(29) Surat dari Penggemar - Jitsui

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Request by Panillalicious

Fandom: Joker Game

Jitsui x Famous!Novelist!Reader

Happy Reading!

.

.

.

"Hm, liburan musim dingin ini kau ingin ke Jepang?" perempuan paruh baya yang sedang menyesap tehnya kini menatap perempuan yang ada di depannya dengan sedikit kaget.

Perempuan berambut (h/c) itu mengangguk singkat, kemudian meminum cappuchino yang dia pesan.

"Dari awal aku memang berminat kesana. Aku juga sudah belajar bahasa Jepang beberapa tahun terakhir."

"Tapi aku tak menyangka kau memilih Jepang untuk liburan, (Name). Bukannya perusahaan membebaskanmu memilih negaranya? Kupikir kau akan memilih Inggris atau mungkin Jerman," ucap perempuan paruh baya itu meletakkan cangkir teh yang tersisa setengah.

"Kenapa aku milih Inggris yang notabenya bersebelahan dengan negaraku sendiri?" tanya (Name) tertawa, "aku tidak mau ambil negara yang masih satu benua dengan Skotlandia."

Editor pribadi (Name)—perempuan paruh baya itu—membalas tawa (Name), "kalau begitu aku akan memberitahu bos mengenai ini, kau sudah bisa menyiapkan pakaianmu untuk liburan musim dingin disana."

(Name) mengangguk lalu berdiri, meninggalkan cappuchino yang sudah habis tersebut.

"Terima kasih, Nyonya Teh~"

Balasan yang didapat justru helaan napas.

"Sudah kubilang namaku bukan Nyonya Teh!"

"E-eeh, tapi kau menyukai teh! Dan juga itu panggilan sayang dariku!'

"Kalau begitu kupanggil kau Nona Cappuchino!"

"K-kok begitu—"

___

Hela napas panjang kemudian berdiri untuk meregangkan otot yang kaku, (Name) menatap puas koper yang baru saja dia isi dengan pakaian selama dia berada di Jepang nanti.

"Akhirnya selesai juga," ucap (Name) tersenyum puas.

Baru saja (Name) ingin duduk, terdengar dering hanphone-nya, tanda masuk sebuah panggilan untuknya. (Name) mengambil handphone-nya, melihat siapa yang memanggil—yang ternyata adalah editor pribadinya—lalu mengangkat panggilan tersebut.

"Ya?"

"(Name), bos mengatakan kau bisa berangkat besok, atau kau ingin tanggal lain?"

Senyum kecil terukir di wajah (Name). "Mhm, besok saja. Aku juga sudah tidak sabar untuk liburan."

"Baiklah, aku akan memberitahu bos. Tapi (Name) ...."

"Ya?"

"Apa kau baik-baik saja berlibur sendirian tanpa perlindungan? Kau penulis terkenal lho, kau tidak tahu seberapa parahnya fans fanatik jika melihat idola mereka."

Tapi (Name) justru tertawa.

"Aku tidak yakin aku punya seorang fans," ucap (Name), "karena lihatlah, novelku tidaklah menarik—aku sangat berterima kasih perusahaan kalian mau menerbitkan buku abal-abalanku itu."

"(Name), kau tak punya seorang fans—tapi kau punya jutaan, dan kami menerbitkan bukumu kaena ceritamu pantas dilirik dunia."

(Name) sedikit tersenyum, lalu tertawa kecil.

"Baiklah-baiklah, kau tidak mau mengalah kalau aku menjelekkan diriku sendiri."

"Pakai masker dan topi agar orang-orang tak mengenalimu!"

"Iya, iya, Nyonya Teh~"

"Sudah kubilang namaku—(Piip!)"

(Name) langsung mematikan panggilan dari editor pribadinya itu, terkekeh pelan saat bayangkan ekspresi kesal sang editor.

'Aah, tidak sabar ke Jepang,' pikir (Name) tersenyum kecil, membuka aplikasi chat NaniApp.

Sadar dia belum memberitahu mereka, (Name) kemudian mengetik pesan untuk mereka.

(Name) sedikit tersenyum saat melihat 'teman-teman'nya begitu ingin menjemputnya.

Setelah membaca pesan tersebut, tampak (Name) mulai berpikir.

'Berarti, besok hanya Jitsui yang menjemputku?'

___

Suara pesawat lepas landas tampak terdengar samar, dan kini mulai didominasi suara orang-orang. Diantara semua orang-orang, terlihat seseorang memakai beanie, masker dan kacamata. Penampilan yang cukup menarik perhatian orang sekitarnya.

Tentu saja dia adalah (Name) (Surname).

Walaupun (Name) bilang dia akan baik-baik saja, tapi dia tetap mengikuti saran editor pribadinya.

Dasar tsundere, awalnya menolak tapi akhirnya mau juga.

'Aku harus memberitahu Jitsui,' pikir (Name) mengeluarkan handphone-nya lalu membuka aplikasi NaniApp—namun tiba-tiba panggilan dari Jitsui membuat (Name) terlonjak kaget dan refleks mengangkat panggilan tersebut.

"K-konnichiwa!?" pekik (Name), kemudian menepuk kening saat sadar sapaan yang digunakan sangat tidak sesuai dengan keadaan mereka sekarang.

'Holy crap, apa yang kulakukan,' pekik (Name) dalam pikirannya.

Tak lama kemudian terdengar suara tawa dari sana—dan sial, mendengarnya saja berhasil membuat wajah (Name) merona.

"You have cute accent, Ms. (Surname). Can I assume you understand Japanese?"

(Name) mengangguk bersemangat, usahanya belajar bahasa Jepang tidaklah mudah. Sadar bahwa yang menelpon tidak bisa melihat anggukan, (Name) kemudian berdehem pelan.

"Y-ya, begitulah. A-aku sudah mempelajarinya beberapa bulan ini," jawab (Name) sedikit terbata-bata.

"Berarti tidak masalah jika kugunakan bahasa Jepang, hm?"

"Ah, tolong gunakan saja bahasa Jepang karena aku juga ingin belajar," jawab (Name) penuh semangat.

Kembali terdengar suara tawa dari sana, "baiklah-baiklah, sekarang kembali ke topik awal. Sepertinya kau sudah sampai di bandara, benar?"

(Name) kembali mengangguk, "i-iya, aku baru saja keluar dari ruang bandara dengan koperku."

"Baiklah, bagaimana dengan penampilanmu? Agar aku bisa menemukanmu dengan mudah, tentunya."

(Name) berkedip beberapa kali, tampak canggung untuk menjawab pertanyaan Jitsui.

"Ehm, aku memakai masker, beanie putih dan kacamata hitam—plus jaket tebal berwarna putih," jawab (Name) ragu-ragu.

"Sepertinya akan mudah menemukanmu, (Surname)-san," ucap Jitsui terkekeh, "aku memakai trench coat berwarna coklat, dan aku baru kembali dari pekerjaanku jadi kau bisa lihat aku memakai pakaian kerjaku di balik trench coat-ku, walaupun kemungkinannya adalah aku yang menemukanmu terlebih dahulu, (Surname)-san."

'Dengan penampilan seperti seorang stalker, maksudmu?' pikir (Name) tersenyum canggung.

"Kalau begitu jangan tutup panggilan ini—"

Suara terpotong, membuat (Name) menjauhi handphone hitamnya dari telinga dan dapati handphone-nya mati—habis baterai.

"Astaga," ucap (Name) ingin merutuki handphone-nya sendiri.

Simpan handphone ke dalam saku jaket, (Name) kemudian berjalan keluar bandara.

'Seharusnya aku pakai telpon umum, tapi semua uanguku poundsterling,' batin (Name) melihat dompetnya yang tebal oleh lembaran mata uang Skotlandia tersebut.

Hela napas panjang, kemudian angkat kepala dan simpat dompet—namun napas tercekat saat lihat seseorang sedang berjalan ke arahnya.

Pipi (Name) memanas saat memperhatikan penampilan laki-laki itu, tapi kemudian menampar kedua pipinya dan menggeleng.

'Apa yang kupikirkan? Aku harus mencari Jitsui—' pikiran (Name) terhenti saat merasakan kehadiran seseorang di depannya.

Dan saat (Name) mengangkat kepalanya, dia melihat laki-laki yang dia perhatikan, kini sedang menatapnya.

'E-eh, apa dia menyadari aku memperhatikannya?' pikir (Name) semakin panik.

"(Name) (Surname)-san?"

Perlu sesaat bagi (Name) untuk menyadarinya.

"Eh?" angkat tangan—menunjuk laki-laki yang ada di depannya dengan gemetaran, "Mr. Jitsui?"

"Ya, itu aku," ucap laki-laki yang ada di depan (Name)—Jitsui, "panggil saja Jitsui."

"Ah, salam kenal!" ucap (Name) langsung mengulurkan tangannya.

'T-tunggu—' sadar bahwa dia bukan berada di negara barat, melainkan di negara timur—(Name) langsung panik.

"Maafkan aku, Jitsui. Aku lupa kalau di Jepang bukan seperti ini—"

(Name) hendak menarik tangannya dan menunduk—tapi terhenti saat tangan Jitsui mengenggamnya, menyalamin (Name).

"Tidak apa-apa, (Surname)-san. Salam kenal juga. Senang bisa bertemu denganmu," ucap Jitsui.

Pipi (Name) memanas dengan cepat, dan (Name) langsung mengangguk berkali-kali.

"E-em, sebenarnya aku tidak tahu ingin berkata apa," ungkap (Name), "maksudku ini pertama kalinya aku bertemu dengan teman sosial media."

"Topik pembicaraan akan muncul nanti," ucap Jitsui, "sebelum itu, apa kau tidak apa-apa memakai pakaian seperti ini?"

Belum sempat (Name) merespons, Jitsui sudah melepas beanie putihnya—membuat rambut (h/c)nya terurai, sedikit menari akibat lepas dari tahanan sementaranya. Tak sampai disana, Jitsui juga melepas kacamata hitam (Name)—membuat iris (e/c) terpapang jelas. Mereka berdua saling pandang dalam waktu yang cukup lama, sampai akhirnya (Name) membuka suara.

"Em, Jitsui?"

"Sepertinya aku mengenal wajahmu," ucapan singkat yang cukup membuat (Name) berkeringat dingin,

"Eh? K-kau mungkin salah mengira orang?" ucap (Name) sedikit ragu.

"Tidak mungkin aku salah orang," ucap Jitsui kembali memasang kacamata hitam dan beanie (Name), "apalagi penulis terkenal sepertimu, (Pseudonym)-san*."

Wajah (Name) langsung memucat, "b-bagaimana kau bisa tahu nama penaku?" tanya (Name) panik.

"Penulis novel horror-thriller asal Skotlandia yang terkenal karena karyanya yang membuat jutaan orang tidak bisa tidur tenang? Bagi seseorang yang senang membaca buku, namamu sudah kuingat bahkan tanpa kuhapal sekalipun."

Pipi (Name) memerah saat mendengar penjelasan Jitsui.

"A-aku tak menyangka kau menyukai karyaku," gumam (Name), diam-diam bersyukur dia memakai masker karena dapat melindungi pipi merahnya.

"Dan kau harus berhati-hati, (Name)-san, tidak semua fans-mu akan bereaksi sepertiku."

(Name) berkedip saat sadari maksud Jitsui.

"K-k-kau fans-ku?"

"Untuk karya yang luar biasa seperti itu, tentu saja iya," jawab Jitsui langsung, berhasil membuat wajah (Name) kembali memerah, "apalagi setelah mengetahui ternyata teman media sosial yang kukenal selama setahun terakhir adalah penulis buku itu."

"A-aku tidak sehebat itu," gumam (Name) dengan wajah merah yang sudah mengalahkan kepiting rebus.

"Sudahlah, mari kuantar ke hotel, aku sudah memesan tempat untukmu," ajak Jitsui mengambil koper (Name).

"Ehm, baiklah," sahut (Name) mengangguk singkat.

Lalu mereka berdua meninggalkan bandara, menuju hotel yang Jitsui maksud.

___

"J-jadi kau (Pseudonym)?" tanya Kaminaga menggebrak meja café yang mereka kunjungi.

(Name) hanya mengangguk ragu.

Siapa sangka semua teman NaniApp-nya adalah laki-laki tampan berkarisma?

"Aku menyukai karyamu, (Surname)-san," ucap Miyoshi menyesap kopi yang dia pesan.

"E-ehm, t-terima kasih," sahut (Name) menyesap cappuchino-nya dengan perlahan.

"Aku membaca semua karyamu," ucap Hatano singkat, berhasil buat (Name) tersedak.

"E-eh?" tanya (Name) dengan manik melebar, berkedip beberapa kali.

"Tentu saja kau membaca semuanya," sahut Tazaki sedikit tersenyum.

(Name) memandang heran Tazaki, tapi lebih memilih diam dan kembali menyesap cappuchino miliknya.

"Kalau begitu, setelah ini ayo keliling—akan kutunjukkan sekitar kota," ajak Jitsui tersenyum pada (Name).

"Ah, terima kasih Jitsui," ucap (Name) lalu menoleh pada yang lain, "bagaimana dengan kalian?"

"Maaf, (Name)-chan, kami semua sibuk karena mendapat tugas dadakan," jelas Kaminaga.

"Eh, benarkah?" tanya (Name) sedikit terkejut, "aku ingat di chat kalian akan free hari ini sampai beberapa hari kedepan?"

"Ya, tapi kemarin malam kami mendapat tugas," jawab Hatano.

(Name) memanyunkan mulutnya, "aku tidak bisa memaksa kalian jadi ...."

"Tidak apa-apa (Name)," ucap Tazaki, "kami akan mengunjungimu sesering mungkin saat ada waktu luang."

"Itu akan menganggu saat istirahat kalian, sebenarnya," gumam (Name).

"Kami justru merasa tak nyaman karena sibuk di saat kunjunganmu, (Name)," balas Miyoshi.

"Dan kudengar kau hanya disini selama liburan musim dingin, kan?" tanya Amari.

"Ya, mungkin sampai sebelum natal—karena aku akan natal bersama keluargaku," jawab (Name).

"Tunggu, berarti hanya beberapa hari?" tanya Hatano.

(Name) mengangguk singkat, "maaf ya."

"Tidak, kami merasa sangat bersalah karena tidak bisa menemanimu, (Name)-san," sahut Tazaki.

"Tapi tidak apa-apa, (Name)-san, aku akan menemanimu selama mereka sibuk."

(Name) menoleh ke arah Jitsui yang tersenyum padanya, dan pipi (Name) sedikit memanas karenanya.

"Uhm, terima kasih, Jitsui."

"Sama-sama, (Name)-san."

___

Beberapa hari sama sekali tidak terasa bagi (Name). Semua terlalu cepat, saat bersama Jitsui. Itulah yang (Name) pikirkan, selama dia berlibur di Jepang—ditemani Jitsui. Entah kenapa, (Name) tidak mau liburannya berakhir.

Tapi disinilah dia, sudah berada di depan pintu masuk check in bandara.—bersiap untuk pulang.

"Terima kasih sudah menemaniku, Jitsui," ucap (Name).

"Sama-sama, (Name)-san. Kuharap kau akan berkunjung ke Jepang lagi."

(Name) tersenyum kecil, "mungkin aku akan ke sini saat ada fans sign."

"Kalau begitu aku pasti membeli tiket acaramu."

(Name) mengerjapkan matanya beberapa kali.

"Eh—"

"Waktu pengecekan pesawat XX dengan tujuan Skotlandia akan ditutup. Sekali lagi, waktu pengecekan pesawat XX dengan tujuan Skotlandia akan ditutup."

"Aah, aku harus bergegas!" pekik (Name) hendak memutar tubuhnya.

Tapi terhenti saat Jitsui memegang salah satu pundaknya, lalu mendekatkan wajahnya pada wajah (Name), mempertemukan kedua bibir mereka.

—Yang tentu terhalangi oleh sepucuk surat.

Iris (e/c) melebar, dengan jantung yang berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. (Name) tak menduga Jitsui akan melakukan hal ini, menciumnya tapi disaat yang sama menyelipkan surat diantara bibir mereka, menghindari bertemunya bibir mereka. Pikiran laki-laki ini memang tidak bisa dia tebak.

"Ini surat dariku, fans beratmu."

(Name) ingin saja menanyakan semua tindakan Jitsui, tapi ingatan rasionalnya kembali muncul saat mengingat waktu check in tersisa sedikit. Melihat depan surat yang diberikan, tertulis sebuah kalimat dengan rapi.

"Tolong dibaca ya, (Pseudonym)-san~"

.

.

.

Omake:

Menghela napas panjang saat tubuh duduk di kursi empuk pesawat, (Name) kemudian membuka surat Jitsui.

From: Morishima J.

To: (Pseudonym) aka (Name) (Surname).

Hope you enjoy my tour, and see you, mon amour~

Wajah (Name) memerah, dan dengan cepat memasukkan kembali surat tersebut ke dalam tasnya—menyadari handphone-nya masih menyala. Saat (Name) hendak mematikan handphone-nya, namun pesan dari grup NaniApp membuat (Name) berhenti.

Seketika (Name) berharap pesawatnya mengalami delay untuk sekedar memberikan pelukan hangat untuk fans setianya itu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro