Blind Date

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Warning: One Shoot, Coffee Shop AU, Fluff, Boys Love, Humor yang super garing tidak renyah, OOC, Typos

Pair: John H. Watson x Louis James Moriarty
Slight: Sherlock Holmes x William James Moriarty
Slightestttttt bit of JohnMary

Seluruh chara bukan punya saya, saya hanya meminjam untuk menistakan dan memenuhi asupan nutrisi yang kurang

Happy Reading!!!

“Jadi apa yang mau kita lakukan disini sebenarnya?”

“H-haha i-itu..”

BRAK!

“Tolong jawab yang jelas.”

Pemuda bersurai hijau keabuan itu benar-benar tidak menyangka bahwa dia, dan seorang lain dihadapannya, akan terjebak dalam situasi seperti ini. Pertamanya dia berpikir semua kan berjalan sesuai rencanya, tapi sepertinya tidak, malah melenceng jauh.

“Kau jawab sekarang atau katakan selamat tinggal pada kepalamu itu.”

“Hiiee! T-tunggu sebentar. A-aku bisa menjelaskannya,”

“5 menit tidak lebih tidak kurang.”

Menghela napas pelan, pemuda itu sepertinya harus cepat memikirkan sebuah alasan yang tepat agar dirinya masih bisa melihat matahari setelah ini. Disela itu, pikirannya kembali melayang balik, memikirkan kenapa dia sampai mennyetujui membantu temannya itu.

Flashback
(1 minggu yang lalu)

“Aku tidak mau.”

Sekali lagi suara penuh penolakan itu terlontar dari mulut pemuda dihadapannya. Entah sudah berapa kali dirinya dibujuk tapi tetap saja kata penolakan itu terus terucap. Sedangkan pemuda yang berusaha membujuknya tampak mulai putus asa melihat tidak ada kemajuan sama sekali dalam usahanya.

“Bantu aku sedikit kawan.”

“Sekali tidak tetap tidak Sherlock. Kali ini aku benar-benar tidak mau membantumu.”

Kembali suara bernada tegas dikeluarkan, membuat Sherlock semakin melangsa dibuatnya. Bukan maksudnya memaksa tapi kali ini dia benar-benar membutuhkan bantuan, kesukarelaan, sahabatnya yang satu itu untuk selamat dari maut yang mungkin akan dideritanya.

“Kali ini saja John, kumohon hanya kau yang bisa aku minta bantuan.”

“Bukan hanya kali ini kau memintaku untuk menjadi kelinci pengorbadaan untukmu, wahai sahabatku Sherlock Holmes.”

Miris. Sherlock benar-benar terlihat miris dihadapan seorang John H. Watson, sahabatnya sendiri. Bukan sekali dua kali sebenarnya, tapi kali ini John akui sahabatnya itu memang menantang maut ditambah dengan menggali lubang kuburnya sendiri.

“Lagipula kau tau tidak akan menang dari kakakmu, tapi kau masih saja keras kepala dan mengajakya bertaruh. Sekarang lihatlah akibatnya.”

“Kalau kau tau begitu setidaknya bantu aku John.”

“Hentikan tatapan seperti anjing terbuang itu Sherlock. Kau membuatku ingin memuntahlan makan siangku.”

Rasanya seperti ada panah menusuk jantung seorang Sherlock Holmes.

“Kau kejam sekali John.”

“Salah siapa?”

Sekali lagi Sherlock merasakan jantungnya tertusuk sesuatu.

Kembali pemuda bersurai hijau keabuan itu menghela napas melihat sahabatnya sangat ‘menderita’ didepannya. Tapi mau bagaimana lagi, kali ini dia benar-benar tidak bisa membantu. Yang ada jika dia membantu, dia akan mendapat ganjaran yang lebih berat.

“Maafkan aku sobat. Kali ini aku tidak bisa membantumu.”

“John aku akan memberikan apapun untukmu tapi kumohon aku benar-benar tidak bisa melakukan taruhan itu. Dan lagi baru kali ini aku tidak bisa memenuhi taruhan kan? Jadi John tolong ya,”

Entah sudah berapa kali John menghela napas untuk sejam belakangan ini. Kepalanya tiba-tiba saja sakit melihat kelakuan dari temannya ini. John sebenarnya sudah terlalu terbiasa dengannya, tapi rasanya semakin hari semakin menjadi-jadi saja kelakuannya.

“Sherlock bagaimana kau menyuruhku untuk mengikuti kencan buta sedangkan aku sudah memiliki seorang kekasih?”

Meringis, perkataan John memang benar. Tapi tetap saja Sherlock tidak bisa memenuhi taruhan yang dia ucapkan pada kakaknya itu. Terdengar seperti pengecut yang menjilat ludahnya sendiri, hanya saja dirinya juga sudah mempunyai seorang kekasih. Dan kekasihnya bisa saja membunuhnya ditempat jika mengetahui hal ini.

“Tapi Liam bisa membunuhku-”

“Dan kau pikir Mary tidak?”

Sherlock kali ini harus memutar otaknya lebih keras dari sebelum-sebelumnya. Masalahnya sahabatnya terlihat berpegang teguh dengan pendiriannya. Dan seperti mendapat sebuah ide yang cemerlang, Sherlock mengeluarkan seringai khas miliknya yang mau tidak mau membuat John sedikit merinding. Perlahan tapi pasti Sherlock berdiri dari duduknya dan beranjak kesebelah kanan John serta merangkul pundaknya.

“Bagaiman jika Mary tau kalau kau pergi ke bar yang diajak Moran beberapa waktu lalu ya?” ucapnya pelan namun sepertinya berhasil membuat mata orang yang dirangkulnya itu melebar terkejut.

“Hah?! B-bagaimana kau-”

Senyum kemenangan terlihat dengan jelas dibibirnya. Sebuah tepukan cukup keras dia berikan pada temannya yang kini sedikit memucat wajahnya. Tidak sia-sia dia mendengar percakapan aneh Bond dan Herder saat jam makan siang tadi. Sedangkan orang yang dibicarakan sekarang benar-benar memucat memikirkan bagaimana bisa Sherlock mengetahuinya. Dengan gerakan yang sedikit patah-patah, John menatap sahabatnya dengan perasaan kesal.

“Jadi kau mengancamku sekarang?”

“Aku tidak bilang kalau aku mengancammu kan,” katanya santai.

‘Sialan,’ batin John. Walau dengan hasrat ingin memukul temannya yang kini menyalakan rokoknya dengan santai itu kian memuncak, namun ditahannya emosi itu dan berkata dengan nada lelah yang kentara.

“Baiklah kau menang lagi Sherlock.”

“Itu baru sahabatku! Tenang saja semua sudah aku siapkan. Kau tinggal pergi saja.”

“Tapi berjanjilah padaku kau tidak akan memberitahu Mary apapun. Baik tentang aku yang ke bar maupun tentang kencan buta ini. Paham Sherlock Holmes?!”

“Roger John.”

Flashback End

Dan begitulah kejadian satu minggu lalu yang menjerumuskan John dalam masalah ini. Tapi sayangnya kemalangan dari John belum selesai disitu. Kini dia harus menghadapi masalah yang lebih besar dibandingkan sebelumnya karena pemuda dihadapannya terlihat marah besar dan bersiap menghabisinya jika John salah mengambil langkah.

Iya kalian tidak salah membacanya. Seorang pemuda.

Yang sedang duduk sambil melipat tangannya dan menatap tajam John adalah seorang pemuda bersurai kuning keemasan dengan mata merah tuanya yang sayang terhalang bingkai kacamata.

Kaget? Tentu saja.

John tidak mengira akan melakukan kencan buta dengan seorang pria. John akui sebagian memang salahnya tidak bertanya dengan siapa dia akan melakukan kencan buta tapi Sherlock benar-benar keterlaluan tidak memberitahunya tentang ini sama sekali. Dan seolah ini belum cukup mengejutkan, ternyata yang dijadikan tempat untuk mereka kencan adalah sebuah butler café. Kali ini John benar-benar ingin memotong jambul milik sahabatnya itu.

“Jadi?” nada penuh penekanan itu kembali berkumandang digendang telinga John. Perlahan dinaikan tatapannya untuk sekedar melihat bagaimana raut yang dikeluarkan pemuda itu. Walau saat itu juga dia menyesal telah melakukannya.

“Um, itu, b-bagaimana kalau kita berkenalan dulu?”

“Dalam mimpimu.”

Apakah ini yang dirasakan Sherlock seminggu yang lalu?

Beberapa kali dia menghela napas mencoba menenangkan dirinya sendiri. Memang tidak terlalu membantu tapi setidaknya John sudah berusaha.

“J-jadi um,” sebelum melanjutkan perkataannya John melihat keadaan disekitar mereka yang dipastikan dipenuhi dengan para pria berpakaian ala butler dengan senyum lebar milik mereka, “bagaimana kalau kita ganti suasana dulu?”

.
.
.

Dan disinilah mereka berakhir, disebuah café tidak jauh dari tempat yang tadi mereka bertemu. Kini keduanya lebih memilih untuk duduk dipojok ruangan yang sedikit tersembunyi karena adanya sekat pembatas antar meja. Satu yang tidak berubah yaitu posisi duduk John yang tepat didepan pemuda yang masih setia dengan tatapan tajamnya.

Keringat dingin kembali turun dari pelipisnya, menandakan betapa takut serta gugup dirinya dihatapan pemuda pirang itu. Hanya dari tatapan dan beberapa kata yang keluar dari mulutnya membuat John merasa kecil dihadapannya.

“Sekarang jelaskan.”

“Ba-bagaimana kalau kita memesan makanan dulu?”

“Jangan mengelak lagi! Waktuku bukan hanya untuk hal bodoh seperti ini.”

Sedikit menghela napasnya pelan, John mengepalkan tangannya dan membulatkan tekad serta membesarkan keberaniannya untuk berhadapan dengan pemuda itu kembali.

“Baiklah, pertama-tama perkenalkan namaku John H. Watson, kau bisa memanggilku John saja. Aku disini bukan bermaksud untuk menipumu tapi ini sekedar permintaan dari temanku. Dia, membuat taruhan dengan kakaknya dan akhirnya kalah jadi dia yang seharusnya berada disini.”

“Lalu kenapa kau yang berada dihadapanku sekarang?”

Senyum kecil dikeluarkan John melihat sepertinya sosok didepannya itu mulai meredakan amarahnya, “dia memang tidak bisa bertemu denganmu karena dia sebenarnya telah memiliki kekasih, begitu juga denganku sebenarnya, hahaha,” niat hati ingin bercanda sayang tatapan tajam itu masih sama seperti sebelumnya.

“Ekhem, jadi karena dia meminta tolong padaku untuk menggantikannya makanya aku yang berada disini sekarang,” lanjutnya.

“Kalau begitu sekarang jelaskan kenapa kita bisa bertemu di tempat sialan itu tadi. Setahuku dalam aplikasi tidak menyebutkan tempat seperti itu.”

‘Sialan Sherlock! Sehabis ini kau harus menuruti semua permintaanku atau akan kuberitahu masalah ini pada kekasihmu itu.’ Ingin rasanya John pergi dari sana dan menghajar temannya yang dia yakin sedang bermesraan dengan kekasihnya.

“A-aku juga tidak tau sama sekali tentang hal itu. Kumohon maafkan aku!”

Sang pemuda yang melihat keseriusan dari orang yang sedang menunduk dihadapannya membuatnya mau tidak mau menghala napas panjang, berusaha menenengkan dirinya. Saat netra itu melihat lagi kedepan, keduanya sama-sama terdiam, terpakau akan permata milik yang lainnya.

Scarlet bertemu Golden Brown.

Tidak tau apa yang merasuki mereka namun ada sesuatu yang membuat keduanya merasa ditarik oleh pesona warna permata itu. Beberapa menit berlalu namun sepertinya tidak ada yang mau menghentikan adu tatapan itu. Keduanya masih fokus akan keindahan mata lawannya hingga pelayan café tempat mereka duduk sekarang mengejutkan mereka.

“Selamat siang tuan-tuan. Silahkan menu-nya,”

Tersadar akan keadaan sekitar mereka, John dan pemuda itu terlihat kikuk data mengambil buku yang disodorkan oleh sang pelayan. Dengan wajah yang sedikit memerah keduanya dengan cepat menunduk dan membaca daftar makanan dan minuman yang tersedia disana.

“A-aku akan memesan pancake dan orange juice. Bagaimana denganmu?” tanya John sambil menyerahkan kembali buku menu pada pelayan yang telah selesai mencatat pesanannya.

“Um, aku tiramisu dan lemon tea saja.”

“Baiklah satu pancake, satu tiramisu juga orange juice dan lemon tea akan segera datang,” dengan begitu si pelayan pergi meninggalkan dua orang yang kini kembali dalam situasi canggung. Yang satu menatap keluar jendela yang menghadap langsung jalanan kota, sedangkan yang satu menunduk memainkan jari-jarinya berusaha mengurangi rasa gugupnya.

Merasa suasana yang terlalu hening, John berinisiatif untuk memecahkan keheningan itu sekaligus mencari tau sedikit mengenai pemuda yang dia akui telah menarik perhatiannya.

“J-jadi,” bahakan sebelum dia menyelesaikan perkataannya, John sudah mendapatkan tatapan yang sedikit tajam, tidak seperti pertama kali mereka bertemu, dari pemuda pirang itu.

Sadar jika dia sedikit keterlaluan pada orang asing, yang sekarang tidak terlalu asing lagi baginya, dia memutuskan untuk memperkenalkan dirinya, “maaf sudah berlaku tidak sopan padamu. Perkenalkan namaku Louis, senang bisa berjumpa denganmu Sir Watson.”

“Tidak perlu terlalu formal Louis. Panggil saja John.”

“Baiklah, John.”

Dan sampai disana percakapan mereka berhenti dilanjutkan dengan keheningan seperti sebelumnya, Louis serta John bukan tipe yang mudah untuk menciptakan percakapan apalagi dengan orang asing yang baru dikenal.  Keduanya mempunyai kebiasaan untuk menunggu seseorang membawakan sebuah topik pembicaraan dan mereka akan mengikuti arusnya. Terjebak dalam situasi dimana oaring itu mempunyai tipe yang sama denganmu benar-benar hal yang baru bagi keduanya.

“Louis/John,”

Tawa pelan bisa terdengar setelah itu. Louis serta John akui mungkin saja orang dihadapan mereka ini merupakan sesuatu yang menarik perhatian. Dan mungkin saja mereka akan cocok kedepannya, sebagai teman.

“Baiklah kau mulai duluan John,”

“Hm kalau begitu bisa aku bertanya sesuatu Louis?”

“Tentu silahkan saja. Aku akan menjawabnya semampuku,”

Menelan ludahnya, John berharap dia tidak menyinggung Louis dengan pertanyaannya, “Bisakah aku bertanya bagaimana sampai Louis menyetujui ajakan, um, kecan dari Sherlock?” nada semakin memelan diakhir kalimat menunjukan bagaiamana paniknya John melihat raut wajah Louis yang berubah menjadi sedikit kesal.

Helaan napas kasar dapat dia dengar dengan jelas dari pemuda dihadapannya membuat John semakin takut jika pertanyaannya telah menyinggungnya. Untunglah sang pelayang datang dan membawa pesanan mereka saat itu.

“Ini dia pesanannya tuan-tuan. Selamat menikmati,” dan hanya seperti itu sang pelayan pergi meninggalkan mereka kembali.

Tidak ada dari mereka yang bergerak. Keduanya benar-benar diam seperti patung disana, bahkan belum menyentuh pesanan mereka. Hingga keterdiaman itu dipatahkan oleh Louis yang mengambil gelas lemon tea miliknya dan mulai meminumnya perlahan. John yang melihat itu akhirnya ikut meminum pesanannya.

Tawa kecil dapat terdengar diantara mereka tidak lama kemudian. Tidak pasti apa yang mereka tertawakan, tapi raut keduanya menjadi lebih santai dari yang sebelumnya. Baik John dan Louis menikmati waktu mereka saat berada di café itu. Banyak cerita yang mereka bicarakan.

Salah satunya adalah alasan kenapa Louis bisa sampai disini. Mudah sebenarnya dan agak klasik serta lucu, menurut John.
Seharusnya yang menjadi partner kencan John hari ini adalah kakaknya. Sayang hari ini ternyata kakak Louis sakit karena salah makan kemarin. Dan bagaimana sampai kakak Louis terjebak dalam acara kencan buta? Sederhana. Kakaknya adalah orang yang mempunyai rasa penasaran yang tinggi. Sehingga saat dia melihat adanya aplikasi pencari jodoh, dia mencoba untuk mendaftarkan diri. Dan disanalah dia bertemu dengan Sherlock yang kebetulan sedang mencari pasangan kencan untuk memenuhi taruhan dengan kakaknya.

Selesai menceritakan hal itu, entah kenapa Louis dan John kembali mengeluarkan tawa mereka. Mungkin karena merasa semua ini memiliki keterlibatan dengan sosok kakak itulah yang menjadi sebuah kelucuan diantara mereka.

Meninggalkan topik itu, John dan Louis mulai membicarakan tentang hal-hal lain yang lebih mengarah pada diri mereka sendiri. Mereka saling menyelami dan berbagi informasi kehidupan mereka. Kadang mereka akan tertawa kadang Louis akan kesal pada candaan yang dilemparkan oleh John atau sebaliknya John yang merasa ketakutan karena cerita Louis.

Sayangnya keduanya harus segera berpisah karena hari yang hampir habis. Tapi sepertinya hal itu tidak masalah karena keduanya berjanji akan bertemu kembali akhir pekan nanti. Dan sepertinya mulai sekarang akhir pekan akan menjadi waktu yang sangat mereka tunggu untuk datang.

.
.
.

Omake

-Di kediaman Moriarty

"Sherly mau makan strawberry campur stargazy," pinta sang pemuda pirang pada kekasihnya yang sedang mengupaskan apel di sebelahnya. Sedang yang diminta hanya bisa melebarkan mata sambil sedikit menelan ludah mendengar permintaan dari yang terkasih.

'Liam sebenarnya demam apa ngidam sih? Daritadi permintaannya aneh-aneh semua,' batinnya merana lelah dengan permintaan absurd yang didengarnya sejak dua jam yang lalu.

Menghela napasnya, Sherlock berusaha membuat sang terkasih untuk meminta sesuatu yang lebih manusiawi. Sayang sepertinya hal itu sia-sia sana melihat kekeraskepalaan yang telah melekat dengan erat dalam tubuh kekasihnya.

"Aku bosan Sherly. Karena demam ini aku jadi tidak bisa keluar untuk menemui siapa yang menjadi pasangan kencan buta-ku."

Terdiam. Sherlock kembali dibuat terkejut dengan penuturan sang kekasih. Kencan buta katanya?

"Liam, kau bilang kencan buta?"

Sedangkan Liam, atau bernama lengkap William, mengangguk pelan ditemani dengan senyum kecilnya, "aku penasaran bagaimana cara kerja aplikasi itu, jadi aku iseng mencobanya. Dan ternyata ada yang mengajakku untuk kencan di salah cafè ujung jalan ini."

"Hah?! Cafè ujung jalan sini? Jangan bilang kalau yang mengajakmu itu bernama LoCismine?!"

"Bagaimana kau tau Sherly?"

Sore itu Sherlock benar-benar tidak menyangka jika orang yang dia ajak kencan adalah kekasihnya sendiri. Entah dia harus tertawa karena senang bukan orang asing yang dia dapat atau menangis karena gagal kencan dengan pacarnya.

"Eh tunggu dulu. Lalu siapa yang ditemui John sekarang?"

Senyum manis yang terasa dingin bagi Sherlock kini terpampang nyata dihadapannya. Menelan ludahnya dengan susah payah, Sherlock baru menyadari dirinya telah membuka rahasia yang seharusnya dia jaga.

"Tenang saja dia pasti sedang bersama adikku. Nah kesampingkan hal itu, sekarang mau menjawab bagaimana kau tau siapa orang yang mengajakku kencan hm, Sherly?"

'Mati aku.'

Setidaknya Sherlock masih tetap bersama kekasih hatinya hari itu, walau nyawanya benar-benar hampir melayang saat itu.

THE END

Terima kasih sudah mau mampir ('。• ᵕ •。') ♡
Don't forget to Like and Comment (ノ' з ')ノ

See ya!!!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro