriakan benda jatuh dan pecah membuat ART memanggil Wardhana di ruangan kerjanya.

Hampir saja terlambat, Wardhana dihadapkan dengan pemandangan yang sama. Lisa sudah memegang pecahan kaca dan akan menggores pergelangan tangannya. Dengan gerakan cepat, Wardhana merebut kaca dan melempar jauh dari jangkauan Lisa.

Wardhana ikut menangis sambil memeluk puterinya. Lisa harus tahu kalau dia akan baik-baik saja. Sempat berontak minta dilepaskan, akhirnya Lisa luluh. Wardhana berusaha meyakinkan Lisa kalau dukungan orang tuanya tetap ada.

"Kami janji akan terus ada di samping kamu. Jangan khawatir, kamu hanya perlu lakukan apa yang kami minta."

"Jangan tinggalin Lisa, Pi! Maafin Lisa juga." Dengan suara bergetar Lisa mengeratkan pelukannya. Wardhana membalas pelukan itu sambil mengusap air mata di pipinya.

***

Saat yang dinanti akhirnya datang juga. Persoalan Lisa sudah selesai. Shaka hanya ingin Lisa berhenti mengancamnya. Tinggal satu masalah, Shaka harus menemui papanya untuk bicara banyak hal.

"Lo jadi mau cuti? Gue bisa kasih asal nggak lama-lama, mumpung masih ada waktu nyiapain bazar."

"Gue cuma butuh waktu dua hari. Sebelum meeting gue udah di sini lagi."

Harris mengangguk, dia sudah menyetujui semua proposal yang diajukan sohibnya itu. Idenya brilian juga, dia yakin semua karyawan akan menikmati bonus besar jelang pergantian tahun nanti.

"Oiya, Raina sudah konfirmasi belum soal jadi penanggungjawab event?" Kali ini pertanyaan Shaka murni karena menyangkut pekerjaan.

"Belum ada. Kita tunggu aja, dia udah janji kasih jawaban secepatnya."

"Perlu gue tanyain langsung, nggak?"

Harris menoleh, bukan ide buruk, apalagi dia harus setor laporan bulan ini ke SDS pusat.
"Boleh, deh! Lo tanyain, kalo bisa bujuk sampe mau."

Sebenarnya Shaka bisa saja tidak peduli dengan Raina yang mau terima atau tidak tawaran Harris. Tetapi sebelum dia cuti dan bertemu papanya, Shaka ingin menemui Raina lebih dulu. Memastikan satu hal, apa ada kemungkinan baginya mendapat second chance dari Raina.

"Gue nggak janji bakalan berhasil atau enggak."

"Nggak masalah, kalo lo gagal gue bakal rayu dia supaya mau." Harris terbahak setelahnya. Sedangkan Shaka hanya tersenyum tipis.

"Sebelum lo rayu Raina, gue yang bakal ambil hatinya," bisik Shaka dalam hati.

Bersambung

Shaka action, Harris menyusun rencana. Raina?
Bingung di pojokan kamarnya. Wkwkwk.

Thanks for your reading. See you on the next part, ya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro