3. Persiapan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Angin sepoi-sepoi bertiup pelan di bawah pepohonan yang rindang, rumput-rumput menari di bawahnya dengan gerakan melambai, sementara dedaunan kering kekuningan terlepas dari dahan dan terbang ditiup angin.

Perlahan, cahaya kebiruan muncul yang entah darimana asalnya bersinar di lokasi yang damai ini. Bersamaan dengan kemunculannya yang mendadak, seorang pemuda muncul setelah cahaya kebiruan itu menghilang.

"Apakah aku sudah sampai?"

Pandangannya mulai menyesuaikan diri dengan keadaan sekitar, sepertinya dia telah dipindahkan ke pinggir hutan. Setelah dilihat baik-baik, dunia ini sekilas tidak ada bedanya dengan lingkungan tempat Baha tinggal di bumi.

Pertama-tama, Baha memutuskan untuk mencari lokasi manusia lokal bermukim, dia berharap agar pemukiman ini tidak begitu jauh dari tempatnya berdiri sekarang. Sebab, tujuannya adalah mencari informasi mengenai detail yang rinci tentang dunia yang dia pijak sekarang.

Daripada diam di satu tempat tanpa melakukan apapun, lebih baik bergerak untuk mencari pemukiman itu secepatnya. Selagi masih siang dan jarak pandang masih luas dan terang, pokoknya, dia harus menemukan pemukiman sebelum malam datang.

Akan sangat tidak bijak untuk bergerak di malam hari sendirian, apalagi dia baru sampai di Dunia Paraleum. Malam hari biasanya sangat berbahaya, banyak hewan berbahaya lebih aktif di malam hari. Ini yang dia pelajari selama tinggal di pinggir hutan bersama adiknya Tama.

Baha tersentak tatkala mendengar bunyi gemuruh air dari arah depan, dia langsung bergegas menuju sumber suara.

Air adalah sumber kehidupan, kemungkinan tinggi untuk menemukan pemukiman di sekitar bantaran sungai. Manusia cenderung hidup di lokasi yang dekat dengan sumber air, karena memang banyak sekali manfaatnya.

Dengan pemikiran itulah yang membuat Baha memutuskan untuk mencari pemukiman di sekitar aliran sungai.

Baha teringat satu hal, dia harus mencari senjata untuk melindungi diri. Dunia Paraleum telah dijelaskan oleh siluet wanita bercahaya bahwa dunia ini sangatlah berbeda dengan bumi, banyak monster yang berkeliaran di seluruh medan.

Untuk berjaga-jaga, sebaiknya Baha menyiapkan hal semacam itu sedini mungkin, semakin cepat, maka akan semakin bagus.

Berhubung dia berada di dekat aliran sungai, dia mencari batu yang runcing di pinggiran sungai. Batu tersebut akan dia gunakan sebagai mata tombak sebagai alat perlindungan diri, dia juga mengambil beberapa batu berujung runcing lainnya yang berguna untuk keperluan lain seperti memotong kayu atau memotong daging.

Berpengalaman membuat tombak, membuat Baha tidak membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikannya. Selepas membuat tombak sederhana dari kayu dan sulur tanaman, dia juga mengasah batu runcing yang dia dapatkan, hal ini dilakukannya untuk menajamkan bilah batu agar memudahkannya untuk memotong sesuatu.

Setelah semua rampung, Baha mencari ikan di sungai untuk berjaga-jaga jikalau dia nanti tiba-tiba lapar dalam perjalanannya, dia juga membuat tas sederhana dari sulur-sulur tanaman rambat yang telah dikumpulkan barusan.

Sebelum berangkat, Baha menaruh hasil tangkapan ikan segarnya ke dalam tas kecil sederhana yang telah dibuat, dia juga memetik buah-buahan yang sekiranya bisa dikonsumsi.

Perjalanan mencari pemukiman dia lanjutkan dengan mengikuti aliran sungai menuju hilir, pikirannya saat ini tidak bisa lepas dari kondisi adiknya yang dibawa oleh sosok siluet. Baha sangat khawatir dan tidak bisa tenang, gelisah sampai-sampai tidak fokus berjalan.

Dia akhirnya menyadari bahwa dipisahkan oleh seseorang yang sangat berharga terasa begitu menyakitkan dan hampa. Bayangkan jika satu-satunya orang yang kalian kasihi dan sayangi dengan sepenuh hati pergi ke tempat yang kalian tidak ketahui, ditambah dia pergi bersama orang yang sama sekali tidak dikenal, pergi bersama orang asing. Bagaimana dia tidak merasa gelisah dan khawatir?

Menyadari Tama direnggut oleh siluet bercahaya dari dirinya, membuat Baha merasa tidak berdaya dan kosong.

Baha mempercepat langkahnya, pokoknya dia harus cepat-cepat menumpas para Raja Iblis yang tersegel. Ia tidak sabar ingin bertemu dengan Tama lagi.

"Aku tidak bisa bersantai-santai, aku harus bergegas!"

Untunglah suara siluet bercahaya sebelumnya sangat feminim, dipastikan bahwa dia adalah wanita. Baha merasa sedikit tenang menyadarinya.

* * * *

"Akhirnya, hah ... hah."

Setelah berjalan tiga jam penuh mengikuti aliran sungai, Baha menemukan sebuah desa yang dibangun persis di pinggiran sungai. Beberapa penduduk desa mulai menaiki sampan yang diparkirkan di dermaga kayu untuk mencari ikan, ada yang tengah memotong kayu menggunakan kapak dan gergaji sederhana.

Kaum wanita terlihat sedang bercocok tanam di pekarangan rumah mereka, sebagian besar menanam tanaman kentang dan tomat. Dia juga melihat ada penggembala domba yang berjalan di tengah jalanan, peternak ayam yang sedang memberikan pakan, dan pengemis yang berkeliaran mencari sekeping uang.

Karena tidak banyak pendatang yang berada di desa ini, Baha yang berjalan pun langsung menjadi pusat perhatian. Beberapa penduduk lansia menyapa dia sambil mengajaknya untuk singgah sebentar, Baha langsung menolaknya dengan sopan karena dia sedang buru-buru.

Sebenarnya, desa ini cukup luas dan memiliki banyak penduduk. Tetapi karena letaknya sangat terpencil dan jauh dari ibukota, membuat pemerintahan tidak tertarik untuk mengembangkan desa ini menjadi kota kecil, meski desa ini sudah memenuhi syarat untuk hal itu.

Baha telah berkeliling desa setengah jam, dia mengingat-ingat lokasi-lokasi penting yang berada di desa. Seperti penginapan, rumah makan, toko kelontong, toko persenjataan, dan rumah kepala desa.

Dia berjalan menjauhi desa untuk membakar ikan hasil tangkapannya, dia berhenti dan mulai membuat perapian di bawah pohon.

Ctak! Ttak!

Terdengar bunyi berisik mirip kayu yang bertabrakan dari belakangnya, merasa penasaran, Baha mengikuti asal suara tersebut.

Terlihatlah sebuah tanah lapang yang dipenuhi oleh anak-anak muda yang tengah melatih pedangnya, mereka saling latih tanding kemampuan dan teknik perpedangnya satu sama lain.

Gerakan maju mundur, mengayunkan, menangkis, dan menusuk yang dipraktikkan pemuda-pemuda itu membuat Baha terkagum dan takjub. Pasalnya, baru pertama kali baginya melihat pelatihan berpedang semacam itu.

Tertarik dan penasaran, Baha menghampiri pemuda-pemuda itu dan menontonnya dari pinggir lapangan. Beberapa lama dia mengamati, seorang pria tangguh berusia dua puluhan mendatanginya.

"Nak, apakah kau ingin mengikuti pelatihan pedang ini?"

Dia menatap wajah pria itu, lalu mengalihkan pandangannya pada sebuah pedang asli yang tersarungkan dengan rapi di pinggangnya. Pria itu juga memakai zirah besi yang hanya menutupi bagian dadanya, tidak salah lagi, pria ini adalah seorang prajurit.

Bangkit dari duduknya, Baha mengangguk serius, dia ingin belajar seni berpedang.

"Iya pak! Aku ingin mempelajari pedang," seru Baha sembari memberi hormat tangan kepadanya.

"Hahahaha, kau tidak perlu memberi hormat kepadaku. Sebagai seorang pelatih, aku ingin melihat dulu seberapa jauh kemampuan berpedangmu. Ambil pedang kayu ini, perlihatkan teknikmu." Pria itu melemparkan pedang kayu, Baha menerimanya dengan sigap.

"Tetapi, aku tidak pernah berlatih pedang sebelumnya." Baha memeriksa pedang kayu di tangannya, dia mengetahui bahwa pedang kayu itu dibuat dengan rapi. Meski terbuat dari kayu, jika terkena anggota badan secara langsung pasti terasa cukup menyakitkan, mengetahui bahwa pedang ini terbuat dari kayu yang sangat kuat.

Pria itu berpikir sejenak, mempertimbangkan sesuatu.

"Baiklah, coba ayunkan saja pedang ini," katanya.

"Baik, apakah seperti ini?"

"Hmm!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro