4. Have a Nice Day

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Key mematikan mesin ketika mobilnya telah sampai di tempat parkir apartemen Keiko. Diliriknya wanita yang tertidur pulas sampingnya, wajah Keiko jauh lebih damai dari sebelumnya. Waktu di arlojinya sudah menunjukkan pukul empat dini hari. Seusai memijat batang hidungnya, Key mengusap bahu Keiko pelan.

"Kita sudah sampai, Keiko," ucapnya lirih.

Kemudian wanita itu pun melepas seat belt dan membuka pintu mobil tanpa membuka matanya.

Bruk!

Key menghela napas. Tepat seperti dugaannya, Keiko belum sepenuhnya sadar. Ia pun segera keluar dari mobil, lantas menemukan Keiko yang terkulai lemas di antara jalan berdebu.

"Kau benar-benar tidak bisa berjalan?"

"Aku mau tidur." Keiko menepis sebelah tangan Key yang berupaya memapahnya.

"Tidur di kamarmu, bukan di jalanan seperti ini, Keiko." Ia akhirnya menggendong tubuh ringan itu.

Selama beberapa detik wanita itu memang hanya tidur. Tidak ada percakapan yang mereka lakukan selama perjalanan menuju unit apartemen Keiko. Lantas detik ini Key justru berusaha mati-matian untuk mendinginkan kepalanya.

"I Love your smell ...." Wanita itu mengecupi lehernya ringan.

Kim Emery Yaro tentunya adalah laki-laki normal. Ia memejamkan mata sembari menarik napas dalam-dalam. "Berhenti melakukan itu, Keiko."

Keiko akhirnya menurut dan kembali tidur. Mereka pun sampai di depan pintu apartemen itu, Key sempat menanyakan nomor dan password-nya kepada sepupu Keiko. Mereka berpapasan di parkiran. Ternyata sang sepupu mengikuti ke mana Keiko pergi. Pintu yang terbuka menampilkan suasana gelap apartemen, hanya ada cahaya dari lampu duduk di samping sofa. Lantas ia membawa Keiko menuju kamar utama yang Key tebak sebagai kamar wanita itu.

Kamar Keiko memiliki harum yang khas begitu mereka masuk. Harum yang terasa tidak asing. Tiba-tiba ponsel di saku Cino-nya bergetar, entah siapa yang menelepon. Key mengabaikannya dan memilih segera membaringkan Keiko tanpa mengatur posisi bantalnya. Biarlah, Key yakin wanita itu tidak akan ribut soal posisi bantal dalam keadaan seperti ini.

Sejenak, Key hanya memandangi Keiko Minatozaki yang tidur nyenyak.

Putri tidur, sudah pergi ke alam mimpi ternyata.

Cukup lama ia bersedekap sampai akhirnya Key tergerak untuk melepas heels yang terbalut di kaki jenjang Keiko. Lalu duduk di samping Keiko seusai menyelimuti tubuh wanita itu. Tanpa dikomando sebelah tangannya menyentuh pipi Keiko. Cahaya temaram dan hanya ada suara napas teratur. Ada segumpal rasa aneh dalam benaknya, tetapi Key seratus persen yakin itu hanya rasa simpati dan kagum karena Keiko memang cantik.

Cath belum sepenuhnya menghilang dari sana.

Key tersentak ketika kedua kelopak mata Keiko terbuka, ia segera menarik tangannya kembali. Entah Keiko sudah sadar atau belum, sendu menggelayut di sorot matanya.

"Maaf," ucap Key pada akhirnya.

Ketika hendak beranjak, sebelah tangannya ditarik supaya ia kembali duduk. Siapa lagi? Pastinya bukan hantu.

"Jangan pergi lagi. Aku benci sendiri," ucap gadis itu.

Key meresapinya baik-baik.

Jangan pergi lagi. Aku benci sendiri.

Kalimat itu terulang berkali-kali di dalam kepalanya, tetapi bukan suara Keiko Minatozaki yang tengiang. Melainkan suara gadis kecil yang ia tidak kenal.

Kenapa ia tidak asing dengan kalimat itu? Seperti lagu pengantar tidur yang kerap menemaninya di malam hari. Rasa sakit seketika merambati kepalanya. Key menggeleng kuat-kuat untuk menghalau rasa sakitnya.

Wanita itu hanya sedang mabuk berat, tidak lebih.

Dan benar. Ketika ia menoleh, Keiko Minatozaki kembali terlelap.

***

"Ohayou ...."

Keiko terkejut bukan main saat membuka pintu kamarnya. Ia menunduk, menyelisik pakaiannya yang sudah berganti dengan kaus bukan dress lagi. "Semalam apa yang terjadi??" tanya Keiko tanpa basa-basi.

Sebelah alis pria itu terangkat. "Kau mabuk berat, aku mengantarmu pulang dan menumpang tidur sebentar, karena aku tidak ingin menambah daftar kecelakaan lalu lintas di kantor polisi."

Keiko menggigit bibirnya cemas. "Bukan, maksudku setelah sampai di sini .... Kita ...."

Senyum tengil di wajah Key melebar. "Keiko Minatozaki saat mabuk berat ternyata sangat berbahaya ...."

Keiko menahan napasnya.

"Kita belum melakukan apa pun selain tidur. Kau tidur di kamarmu dan aku di sana." Key menunjuk sofa di ruang tamu.

"Lalu ini???" tanya Keiko panik sembari menunjuk kausnya.

Key mengerutkan dahinya sembari mengangguk lamat-lamat. "Aku hanya membantumu." Lalu mengedikkan bahu dan menyambar jasnya di sofa.

Seketika tubuh Keiko melemas. Ia seolah kehilangan separuh nyawanya. Bodoh. Sangat bodoh. Ke mana Dio Hirano dan Sakura semalam??? Kenapa bukan mereka yang mengantarnya?

"Oh ya, susu cokelatmu di atas meja," ucapnya sembari memakai jas. "Aku pergi."

Keiko menahan lengan pria yang lewat di depannya. Masih dengan raut wajah memucat, ia menatap pria itu dengan tatapan menyelidik.

Sedetik setelahnya, Key tersenyum tipis sembari melepas cengkraman di lengannya. "Aku bohong, sayang."

Keiko menghembuskan napas lega. Dahinya berkerut dalam lantas memukul lengan pria itu. "Jangan sembarangan mengumbar panggilan!"

"Semalam kau yang memanggilku lebih dulu dan satu lagi--"

"Stop! Aku mabuk, ingat?" sergah Keiko jengkel.

Pria itu hanya terkekeh. Keiko berdecak sembari berjalan menuju dapur bersamaan dengan suara pintu yang ditutup. Menandakan Key sudah benar-benar pergi dari apartemennya. Ia tidak ingat sama sekali apa yang terjadi semalam selain meneguk banyak tequila sunrise.

Have a nice day, Keiko-chan..
-K.E.Y

Post it itu tertempel tepat di gelas berisi susu cokelat yang ia temukan di atas meja bar mini. Hal kecil memang, tetapi mampu membuat dua sudut bibir Keiko terangkat sempurna.

Keiko-chan? Susu cokelat? Bolehkah Keiko berharap lebih?

Namun, bagai lapisan kaca rapuh yang retak. Keiko sudah tidak berani menggantung harapan apa pun, kepada siapa pun. Anggap saja, ia lupa caranya berharap. Ia meletakkan kembali segelas susu cokelat itu. Beralih ke jajaran bir kaleng dalam lemari pendinginnya. Meneguknya sampai habis seperti biasa. Seperti pagi-pagi yang lain.

***

Kanvas milik Tuhan yang bernama langit, sore ini nampak berwarna kelabu. Keiko meregangkan otot-ototnya sembari berjalan keluar gedung agensinya setelah menandatangani kontrak kerja di Hamburg. Feeling-nya tidak pernah salah akan sesuatu. Merasa diikuti Keiko pun berbalik dengan posisi waspada.

Kebetulan ia selalu membawa semprotan gas air mata di dalam tasnya untuk berjaga-jaga. Sesuatu menohok ulu hatinya, ketika ia bersitatap dengan kedua bola mata itu.

"Ogenki desuka?" tanya pria itu lirih sembari maju selangkah.

Keiko terdiam, mencoba menelaah apa yang terjadi detik ini. Lalu raut wajah dingin dan pongah menjadi pilihannya. Keiko tertawa mengejek. "Simpan pertanyaan sampahmu. Kenapa berani menemuiku? Bukankah aku sudah pernah mengingatkan bahwa Kenzo itu sudah lama mati?"

"Keiko-chan, gomen'nasai ...." Kenzo menghapus jarak di antara mereka, memeluknya erat.

Keiko berontak melepaskan dirinya. Ia mendorong dada pria itu. "Aku tidak butuh itu. Pergilah!"

Kenzo kali ini tidak gentar, diraihnya dua tangan di depannya. "Gomen'nasai, Keiko-chan. Gomen'nasai ...."

"Baik, aku yang pergi." Keiko menyentak kedua tangan itu lalu melangkahkan kakinya dengan cepat sampai tumitnya terasa nyeri di atas high heels.

Ia ingin pergi ke mana pun. Asal ia tidak perlu melihat Kenzo. Keiko sudah memaafkan Kenzo sejak lama. Hanya saja, kaca retak yang disatukan tidak mungkin sempurna seperti semula, bukan? Ia benci ditinggalkan, ia benci sendirian. Dan Kenzo sangat tahu itu.

"Daijoubu," ucap Kenzo seperti biasa sembari menyentuh puncak kepalanya. Saat itu ia beruntung memiliki dua orang laki-laki yang selalu melindungi dan menemaninya, bahkan membuatnya tertawa sepanjang hari di luar rumah.

Lantas secara bersamaan mereka semua meninggalkan Keiko, membuatnya terbiasa dengan kesendirian.

Key menjadi orang terakhir yang mengikuti Keiko Minatozaki, selain laki-laki yang tidak jauh usianya dari Key. Ia melihat semua kejadian yang terjadi pada Keiko di tiap detiknya. Tidak ada yang ia lakukan selain melihat dari kejauhan. Orang itu pastilah seseorang yang Keiko kenal. Bukan orang yang berniat jahat terhadap wanita itu, seperti yang ia pikirkan tadi.

Akan, tetapi, kenapa Keiko bersikap seperti itu? Barusan itu mantan kekasihnya? Atau siapa? Banyak tanya yang berputar di kepala Kim Emery Yaro.

Sesuatu di luar nalar terjadi lagi, Key mengikuti ke mana wanita itu pergi. Sering kali ia melakukan sesuatu di luar nalarnya saat berkaitan dengan Keiko Minatozaki.

Entahlah.

***

Kenzo.
(Fyi, ini namanya Yamazaki Kento cuy. Dia yg main film death note, your lie in april dll)

* Ogenki desuka? : Pa kabar lau?
* Gomen'nasai : Sorry coy
* Daijoubu : Gapapa

Terima kasih sudah mampir :)

Ja Mata Ne! KONBANjiWA.
Aradi151

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro