One Day One Story

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Warning: One Shoot, University AU, Fluff, Hurt/Comfort, Boys Love, Humor yang super garing tidak renyah, A little bit of Horror and Mystery, OOC, Typos

Pair: John H. Watson x Louis James Moriarty

Seluruh chara bukan punya saya, saya hanya meminjam untuk menistakan dan memenuhi asupan nutrisi yang kurang

Happy Reading!!!

"Selamat siang para warga kampus tercinta kita dimana pun kalian berada. Senang bertemu dengan kalian lagi dalam siaran kesayangan kita semua, 'one day one story' disiang hari cerah menyengat ini. Hahaha, kalian kepanasan? Berarti kasihan sekali karena aku sedang menikmati sejuknya angin dari pendingin ruangan disini, haha- ouch! Itu sakit Bond!"

"Salah sendiri menyebalkan. Lakukan tugasmu dengan baik Moran!"

"Iya iya. Yah begitulah jika kalian punya rekan super cerewet dan barbar- ouch! Berhenti memukulku BonBon!"

"Kan sudah kubilang kerjakan tugasmu dan jangan panggil aku BonBon, Moranjing!"

"Apa kau bilang Bonjock?!"

BRAK! BRUK! GUBRAK! BRAK! PLAK! BANG! PRANG! KRAK! WOOF! MEOW! GRR!

Menghela napas lelah, seorang pemuda berkaca mata hanya menatap bosan kegaduhan yang terjadi didepannya, sudah terlalu terbiasa katanya. Rasanya tidak ada sehari pun tanpa pertengkaran dari kedua orang yang sangat enggan dia akui sebagai temannya.

Melihat pertengkaran yang tidak akan habisnya sedangkan waktu menunjukan bahwa sebentar lagi jam makan siang akan berakhir, pemuda tersebut dengan enggan berdiri untuk memisahkan keduanya.

BRAK! KREK!

Dan dengan sekali gebrakan dimeja, kedua pelaku keributan langsung terdiam. Dengan gerakan patah-patah keduanya melihat teman mereka yang kini menatap dengan datar, amat sangat datar, dan dingin ditambah dengan aura hitam dibelakangnya, belum lagi meja yang sedikit retak didepannya.

"Kalian mau diam sendiri atau aku yang mendiamkan kalian?"

"Maaf Prabu."

Satu urat kekesalan putus.

"Ha? Apa?"

"Eh maksud kami Kanjeng."

Satu lagi urat kekesalan putus, kali ini ditemani dengan langkah mendekat keseberang meja.

"Begitu ya."

"Hiee! Maksud kami LouLou. Maafkan kami LouLou."

BUGH! BUGH!

"Cukup main-mainnya. Lanjutkan tugas kalian. Sekarang." katanya penuh penekanan.

Sontak kedua temannya itu langsung kocar-kacir merapihkan tempat serta peralatan yang sedikit berantakan akibat 'pertempuran' kecil mereka tadi.

"Ehem, uhuk- uhuk- baiklah maaf atas kesalahan teknis barusan. Nah mari kita sambung siaran kece kebanggaan kita ini."

"Seperti yang kalian tau siaran ini menyajikan sebuah cerita dari salah seorang relawan yang telah kami pilih dengan spesial. Dan hari ini kita mendapatkan tamu istimewa."

"Iya siapa lagi kalau bukan ketua organisasi mahasiswa kampus kita sang Louis James Moriarty sendiri. Ayo kita berikan tepuk tangan yang meriah-"

"Oi kita ini sedang siaran mana bisa tepuk tangannya didengar apalagi dilihat."

"Selingan Bond, supaya memeriahkan siaran ini."

"Terserah. Nah tanpa berlama-lama lagi bagimana jika Louis memulai ceritanya?"

Kembali menghela napas pelan, Louis merilekskan dirinya dan mengingat kisah yang akan dia ceritakan.

. . .

Saat itu Louis hanyalah seorang mahasiswa baru di kampus itu. Dia memutuskan untuk memgambil jurusan administrasi bisnis dengan alasan ingin bisa membantu kakaknya mengurus perusahaan milik keluarga mereka. Kedua kakaknya memang membebaskan dirinya untuk memilih dan sama sekali tidak memaksanya untuk membantu di perusahaan. Tapi Louis terlalu keras kepala dan sangat ingin membantu keduanya.

Di hari yang sedikit berawan itu, Louis berjalan menyusuri lorong kampusnya bermaksud menyerahkan tugas pada dosennya. Namun karena memang dia masih mahasiswa baru yang belum terlalu familiar dengan lingkungan sekitarnya, Louis berakhir tersesat disana.

Louis berusaha melihat sekitarnya dan berbalik berjalan kearah yang sebelumnya dia lewati, atau yang dia kira dia lewati. Sayang sekali, bukannya bisa keluar malah semakin tersesatlah dia. Hari juga kelihatan semakin mendung menandakan sebentar lagi akan turun hujan.

Memutar otaknya berharap menemui solusi untuk masalahnya sekarang, Louis menjadi menyesal tidak membawa ponselnya dan malah menitipkan tasnya pada Fred, temannya. Tidak pantang menyerah Louis kembali berjalan maju berharap menemukan seseorang dilorong yang terlihat sangat sepi itu.

'Rasanya tadi aku sudah melewati jalan yang benar tapi kenapa jadi tersesat sepert ini,' batinnya mulai cemas tidak bisa kembali dari sana.

Padahal dia sudah berjanji akan memasakan makan malam untuk kedua kakaknya yang kebetulan bisa pulang cepat dari pekerjaan mereka. Namun, sepertinya nasib baik belum bersamanya sekarang.

Atau itu yang dia pikirkan.

Ternyata langkah kaki tak tentu arah yang dia lakukan sedari tadi membawanya pada sebuah taman yang sepertinya tidak jauh dari tempatnya tersesat. Taman itu kelihatan cukup luas dengan beragam tumbuhan dan beberapa hewan seperti kelinci, kucing, anjing serta hewan kecil lainnya yang terlihat berlarian disana.

Taman yang sepertinya jarang dan mungkin tidak pernah dikunjungi orang ini terlihat lebih terawat dibanding taman depan dan samping kampus ini. Apa mungkin ada yang merawat san menjaganya, pikir Louis sambil terus melangkah, menelusuri tempat yang baru pertama kali dia lihat itu.

"Aku baru tau kalau ada taman yang indah disini," katanya masih terpukau dengan keindahan dihadapannya. Kakinya terus melangkah hingga sampai pada sebuah danau yang terlihat tidak begitu besar disana. Matanya melebar sedikit tidak percaya bisa ada danau ditempat seperti ini.

"Bahkan disini ada danaunya? Tempat yang sangat menarik," gumamnya. Louis benar-benar menyukai suasana taman ini hingga dia berencana menjadikannya sebagai tempat untuknya menyendiri, seperti sebuah taman rahasia miliknya. Semakin dia memikirkannya semakin lebarlah senyum diwajah manisnya.

Dan langkahnya berhenti tepat didepan danau itu. Dihirupnya udara yang sedikit dingin namun entah kenapa sangat menenangkan baginya. Perlahan dirinya menunduk sekedar untuk menaruh buku yang dia bawa, dan meregangkan badannya yang terasa sedikit kaku. Jarang sekali dia bisa merasa santai dan rileks seperti ini apalagi di area kampus.

Dengan senyum kecil yang terbit dibibirnya, Louis pun berbalik ingin menjelajahi taman ini lebih jauh. Namun, betapa terkejutnya dia melihat seorang pemuda yang sepertinya tertidur disebuah pohon tidak jauh dari danau itu. Merasa sudah bisa mengontrol rasa terkejutnya, Louis berjalan sepelan mungkin, berusaha tidak membangunkan pemuda itu.

Sesampainya disana, Louis mendekatkan wajahnya mencoba melihat lebih jelas wajah tidur dari pemuda itu. Rambut berwarna hijau keabuan yang melambai akibat diterpa angin sore itu, bulu mata yang terlihat lentik untuk seorang pemuda, dilihat dari wajahnya sepertinya pemuda ini lebih tua darinya, juga tumpukan buku disebelahnya menunjukan jika dia adalah mahasiswa kedokteran.

Tersenyum kecil merasa analisa kecil-kecilannya selesai, Louis menegakan kembali tubuhnya namun terus menatap lekat pemuda yang masih asik menyelam alam mimpinya. 'Sepertinya pemuda ini sama menariknya dengan taman ini,' batinnya. Dan entah datang darimana tarikan itu, Louis perlahan mendudukan dirinya disebelah orang yang baru saja dia temui dan ikut memejamkan matanya.

'Kenapa aku jadi ikut mengantuk ya,'

Louis yang ternyata ikut tertidur disebelah pemuda misterius tidak menyadari kalau sosok itu perlahan membuka matanya. Dirinya baru saja terbangun masih belum menyadari keberadaan orang lain disampingnya. Diedarkan pandangannya kesegala arah hingga dia berhenti pada Louis yang tertidur disampingnya. Sedikit melebarkan mata terkejut, pemuda itu menutup mulutnya berusaha untuk tidak mengeluarkan suara keras yang akan membangunkannya.

'S-siapa dia? Perasaan aku sendirian saat datang kemari,' batinnya sambil menatap lekat wajah tidur yang kelihatan sangat damai itu. Dan kembali tanpa dia sadari, diangkat tangannya dan mengusap pelan surai keemasan yang ternyata sangat lembut itu. Lama sekali dia mengusapnya sampai Louis membuka matanya dan kedua iris berbeda warna itu saling bertatapan.

Tanpa suara sedikit pun, keduanya hanya saling menatap seakan tau apa yang sedang dipikirkan yang lainnya. Padahal itu pertama kalinya mereka bertemu, tapi entah kenapa ada perasaan aneh yang masuk dalam hati mereka. Bukannya merasa asing tapi ada rasa familiar yang dirindukan oleh diri mereka. Akhirnya sebuah senyum kecil terbit diwajah mereka. Senyum kecil yang terlihat begitu hangat, yang mungkin tidak mereka sadari sama sekali.

"A-anu n-namaku John, John H. Watson. Kau bisa memanggilku John saja. Dan namamu?"

"Louis, Louis James Moriarty. Senang bisa bertemu denganmu John."

Dan siapa yang menyangka pertemuan itu dilanjutkan dengan pertemuan lainnya. Terus dan terus mereka bertemu bercerita berbagai macam hal dari yang santai hingga yang sedikit serius entah tentang kehidupan kampus mereka atau sedikit menyinggung kehidupan pribadi mereka. Tidak lupa mereka menjelajah taman yang sudah mereka tandai sebagai taman rahasia milik mereka. Sesekali mereka akan memberi makan hewan disana jika mereka datang menghampiri atau sekedar bermain di danau itu.

"John mengambil jurusan kedokteran kan? Kedengarannyaa sangat susah."

Tawa canggung bisa Louis dengar dengan sangat jelas, "pertamanya mungkin begitu. Tapi saat kau lebih mendalaminya, kau akan mengerti betapa menyenangkannya hal itu."

Tatapan kagum kembali diberikan Louis padanya. Dia pernah sekali memikirkan akan mengambil hurusan kedokteran, tapi langsung ditepis pemikirannya itu karena dia yakin bukannya akan menjadi dokter tapi malah akan menjadi pasien disana.

"Kalau Louis sendiri kenapa mengambil jurusan bisnis?"

"Aku ingin membanyu kedua kakakku. Mereka memang tidak memaksa tapi aku ingin menjadi lebih berguna bagi mereka,"

Kembali senyum lembut Louis dapaykan dari sosok disampingnya itu, "Louis anak yang baik ya, sangat berbakti pada kakak-kakaknya."

Dan percakapan itu yerus berlanjut tiap harinya. Selalu ada saja topik yang mereka bahas. Seperti tidak pernah kehabisan ide akan membahas apa. Kadang Louis ingin mengajak John berkunjung ke rumahnya memperkenalkan dirinya pada kedua kakaknya, tapi John selalu menolak dengan alasan tidak enak hati padanya.

Selain dari itu Louis harus akui, John adalah salah satu orang yang bisa membuatnya merasa nyaman tanpa sebab. Hanya dengan berdekatan dengannya Louis bisa tenang seakan melupakan beban yang ada padanya. Dan Louis juga berharap bisa bersama terus dengan John sampai nanti.

. . .

"Dan begitulah yang terjadi," kata Louis menutup ceritanya siang itu.

Moran dan Bond yang mendengarnya hanya bisa terdiam dan menatap pemuda yang sepertinya terlalu hanyut dengan ceritanya sendiri. Hal itu terbukti dengan munculnya senyum tipis yang sangat langka di wajah manisnya.

"H-hee aku baru tau ada taman seperti itu di kampus ini."

"Kalian tidak akan menyangkanya kan? Taman itu benar-benar indah dan sangat nyaman belum lagi hewan-hewan yang ada disana sangat jinak."

Lagi mereka berdua terdiam mendengar penuturan dari Louis hingga keduanya tersadar bahwa sebentar lagi jam siaran mereka akan segera berakhir.

"Dan begitulah sebuah kisah dari Louis James Moriarty. Kisah yang sangat menarik kawan. Terima kasih telah berbaginya bersama kami semua."

"Tidak masalah dan terima kasih telah mengundangku kesiaran kalian ini."

"Kalau begitu terima kasih semua yang telah mendengarkan. Jangan lupa memakan makanan kalian dan menutup mulut agar tidak kemasukan nyamuk haha- ugh!"

"Berhenti bercandanya Moran bodoh. Maafkan kami atas ketidaknyamanannya. Selamat menikmati kelas kalian berikutnya jika ada. Sekian dari kami sampai jumpa disiran berikutnya!"

. . .

Melepas headphone yang sedari tadi mereka pakai, Moran dan Bond bersiap memasuki kelas mereka. Dalam perjalan tidak ada satu pun dari mereka yang bersuara sampai saat mereka tiba didepan pintu kelas Bond akhirnya mengangkat suaranya.

"Oi Moran."

"Hn apa Bond?"

"Menurutmu Louis baik-baik saja?"

Terdiam sebentar, Moran menghela napasnya pelan sebelum menjawab pertanyaan dari temannya itu.

"Lebih baik kita diam saja dan jangan banyak berkomentar Bond. Lagipula tidak ada yang tau kejadian sebenarnya."

Semetara itu di taman misterius itu terlihat seorang pemuda bersurai keemasan berjalan dengan langkah pelan menuju ke arah danau yang ada disana. Senyum kecil terlihat dibibirnya, seakan dia melihat sesuatu yang membuatnya senang.

"Bagaimana siarannya Louis?"

"Sangat lancar. Sepertinya mereka menyukai ceritamu John."

"Hahaha aku sangat senang kalau begitu."

Keduanya saling tersenyum, membagi kesan lembut dan hangat dari senyum itu. Tak lama John pun mengulurkan tangannya kearah Louis yang disambut dengan senang hati olehnya. Mereka berdua berjalan sampai ke danau, dengan senyum lebar yang tepatri diwajah keduanya.

. . .

"Dengar Bond, tidak pernah ada yang mengankat kisah menyedihkan itu lagi. Kisah seorang mahasiswa kedokteran yang tewas karena bunuh diri di danau taman belakang itu. Taman itu sudah ditutup bertahun-tahun lalu karena kebakaran misterius yang terjadi disana. Alasan kenapa Louis bisa menemukan taman itu juga masih misterius, jadi lebih baik kita diam saja dan mengawasinya supaya tidak terjadi kejadian yang sama."

"Tapi perasaanku tidak enak Moran."

"Lebih baik kita berharap dan berdoa akan keselamatannya."

THE END

Terima kasih sudah mau mampir ('。• ᵕ •。') ♡
Don't forget to Like and Comment (ノ' з ')ノ

See ya!!!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro