Padmasana - Enam

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

holla, selamat membaca...

Padmasana 6 – Mitra Rahardja House of Older

https://www.youtube.com/watch?v=yvhfxMVVNgQ

Play List - In Silence [ost. IOTNBO]

Menempuh perjalanan darat selama 2 jam via Ketep – Salatiga membuat Zayn rileks. Kebanyakan orang akan mengeluh dengan rute yang Andika ambil. Berbeda dengan Zayn, alih-alih merasa bosan, ia justru mendapat sebuah ide. "Jika aku ingin mendirikan sebuah rumah di daerah yang kita lewati tadi, kira-kira di sebelah mana, ya, Dik?" tanya Zayn tiba-tiba. Andika yang tengah konsentrasi menyetir mobil tidak bisa menjawab pertanyaan yang Zayn ajukan.

"Daerah Salatiga atau Ambarawa kualitas udara lumayan baik, Mas." Jawabnya asal. Zayn mengangguk mendengar jawaban Andika. Sudah apal rupanya dengan habitat dan kebiasaan Zayn. Tak masalah jika itu harus di pelosok desa, asal kualitas udaranya baik maka akan Zayn pertimbangkan. Kalaupun bisa di pinggiran kota, itu akan menjadi poin plus.

"Berapa jam lagi kita bisa sampai di yayasan?"

"Seharusnya sudah sampai, Mas. Sebentar saya pastikan dulu alamatnya dengan Pak Bagas,"

Andika menepi untuk menghubungi Bagas. Pendiri sekaligus pemilik yayasan panti jompo Mitra Rahardja.

"Saya sudah sampai di lampu merah perempatan Muntilan, Pak." Kata Andika kepada yang di seberang sambungan.

"...."

"Baik, terima kasih,"

"Setelah belok kiri di depan, kita sudah sampai, Mas" jawab Andika ketika gelagat Zayn menunjukan sebuah pertanyaan.

Dari kaca spion tengah, anggukan Zayn dapat dilihat oleh Andika.

Tak lama setelahnya, mereka sudah sampai pada sebuah bangunan. Sebuah rumah yang di depannya terdapat tulisan "Yayasan Amal Kasih Mitra Rahardja" yang terpampang jelas.

Bukan merupakan bangunan baru. Terlihat dari tipe bangunannya yang menyerupai bangunan bersejarah peninggalan Belanda. Di depan ada sebuah paga besi sebatas dada orang dewasa. Tidak ada satpam ataupun penjaga gerbang yang lainnya, sehingga Andika harus turun terlebihdahulu untuk dapat membuka pintu pagar.

Setelah mobil terparkir dengan baik, Zayn segera turun kemudian disusul oleh Andika. Halaman rumput yang asri bealaskan rumput hijau yang terawat. Mereka terlihat bahagia. Terasa ketika Zayn menghirup udara yang sejuk. Seakan membawa aura bahagia dari setiap pohon yang ada di sana.

Di sudut halaman, terdapat sebuah pohon sawo yang buahnya belum matang. Berdampingan dengan pohon rambutan yang sedang berbunga. Zayn dapat mencium aroma manis dan sepat dari bunga yang sedang mekar. Mungkin sudah ada bakal buah, sehingga aroma itu bisa Zayn hidu.

"Ahh, lihat betapa segarnya halaman ini. Seakan semua bernyanyi ria di musim ini," ucap Zayn lebih kepada diri sendiir.

"Maaf, Mas?" tanya Andika bingung.

"lupakan. Dilihat dari banyaknya mobil yang parkir, aku rasa Pak Bagas sudah menunggu kita."

"Iya, Mas. Mari kita segera masuk. Saya ambil dulu sampel yang tadi kita bawa,"

Zayn mengangguk mengiyakan perkataan Andika. Tanpa perlu repot membantu Andika mnembawa semua barang bawaan mereka, Zayn melenggang memasuki bangunan utama.

Jika dilihat dari luar, yayasan ini sangat asri dan nyaman untuk ditempati. Mengingat siapa saja yang bernaung di dalamnya, tak heran jika pihak pengelola dan pendiri menyiapkan tempat sebaik mungkin demi kenyamanan para penghuninya.

Zayn naik ke teras. Terdapat satu set meja dan kursi kayu berpelitur warna asli. Juga lampu gantung era '80-an yang masih berfungsi dengan baik. Semakin menambah kesan vintage dari bangunan ini. Kelihatannya Pak Bagas tak perlu repot untuk mengganti setiap interior yang ada. Hanya butuh sedikit sentuhan dan akan menyulap bangunan itu menjadi lebih manusiawi. Maklum saja, masih banyak mitos yang beredar ketika sebuah rumah model Belanda masih tegap berdiri.

Tak lama setelah Zayn naik ke teras, Andika menyusul dengan membawa 2 buah paper bag berisi beberapa sampel teh yang akan mereka bagikan dengan para penghuni panti.

Sebuah aroma tiba-tiba melintas di indera penciuman Jati. Aroma manis dari buah. Tetapi bukan buah. Aroma ini berbeda. Dan baru kali ini Zayn menghidunya. Zayn penasaran dengannya.

Masuk ke ruang tamu, Zayn dan Andika disambut oleh 2 orang paruh baya. Dilihat dari busana yang mereka kenakan, mungkin saja mereka adalah Pak Bagas beserta istrinya.

Laki-laki itu berdiri, gagah. Dengan rambut uban yang mulai mendominasi. Sorot matanya memancarkan sebuah cahaya yang membuat Zayn merasa dicintai. Sedangkan wanita yang berdiri di sampingnya terlihat anggun dengan setelan blous warna krem serta rok batik model payung. Kalung mutiara yang dikenakan kembar dengan anting yang bertengger di kedua telinga semakin menambah kesan keibuan. Rambut yang masih hitam – ataukah memang sengaja selalu dibuat hitam - ,menampilkan aura yang baru kali ini Zayn lihat.

"Selamat datang di tempat kami. Bagaimana perjalanannya?" tanya si lelaki paruh baya seraya mengulurkan tangan mengajak berjabat tangan.

Zayn tidak menyambut uluran tangan tersebut. Bukan karena tidak sopan, tetapi karena saat ini sedang masa pandemi, maka sebagai gantinmya Zayn mengatupkan kedua tangannya ke dada dan membungkuk sebagai tanda menghargai uluran tangan itu. "Terima kasih, Pak. Lumayan menyenangkan, bahkan saya sempat punya ide," jawab Zayn sembari mengedipkan sebelah mata ke arah Andika.

"Oh, maaf. Saya kelepasan kalau sedang bahagia. Perkenalkan saya Bagas. Pendiri yayasan Mitra Rahardja. Dan ini istri saya Ayushita Maharani. Senang akhirnya bisa berjumpa denganmu." Ucap Bagas mantap.

Zayn beralih kepada Bu Ayu dan kembali membungkuk hormat. Memang di masa pandemi seperti ini serba tidak enak. Tetapi kita harus bisa beradaptasi dengan semua kebiasaan baru untuk mencegah semakin merebaknya virus mematikan ini. Ya, semoga saja segera pulih.

"Senang bertemu dengan Bapak dan Ibu. Kakek menyampaikan salam kagem panjenengan sedoyo. Mohon maaf karena kondisi kesehatan kakek, beliau tidak bisa hadir di acara kali ini,"

"Apakah terjadi sesuatu yang serius dengan Pak Wirama?" suara Bu Ayu yang terdengar khawatir. Entah kenapa Zayn senang mendengarnya. Karena baru kali ini ada yang memperhatikan kesehatan kakek.

"Tidak, hanya penyakit lama kakek kambuh. Maklum, Bu. Kakek sudah sepuh." Jawab Zayn sopan. Tidak mungkin juga ia mengatakan alasan sebenarnya kenapa kakek kembali ngedrop. Cukup ia dan keluarga saja yang tahu.

"Pak Wirama itu hebat. Di usia yang menginjak kepala 7, beliau masih aktif untuk menjalankan perusahaan sebesar Dua Angsa. Kebetulan kami sudah cukup lama mengenal beliau. Entah kapan ada penerus yang benar-benar bisa dipercaya olehnya." Ucapan Pak Bagas sungguh menohok Zayn dan Andika.

Sebenarnya, bukan tidak ada. Hanya saja kakek benar-benar memilih kepada siapa perusahaan akan diwariskan. Pakdhe Satya dan Bulik Ning tak kalah kompeten untuk dapat membawa Dua Angsa semakin berjaya. Tetapi memang dasar kakek. Tidak mudah untuk merelakan sesuatu yang ia bangun sendiri. Apalagi dengan keringat darah selama berpuluh-puluh tahun. Itulah sebabnya, mengapa Zayn rela menuntut ilmu hingga ke pakar teh di Jepang.

"Sampai lupa, mari kita ke dalam. Saya ajak nak Zayn untuk berkenalan dengan para penghuni panti. Saat ini mereka sedang dalam sesi konsultasi dengan anak kami." Ajak Bu Ayu ketika obrolan dirasa sudah ngalor ngidul.

Zayn mengikuti Pak Bagas dan Bu Ayu. Disusul oleh Andika dan seorang pegawai panti yang tadi dimintai tolong untuk membantu Andika membawa barang bawaan yang tidak seberapa. Mereka berjalan melewati serambi belakang. Di tengah-tengah bangunan ada sebuah taman yang tertutup oleh rerumputan. Ada juga beberapa kursi panjang, mungkin diperuntukkan bagi para penghuni agar bisa menikmati sejuknya udara alam bebas.

Di bagian sudut halaman ada sebuah kolam ikan, kelihatan tak cukup besar. Namun, suara gemericik air membuat pikiran Zayn rileks. Ada sebuah pohon mangga yang sudah selesai berbuah. Zayn bisa menghidu sisa-sisa aroma buah yang manis dan ranum. "Mangganya sudah habis, Bu? Kelihatannya manis sekali buah yang dihasilkan," celetuk Zayn tiba-tiba.

Bu Ayu yang kebetulan berjalan bersisihan dengan Zayn kaget. "Eh, anu. Iya, Nak, sudah habis. Memang buah mangga ini istimewa. Selalu berbuah manis dan tak pernah busuk. Mungkin merasakan ketulusan dari para penghuni panti." Jawabnya.

Zayn manggut-manggut mendengar penjelasan itu. Memang alam akan selalu merasakan setiap kebaikan yang manusia berikan. Entah sekecil apapun, kalau kita melakukannya dengan iklas dan tulus hati, Semesta akan memberi balasan yang tak terduga.

Setelah melewati selasar dan beberapa bebatuan yang menghubungkan antara bangunan utama dengan bangunan berikutnya, tibalah mereka di salah satu ruangan yang cukup besar. Biasa difungsikan sebagai aula pertemuan, ruangan ini cukup luas dan memiliki sirkulasi udara yang bagus. Ada satu pohon bungur yang memberi keteduhan namun tak menghalangi banyaknya sinar matahari yang akan masuk. Dan Zayn cukup menyukai bangunan ini. Ralat, keseluruhan dari bangunan ini.

Masuk ke dalam, ada sekelompok lansia yang sedang berbincang ria dengan satu gadis muda. Pertama kali lihat, Zayn langsung tergoda. Semerbak wangi yang keluar dari tubuh si gadis sangat menggelitik nurani Zayn Mahendra. Aroma ini belum pernah ia temui. Perpaduan antara manisnya jagung rebus dan segarnya kayu cendana membuat Zayn menutup matanya beberapa saat. Angannya terbang ke angkasa yang penuh dengan aroma ini. Benar-benar luar biasa. Rasanya tak ingin keluar dari nuansa ini.

Zayn mengirup rakus aroma itu. Memenuhi setiap sudut paru-paru dan ruang ingatannya. Hingga tanpa sadar ia sudah berada beberapa langkah di depan para pengurus panti yang sejak tadi bersamanya. "Eh, maaf. Kebiasan." Katanya sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Pak Bagas dan Bu Ayu tersenyum maklum. Entah apa yang mereka pikirkan, semoga saja tidak memperburuk citra diri Zayn.

Pak bagas berjalan mendekati gadis yang sedang asyik berbincang dengan para lansia. Ketika gadis itu menengok ke arah Zayn, mata Zayn terpana. Paras ayu yang menampilkan wajah keibuan. Juga pembawaan yang kalem membuat Zayn ingin memilikinya. Meski parasnya tertutup oleh masker, tetapi Zayn tetap bisa tahu kecantikan di baliknya. Apalagi aroma ini sangat menggelitik nurani Zayn.

Ketika gadis itu berjalan bersama dengan Pak Bagas menuju ke arahnya, Zayn semakin terpana. Tiba-tiba jantungnya jumpalitan. Telapan tangannya basah oleh keringat. Padahal udara di sana sejuk. Tidak panas sama sekali. Tetapi kenapa Zayn merasa gerah? Tiba-tiba napas Zayn pendek-pendek. Ada apakah ini?


Kamus dialeg Jawa :
Sepuh : tua
Kagem : untuk
Panjenengan : kalian
Sedoyo : semua

Terima kasih sudah sampai di sini.

Salam cinta,
Jurnallin.
16 Januari 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro