01 part 3

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Panji terus memacu laju motornya hingga kecepatan maksimum. Semakin cepat matahari tenggelam, maka dia akan semakin terlambat untuk tiba di villa milik temannya. Dia telah menghabiskan waktunya barusan hanya untuk omong kosong
itu. Tak lagi peduli dengan ruas jalanan yang mulai memadat, laju motor itu semakin dikebut.

Hawa dingin khas pegunungan segera menyambut. Perlahan suhu mulai menurun mengikuti dengan tenggelamnya matahari. Melalui jalur alternatif, meski tampak sedikit memutar namun itu rute terbaik untuk terlepas dari padatnya jalan utama di akhir pekan. Laju motor Panji tak lagi kencang. Dia menurunkan kecepatannya begitu memasuki jalan perkampungan.

Sebuah villa berlantai dua dengan cat biru tua terpampang di depannya, begitu ia sampai. Segera motor itu dia parkirkan di samping ayunan yang berada di halaman villa tersebut. Melihat ada mobil yang terparkir di dalam, dia bisa menyimpulkan kalau ada tamu malam ini. Sebelum dia masuk, dilihatnya pepohonan rimbun di kejauhan yang tampak mengundangnya untuk bermain. Di beranda lantai dua tampak beberapa orang tengah bersantai. Meski letak villa ini tak begitu strategis, suasana yang tercipta di sore hari masih asri untuk dinikmati.

Para petani yang beranjak dari sawah, juga para warga yang berbondong-bondong pergi ke aula desa dengan membawa tabung berisi susu sapi untuk disetorkan. Melihat rutinitas sore hari itu saja sudah mampu untuk membuat mereka semakin tenggelam di nuansa rileks pedesaan.

"Ara, kamu datang lagi hari ini."

Suara wanita menyambut Panji yang masih terdiam di ayunan. Panji hanya tersenyum ke arah suara itu seraya menyambut tangan si pemilik yang terulur, lalu ditempelkannya di kening Panji sebagai tanda hormat.

"Bukankah ini memang sudah tugas saya?"

"Sudah ku bilang kan, jangan terlalu seperti itu padaku, aku masih muda lho! Belum terlalu tua lho!" wanita itu menggeleng "Juga, kamu gak perlu tiap minggu kesini, kan?"

Panji hanya tersenyum menanggapi hal itu.

Seperti biasa dia langsung menuju salah satu kamar di lantai dua. Kamar ini memang sengaja tidak disewakan kepada para tamu karena alasan tertentu. Dengan sapu dan pel di kedua tangannya, dia segera membersihkan debu yang tersisa. Walaupun kamar ini tak disewakan, para penjaga villa juga tetap membersihkannya, termasuk Panji.

Bunga yang layu segera digantikannya dengan bunga yang baru. Buku-buku yang berserakan segera dirapikannya. Dilahapnya pula buah-buahan di atas lemari kecil seraya duduk di pinggir tempat tidur. Dan perlahan pikirannya pun melayang jauh entah kemana.

Jika waktu bisa terulang, bukankah itu hal yang menyenangkan? Akankah ada tombol reset untuk itu? Terlalu banyak pertanyaan yang tidak bisa dia jawab. Tidak semua pertanyaan memiliki jawaban. Ataukah itu hanyalah bentuk sebuah penyesalan?

Pikirannya yang kacau terus melalang buana. Dia tidak menyadari kalau sedari tadi pintu diketuk. Tergambar jelas di alam bawah sadarnya sebuah adegan di villa ini. Sekelompok remaja dengan seragam putih abu-abu yang mereka kenakan tengah menikmati istirahat di sela-sela tugas maket yang mereka kerjakan.

Suasana yang sangat dikenal oleh Panji dulu, yang kini dia rindukan. Si kembar, dia, juga beberapa temannya. Mata mereka yang ceria, senyum merekah, tingkah konyol kala itu terus terputar di pikiran Panji. Salah satu memori yang berharga dan menyedihkan miliknya, atau begitulah sebutannya.

Namun suasana itu tak berlangsung lama, karena tepat beberapa minggu setelah hari itu, mereka harus dilarikan ke rumah sakit. Ketika mereka tengah asyik berlibur, sebuah kecelakaan lalu lintas terjadi. Mobil yang mereka kendarai hancur pada bagian belakang setelah bertabrakan dengan truk pengangkut sayur yang kehilangan kendali karena rem blong.

Dari lima orang yang menaiki mobil tersebut, dua di antaranya harus mengalami luka berat dan cukup vital karena duduk di bagian belakang, sedang yang lain masih sempat mendapatkan pertolongan pertama sebelum ambulans datang.

Tidak lama waktu berselang begitu tiba di rumah sakit. Salah satu dari mereka yang mendapat luka dalam, menghembuskan napas terakhirnya. Dan yang satu lagi terbaring koma hingga saat ini. Ya, dia adalah teman Panji yang memiliki villa tempat mereka sering berkumpul. Sebab itulah luka yang dirasakan Panji jauh lebih dalam dari mereka semua. Apakah bisa disembuhkan atau tidak, tiada yang tahu pasti.

Perputaran roda memang terus berjalan tanpa henti, hingga menjadi sebuah keharusan. Titik itu selalu berawal dari bawah, terus berputar sampai di puncak ketinggian, kemudian kembali turun hingga dia membentuk siklus itu sendiri.

Namun, bagaimana jika roda itu tak kunjung berputar, diam dalam kurun waktu yang cukup lama. Tidak berjalan ke depan, atau pun mundur ke belakang. Benar-benar terhenti di tengah, sekeras apapun dorongan yang diberikan. Itulah yang saat ini Panji rasakan.

Ketukan pintu kembali terdengar dengan nada yang sedikit tinggi. Sosok di depan pintu itu tampak risau karena pemuda yang tengah melamun di dalam tak kunjung
sadar. Begitu kakinya hendak melangkah ke dalam kamar itu, mata si pemuda tiba-tiba terbuka dan mengarahkan pandangan padanya. Mata mereka bertemu, lantas membuat sosok itu salah tingkah.

"A-anu, maaf mas, kata Bu Sekar, makanannya sudah siap."

Panji hanya terdiam melihat tingkah kikuk perempuan yang sedari tadi berdiri di luar pintu kamar itu. Hembusan napas yang dalam, seakan menjawab pernyataan untuknya.

"Itu untuk kalian. Kalian tamu yang menginap malam ini, kan?"

"Oh, itu untuk kami, ya?"

Panji segera beranjak keluar kamar seraya menatap tubuh seseorang di tempat tidur yang terbaring lemah dengan selang infus menancap di pergelangan tangan kirinya.

"Kalau kalian kurang dengan menunya bilang saja, biar aku yang urus nanti."

Ditutupnya pintu kamar tersebut dengan perlahan. Vas bunga di depan kamar juga tak luput dari perhatian Panji. Orang yang sedari tadi berdiri di depan kamar hanya memerhatikan Panji dengan seksama. Dari ujung rambut hingga kaki ia amati
dengan jeli. Tentunya sensasi tak terasa tersebut sampai kepada Panji yang merinding dibuatnya. Mungkin sensasi ini lah yang dirasakan mereka saat diikuti oleh seorang stalker, mungkin.

********** Paradox Spiral **********

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro