9# Promosi Terselubung

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jika jantungmu berdebar saat berada di dekat dia. Coba pastikan dulu, mungkin itu karena lapar, bukan jatuh cinta.
*
*

"Kak ...." Melangkah beriringan Siena pikir sangat tidak enak berada dalam situasi hening tanpa ada obrolan. Dia beranikan membuka percakapan.

Shaka menoleh sekilas, "Hmm?" Matanya kembali menatap lurus ke depan.

"Ka-kamu masih nyimpen barang yang dari aku?" Terbata Siena coba beranikan diri bertanya. Benda yang tadi didapati di kamar Shaka, dia yakin itu pemberiannya dulu.

Shaka menghentikan langkah. Kepalanya meneleng tepat ke arah Siena berdiri. Iris cokelat Shaka berkilat tidak suka akan kalimat yang baru saja keluar dari bibir Siena, "Nggak sopan ya, kamu!" Hardiknya dengan tatapan sarkas.

"Ma-maf, Kak." Tangan Siena menangkup di depan dada. Matanya menembus retina Shaka saat mengucapkan permintaan maaf. "Aku nggak sengaja lihat," sambungnya dengan rasa sesal. Harusnya tadi tidak usah saja membahas hal ini dengan Shaka. Kalau pada akhirnya kedua bola mata lelaki itu berkilat marah.

Shaka membisu. Kakinya kembali terayun menyusuri trotoar. Siena turut melangkah, kali ini agak berjarak, di belakang Shaka.

Lima belas menit berjalan mereka sampai juga di rumah. Siena sudah merancang kalimat sejak tadi, kalau sampai di rumah ingin pamit pulang saja. Dia lelah sekali seharian ini. Bukan cuma fisiknya yang terasa sakit. Tetapi sikap Shaka ikut andil menciptakan rasa tidak nyaman di hati. Siena beberapa kali membuang napas panjang saat tatapan tidak suka dari lelaki yang pernah ada di masa lalunya itu menyambangi kedua netranya.

"Ka, tidur Cherry-nya?" Handaru yang tengah mengobrol di kursi depan bersama Om Herlambang menyapa. Shaka sedikit membungkuk sembari tersenyum pada Om Herlambang, diikuti Siena.

"Kak, aku mau pulang." Putus Siena. Shaka menghentikan langkah lagi.

"Biar aku taruh Cherry dulu, aku antar pulang."

"Nggak usah. Aku naik ojek online aja."

"Jangan keras kepala." Shaka melirik sebal. "Dan, ga usah GR, karena mau mengantar kamu pulang, semata cuma bentuk terima kasih sudah mau direpotkan." Sambungnya dengan suara datar.

Siena memutar bola matanya. Malas berdebat lagi. Siapa yang GR. Siapa juga yang peduli. Tidak diantar pun tidak masalah. Siena sudah terbiasa sendirian.

Shaka membawa Cherry ke kamar. Siena melangkah ke ruang tengah. Ada Tante Ratih yang sedang fokus dengan ponsel di tangan. Kedua matanya nampak serius memonitor benda pipi lh tersebut. Di sebelahnya duduk Sintya yang juga sama, sedang memainkan ponsel pintarnya. Sementara televisi 51 inci dibiarkan menyala tanpa ditonton. Kasihan sekali tivinya, dikacangin.

"Assalamualaikum, Tante." Siena mengulas senyum tipis pada Ratih.

"Wa'alaikumussalam, eh udah dateng. Shaka sama Cherry mana?" Tante Ratih rupanya saking asyiknya menatap handphone sampai tidak menyadari kalau barusan Shaka lewat dengan Cherry digendongan.

"Cherry bobok, Tan. Makanya Pak Shaka membawanya ke kamar."

Tante Ratih ber-oh-ria, sejurus kembali matanya menatap ponsel dengan jari sesekali menggulir layarnya.

"Tante lagi sibuk ya," tanya Siena penasaran.

Ratih mendongak. Senyumnya semringah, "Nggak kok, ini Tante lagi baca cerita favorit Tante di wattpad." Ratih hiperbola.

Siena tercenung. Matanya membola tidak percaya kalau Ratih juga sama dengannya. Suka membaca cerita di salah satu aplikasi baca-tulis paling fenomenal tersebut.

"Tante baca apa? Siena juga suka banget baca cerita di sana."

Ratih mengamit tangan Siena agar mendekat, "Sini, Tante kasih lihat cerita favoritnya Tante. Ketika Cinta Bersanding, sama CinTajwid. Ceritanya bikin Tante bapeer. Baru baca setengahnya, eh penulisnya woro-woro kalau mau dihapus part-nya. Tante jadi ngebut deh bacanya." Ratih tertawa.

"Wah, karya Chanty Romans, ya Tan. Siena juga suka, malah kemarin ikutan PO novel terbarunya. Ketika Tuhan Merestui Cinta Kita. Sebelumnya juga udah koleksi buku karya Chanty yang lain, kek akad, Rumah Tangga, sama Tahajjud Cinta." Siena antusias sekali membagi cerita dengan Ratih.

"Yaampun, ternyata kita sama ya, Na. Tante juga sudah ikutan PO. Senangnya bisa sharing sama kamu. Selama ini Tante tuh suka sebel sama Shaka dan papanya, masa hobi baca Tante di wattpad dikatain norak. Apanya yang norak coba, malah Tante jadi terhibur." Ratih sepertinya telah menemukan teman curhat yang tepat. Keduanya keasyikan ngobrol sampai lupa kalau ada Sintya juga di sana.

"Tante, maaf ya. Kalau menurutku karya siapa tadi .... Chanty? Itu ga ada bagus-bagusnya. Ceritanya B aja, kalau Tante mau aku bis kasih rekomendasi yang bagus." Sintya yang sejak tadi menyimak akhirnya ikut ke dalam obrolan.

"Eh, jangan gitu Sin, selera bacaan orang, kan, beda-beda. Ini Tante suka banget lho sama novelnya Chanty Romans, iya sih kebanyakan ceritanya after marriage tapi juga banyak hikmahnya kok. Tante jadi lebih sabar karena banyak motivasi juga diselipin di cerita." Ratih menukas kata-kata Sintya.

"Mbak Noni mana, Ma?" Shaka baru bergabung dan duduk di pinggiran sofa sebelah mamanya, menanyakan Mbak Noni dan Bang Diko suaminya sudah tidak terlihat di sini.

"Oh, biasa, Ka. Noni nitip Cherry di sini. Dia sama Diko lagi ada seminar di luar kota." Mamanya Shaka mengatakan kalau Mbak Noni sudah pamit akan berangkat ke bandara bersama Bang Diko suaminya. Mbak Noni yang berprofesi sebagai dokter juga merintis bisnis bersama suaminya sebagai leader sebuah multi level marketing produk herbal.

"Ih, Tan, ilfeel banget ya lihatnya. Kelihatan alim, ga taunya busuk. Pelakor." Sintya mengomentari tayangan gosip yang sedang menjadi hotline saat ini. Mata gadis itu menatap tajam ke arah layar televisi. "Gitu tuh, Tan, pakai jilbab tapi kelakukan bejat. Pelakor jaman sekarang serem-serem."

Siena berdecak pelan. Dia sangat terganggu dengan komentar Sintya, "Maaf Mbak, menurut saya sih, yang salah bukan jilbabnya atau agamanya. Cukup individual-nya saja yang disalahkan. Jilbab memang wajib bagi setiap muslimah yang sudah akil baliq, Mbak."

Shaka menarik kedua sudut bibirnya saat mendengar jawaban Siena. Ringkas dan jelas, tanpa berusaha menjatuhkan.

Sintya tak acuh dengan komentar Siena.

"Tante setuju tuh sama kata-kata Siena. Nggak boleh gitu, Sin. Yang salah memang manusianya, bukan pakaiannya."

"Habisnya aku kesel, Tan."

"Daripada kesel, matiin atau pindah channel aja tivinya, Sin." Ratih memberi saran. Sintya mengangguk, menuruti kata-kata Tante Ratih.

"Tante, saya pamit ya, mau pulang." Siena meminta ijin pada Ratih. Perempuan paruh baya tersebut langsung menghentikan aktivitasnya membaca di platform.

"Makan malam dulu ya, kan belum makan."

"Nggak usah Tante, terima kasih."

"Nggak boleh pulang kalau belum makan .... sama Shaka."

"Males Mam, Shaka nggak laper."

"Nggak boleh nganterin Siena kalau belum makan, Ka."

"Mama emang sukanya ngancem." Shaka mendengkus. Perutnya memang terasa penuh sejak tadi. Apalagi waktu Siena mengatakan kalau dia melihat barang-barang pemberiannya masih tertata tapi di kamarnya. Nafsu makan Shaka menguap seketika.

🌻🌻🌻

Random banget ... Yaampun. Pendek, ya?
Ga niat update sih. Ini tuh sepintas pemikiran yang lewat aja, langsung ngetik.
Dahal buat part selanjutnya udah ada outline; Menantu-able

Kuy, yang belum baca Ketika Cinta Bersanding sama CinTajwid. Buruuuan. Kek Tante Ratih. Sebelum Kak Chan hapus sebagian mulai bezok.

1160
Tabik
Chan

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro