7. DIA KEMBALI

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mendengar nama lengkapnya dipanggil, tentu saja Raina menoleh lalu tersenyum ramah. Namun, senyumnya seketika memudar perlahan. Dia ingat siapa Lisa di masa sekolah dulu. Lisa-teman seangkatan dengan Shaka juga-yang membuat hubungannya dengan Shaka berakhir, bahkan belum sempat dimulai.

"Kenapa? Kaget?"

Lisa masih angkuh seperti dulu. Raina akui, Lisa pandai memadupadan fashion yang dia kenakan. Raina yang sekarang merasa tampil berbeda saja masih kalah. Kalau di sekolah, dirinya seperti langit dan bumi. Mana ada uang buat beli barang-barang mahal seperti punya Lisa. Sekarang, meskipun tidak secantik itu, Raina merasa dirinya sudah lebih baik. Paling tidak untuk dirinya dan demi pekerjaan yang menuntut penampilan menarik.

"Antara iya dan tidak. Lagipula apa peduliku? Ini sarana umum, tentu saja siapa pun boleh ke sini." Raina berusaha tidak meladeni Lisa yang dia yakin, pasti ingin memancing emosinya.

Tersirat kesal di wajah Lisa mendengar kalimat mantan teman sekolahnya yang cupu itu. Hebatnya, sedetik kemudian ekspresinya kembali tersenyum miring.

"Sepertinya lo belajar banyak selama jadi SPG, ya?" Kata SPG sengaja diucapkan dengan tekanan mengejek. Tatapannya seperti menelanjangi Raina tanpa ada yang terlewat. Senyum puasnya terbit saat menyadari, perubahan Raina belum mampu menandingi dirinya.

"Lama di Jakarta sepertinya kamu juga belajar banyak. Yaaa, asal otaknya juga diisi. Sayang kalau masih kosong juga."

Lisa memang cantik, tapi prestasi sekolahnya kurang menonjol. Bahkan beberapa kali dia harus ikut remidial, terutama mata pelajaran hitungan.

"Sialan, lo! Asal lo tahu, gue ke sini mau nemuin cowok gue. Lo mau tahu nggak, siapa?"

Raina terdiam. Cowoknya? Apa yang Lisa maksud Shaka? Apa mungkin? Raina menyadarkan diri itu bukan urusannya. Lebih baik dia pergi sebelum masalah makin panjang. Berurusan sama Lisa tidak ada untungnya. Justru Raina yang harus menambah dua kali lipat stok sabarnya.

"Bukan urusanku. Silakan cari aja cowokmu!" Raina langsung melenggang pergi. Panggilan Lisa tidak digubrisnya sama sekali. Terserah deh, bodo amat!!

Lisa kesal ditinggal begitu saja. Dia merasa diabaikan apalagi belum ada kabar lagi dari Shaka. Makanya dia nekat datang ke toko. Kekesalannya makin menumpuk.

***

Raina gusar setelah pertemuan dengan Lisa tadi. Aroma kopi di kafe favoritnya ini perlahan mengurangi rasa tidak nyamannya. Jadi favorit bagi Raina karena ramah pelayanan dan harganya. Raina masih sanggup sesekali datang, biasanya setelah gajian atau bonus penjualan turun. Tak ada yang lebih nyaman bisa sendiri, baca buku, ditemani kopi dan cemilan ringan.

Saat membaca halaman yang isinya menyesakkan, yaitu tokoh utama melihat orang yang ditaksir sedang memeluk gadis lain. Membaca itu ingatan Raina melayang pada Shaka. Bagaimana kalau benar dugaannya? Lalu apa rencananya untuk mendapatkan Shaka harus batal? Meskipun dia masih ragu dengan rencana itu, tapi dia belum tahu solusi lain.

"Kenapa harus aku, sih? Andai saja ayah nggak jodohin sama laki-laki hidung belang itu. Andai nggak pernah ada utang dalam keluargaku." Dan perandaian lain datang tanpa permisi. Cukup mengganggu kenyamanan yang sempat dirasakan tadi.

"Ini cake tiramisu dan ice cappucino-nya, Kak!"

Raina terkejut. Dia tidak merasa memesan dua menu itu.

"Oh, ini bonus, Kak. Kakak kami perhatikan sering datang, jadi kami sengaja memberi bonus." Pelayan itu langsung menjelaskan saat melihat Raina yang kebingungan.

"Makasih." Raina lega tidak harus membayar. Sebenarnya ragu, apa iya dia sesering itu datang. Raina memilih menikmati bonusnya tanpa ragu. Anggap saja ini obat untuk mengurangi sedihnya.

Di sudut tempat lain, pelayan tadi tengah berbicara dengan seorang laki-laki.

"Terima kasih ya, Mbak. Ini untuk bayar tagihannya sama sedikit rejeki buat Mbak."

"Wah, makasih banyak, Mas. Semoga cepat akur lagi sama pacarnya, ya." Tip yang diberikan cukup banyak. Pelayan itu memasukkan bagiannya di kantong dan kembali bekerja.

Laki-laki itu mengaku pada pelayan kafe kalau Raina adalah pacarnya, dan mereka sedang bertengkar. Dan dia sedang berusaha membujuk Raina supaya mau berbaikan. Padahal semua hanya kebohongan, demi melihat Raina tidak sedih lagi.

Ponsel laki-laki itu bergetar begitu dia masuk ke dalam mobil. Dia terpaksa menjauhkan ponsel karena di sana langsung ngomel sepanjang jalan kenangan.

"Shaka!!! Sayang, kamu di mana? Aku di toko pengen ketemu kamu."

Iya, laki-laki yang baru saja memberi bonus cake tiramisu dan ice cappucino ke Raina adalah Shaka. Dia tidak mau Raina bereaksi berlebihan, dan diam-diam adalah cara paling aman.

"Gue lagi meeting di luar, gantiin bos. Lagian ngapain lo ke toko?"

"Ya mau ketemu kamu dong, Sayang! Jangan bilang kamu sengaja ngehindarin aku. Aku bisa saja telepon Om dan kasih tahu ...."

Shaka muak mendengar kata itu diucapkan dari perempuan culas macam Lisa. Dari dulu sampai sekarang dia terus saja menguntitnya. Bahkan selalu punya cara membuatnya tak berkutik.

"Oke! Kita ketemu di luar." Shaka mengambil napas dalam. Lisa tidak bisa dihadapi dengan emosi.

Shaka tidak ingin kalau papanya tahu keberadaan dirinya. Dia hanya akan dihina dan diremehkan lagi. Pencapaiannya sekarang belum apa-apa. Sedikit lagi setelah tabungannya cukup, dia akan buktikan kalau dia mampu mandiri tanpa bantuan dari papanya.

Setelah memberitahu Lisa tempat mereka bertemu, Shaka meninggalkan kafe di mana Raina menatap mobilnya di depan kafe dan baru saja pergi. Bukan hal aneh kalau dia juga di sini. Bisa saja ada meeting, karena Harris bebeerapa hari ke depan harus menghadiri pertemuan di pusat.

Kue dan minumannya sudah tandas. Beberapa catatan juga sudah Raina simpan. Dia suka mengutip kalimat yang ada dalam novel di buku kecilnya. Hal itu bisa dia gunakan sebagai penyemangat, bahwa di dunia ini bukan hanya dirinya yang punya masalah. Raina harus tetap sadar itu.

Langkahnya yang sedikit tergesa karena langit tiba-tiba gelap, membuatnya menabrak seseorang yang hendak masuk ke kafe.

"Ma-maaf, saya nggak sengaja." Lagi-lagi Raina dikejutkan dengan kedatangan orang di masa lalunya.

"Hai! Apa kabar, Rain?" Suara itu masih sama. Payahnya masih membuat Raina berdebar.

"Hai, Ga? Gue baik. Duluan, ya?" Raina harus cepat pergi dari sana. Selain gerimis mulai turun, Raina tidak mau berlama-lama dengan Dirga-mantan pacarnya.

Belum juga sempat membuka pintu, Dirga mencekal lengannya.

Wajar nggak, sih, kalo Raina gusar. Ketemu orang paling nyebelin tuh, hal yang paling dihindari semua orang.

Ketemu Lisa dan Dirga. Dua orang dari masa lalu balik lagi. Bakal gimana kelanjutannya?

See you next part, ya.
Thanks, buat kalian yang udah mampir, kasih vote, atau komen.









Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro