4. Ini Adalah Pertemanan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Baha tidak mengayunkan pedangnya, tapi malah memperagakan gerakan menusuk seperti memakai tombak. Dia langsung menyadari ada banyak perbedaan yang dirasakannya setelah menggunakan pedang, karena memang sejak awal dia lebih memahami senjata tombak.

“Ternyata pedang terlalu berat untuk memperagakan gerakan menusuk, ini pak pedangnya, aku kembalikan.”

Pria itu mengelus dagunya setelah melihat gerakan yang dilakukan oleh Baha, dia cukup tertegun karena gerakannya barusan sudah cukup presisi untuk mengenai titik vital lawan secara langsung.

Gerakan itu sudah setara dengan kemampuan para prajurit tingkat bawah, gerakan yang seharusnya dikuasai dan dilatih cukup lama itu sebenarnya sudah dikuasai oleh seorang remaja.

Dia menemukan orang yang berbakat!

“Gerakanmu sangat mirip dengan seseorang yang kukenal, dia dikenal dengan sebutan ‘Tombak Elang’. Kalau boleh tahu, apakah kau pengguna tombak?”

Mengangguk menanggapi pertanyaan pria muda itu, Baha menjawab, “Aku sering berburu kelinci menggunakan tombak, jadi aku agak terbiasa dengan hal tersebut. Apa ada masalah dengan itu pak?”

Pria muda itu menggeleng. “Tidak ada, kemampuanmu sangat bagus, kau seperti telah menguasai teknik tombak. Jadi, apa kau ingin melatih ilmu pedang untuk menambah wawasan sekaligus skill bertarungmu?”

Ajakan pria muda itu tidak bisa ditolak Baha, karena dia sangat ingin mempelajari berbagai macam teknik dan ilmu bertarung. Sebab, ada orang gila yang mengirimnya ke dunia ini untuk mengalahkan raja iblis, lalu dia mengambil adik semata wayangnya darinya. Bagaimana dia tidak kesal? Semua itu terjadi begitu saja, dalam sehari.

Terik matahari bersama gelombang panas yang menyertainya menyinari tanah lapang, di sana puluhan remaja tengah melatih ilmu berpedangnya. Sebenarnya, latihan itu bertujuan untuk menyeleksi pemuda-pemuda itu untuk dikirim sebagai prajurit kerajaan.

Panas itu tidak mengurangi semangat dan tekad pemuda, malah panas itu menjadi bahan bakar mereka untuk lebih berjuang lagi meningkatkan kemampuan pedang masing-masing.

Di sudut lapangan, ada tiga orang yang jaraknya agak jauh dari para praktisi pedang yang sedang latihan. Salah satu mereka adalah tokoh utama kita, yakni Baha.

Sudah hampir setengah jam belalu, dia berlatih tanding dengan seorang pemuda lain yang kemampuannya paling tinggi di antara semua praktisi itu. Latihan mereka dibina langsung oleh prajurit kerajaan muda yang berwajah tangguh, bermata lebar, dan berahang kotak.

“Haah … haah … aku masih bisa bertarung!”

Ttaakk!

“Lemah, sudah kubilang berkali-kali untuk memperbaiki kuda-kudamu sebelum melakukan serangan langsung. Sudahlah Guru Gus, jika aku berlatih dengan orang seperti dia, kemampuan pedangku akan menurun, lebih baik jika aku berlatih denganmu,” ujar pemuda yang umurnya lebih tua satu tahun dari Baha.

Pemuda itu cukup jengkel karena Gus menyuruhnya untuk melatih seorang yang amatir dalam ilmu berpedang, dia yang memiliki kemampuan paling tinggi di desa ini merasa bahwa Baha tidak pantas menjadi rekan latih tandingnya.

“Understeel, salah satu latihan para praktisi pedang yang paling penting adalah mewariskan ilmu yang mereka miliki. Tidak peduli seberapa kuat dirimu menjadi pendekar pedang, kau pasti akan kalah dengan pendekar yang memiliki seribu murid di bawahnya.”

“Guru, orang itu hanya menang jumlah,” timpal Understeel.

Gus tersenyum. “Contoh yang kuberikan tadi memang kurang tepat sasaran. Begini, coba pikirkan lagi, mengapa aku repot-repot melatihmu padahal aku sendiri memiliki kemampuan yang lebih tinggi darimu? Pasti ada alasan untukku melatih ilmu pedang kepada orang lain bukan?”

Understeel tertegun, dia pun berpikir dan tidak bisa menemukan jawaban dari pertanyaannya yang dilemparkan kepadanya. Benar, pasti ada alasan mengapa Gus mau repot-repot mengajarinya teknik berpedang. Alasan tersebut harus dia temukan sendiri.

Understeel melirik Baha yang tengah duduk sambil minum air yang telah disediakan, dia tertantang untuk membuat Baha menjadi pendekar pedang yang handal.

“Baiklah guru, aku akan membuatnya menjadi pendekar pedang yang handal, lihat saja nanti.” Understeel berjalan menghampiri Baha untuk mengajaknya latihan pedang lagi.

Hari menjelang sore, sinar mentari telah memancarkan cahaya merah delima, semua praktisi pelatihan pedang berkumpul mendengarkan pengumuman dari Gus.

“Pekan depan pelatihan pedang akan mencapai ujungnya, kalian semua akan berduel denganku untuk mendapatkan pengakuan dariku sebagai prajurit yang akan mengabdi pada kerajaan.”

Para calon prajurit berbisik-bisik satu sama lain, sebagian besar dari mereka mengajak rekan sepelatihannya untuk latihan lebih giat lagi. Baha dan Understeel termasuk di dalamnya.

“Besok pagi, temui aku di hutan bagian selatan desa, kita akan melakukan perjalanan ke gua yang terbengkalai di kaki bukit,” ajak Understeel sembari berbisik.

Baha mengangguk menerima tawaran tersebut, dia merasa kemampuan berpedangnya mulai membaik sedikit demi sedikit. Namun, Baha masih mencampuradukkan teknik berpedang dan teknik tombak, membuat gaya bertarungnya sedikit unik dan berbeda dari yang lain.

“Understeel, bagaimana cara mendapatkan uang di desa ini? Sebenarnya aku tidak punya uang sama sekali, aku baru saja datang ke desa ini, kau tahu.” Baha harus mendapatkan uang untuk berbagai hal dan keperluan.

“Hmm, itu berarti kau belum punya tempat tinggal sementara di desa ini bukan? Kalau begitu, kau bisa tinggal di tempatku saja. Untuk masalah uang, kau tidak perlu terlalu memikirkannya. Desa ini terletak di dekat perbatasan, lokasinya sendiri jauh dari ibukota kerajaan. Mata uang kerajaan tidak begitu dipakai di desa ini, kami masih menukar barang untuk keperluan sehari-hari,” jelasnya.

Baha mengangguk, dia cukup terkejut bahwa desa ini masih melakukan kegiatan barter. Beruntung baginya, karena tidak perlu memikirkan berapa banyak uang yang dia punya.

“Baiklah, aku akan menginap di rumahmu untuk sementara waktu. Terima kasih ya, aku sangat mengapresiasi kebaikanmu,” ujar Baha sembari merangkul pundak Understeel tanda persahabatan.

Understeel juga tersenyum ringan. “Hahaha, jangan terlalu sungkan kepadaku.”

Matahari sudah menghilang dari cakrawala, meninggalkan warna kemerahan jauh di garis horizon. Bersinarkan lampu lilin, kedua pemuda berjalan di jalan setapak yang penuh pasir dan kerikil.

Sampailah mereka di sebuah rumah kecil sederhana yang terbuat dari kayu dan beratapkan daun kelapa kering, ketika pintu dibuka, terdengar bunyi berderak, pertanda bahwa engsel pintu sudah berkarat.

Understeel mencari pematik untuk menyalakan lilin, atau lebih tepatmya obor untuk penerangan. Obor tersebut ditaruh di atas batu yang di tengahnya telah dilubangi untuk menaruh obor supaya seimbang. Dia menaruhnya di atas batu untuk menghindari api mengenai dinding dan atap kayu yang rentan terbakar.

Sebelum ke rumah ini, kedua pemuda itu menjelajah hutan sebentar untuk mencari bahan makanan seadanya. Mereka mendapatkan satu keranjang buah beri, dan beberapa rempah dan sayuran. Baha membawa ikan yang dia dapat di sungai sebelumnya untuk dibakar dan dimasak dengan rempah-rempah tersebut.

“Kau tahu Baha, tinggal sendirian di tempat seperti ini, yah, aku merasa sedikit kesepian. Tidak ada orang yang bisa aku ajak bicara sebagai tempat untuk curhat, setiap malam aku selalu melamun, memikirkan bagaimana caranya untuk mulai melihat dunia luar.”

Understeel menatap kosong ikan yang terbakar oleh api, meskipun dia orang yang sangat energik, tidak terpikirkan oleh Baha dia orang yang kesepian juga.

“Tidak bermaksud menyinggung, apakah kau memiliki keluarga? Dimana mereka berada sekarang?” tanya Baha sembari mengoleskan ikan dengan campuran buah beri dan rempah untuk menambah cita rasa.

“Aku tidak tahu, aku sudah hidup sebatang kara sejak lama, sendirian sedari kecil. Aku tidak bisa mengingat kenangan masa laluku, yang aku tahu, aku berada di desa ini tanpa tahu asal usul darimana aku berasal.” Raut wajah Understeel mengerut.

Baha tidak tahu harus merespon seperti apa, dia merasa hal yang dialami Undesteel cukup mirip dengannya. Namun, ada perbedaan mutlak, Baha beruntung masih punya satu keluarga yang bisa menjadi kehangatan baginya, adik kecil yang manis dan cantik. Sementara Understeel, dia pasti hidup sengsara baik secara jasmani maupun rohani.

“Beruntungnya aku, penduduk di desa ini sangat baik dan mau merawatku. Mereka membuatkanku rumah, dan terkadang berbagi makanan. Kau tahu, rumah ini adalah hadiah pemberian penduduk desa untukku.”

Baha hanya bisa mendengarkannya.

“Dalam hati kecilku, aku ingin sekali mencari tahu siapa aku, dan darimana aku berasal. Rambut merah ini adalah bukti satu-satunya yang tertinggal, yang aku tahu dari penduduk desa, di benua ini seharusnya tidak ada orang yang berambut merah. Ada kemungkinan aku berasal dari benua lain yang jauh sekali, namun dilain sisi, aku tidak ingin meningggalkan desa ini, desa dimana aku tumbuh dan berkembang. Meskipun bukan keluarga, aku menganggap semua orang di desa ini keluarga yang berharga. Tidak bisa aku membiarkannya dan meninggalkannya begitu saja bukan?”

Understeel mengambil ikan yang telah masak dari pembakaran, dia menyantapnya dengan lahap. Baha juga melakukan hal yang sama.

“Mungkin, aku harus mencari tahu dulu asal usulku, untuk memenuhi rasa penasaranku. Setelah selesai, aku akan kembali ke desa ini lagi. Untuk itulah aku akan bergabung sebagai prajurit di kerajaan, tujuanku tidak lain adalah untuk mencari pengalaman dan petunjuk tentang asal usul diriku.”

Understeel menatap Baha yang dari tadi hanya mendengarkan saja.

“Ah, maaf. Aku jadi terlalu banyak bicara, kau pasti terganggu kan?” Understeel menggaruk kepalanya sembari terkekeh, dia merasa semua perkataannya tidak selayaknya untuk tamunya ini dengarkan.

Baha hanya tersenyum sambil menggeleng. “Tidak, justru aku merasa ingin membantumu untuk mencari asal usulmu. Akhirnya aku punya tujuan lain setelah berada di dunia ini.”

“Terima kasih Baha, tetapi, apa maksudmu berada di dunia ini?” tanya dia mengernyitkan dahi.

“Ah! Tidak ada apa-apa.”

Ups, Baha secara tidak sadar menyatakan bahwa dirinya bukan berasal dari dunia ini. Untuk saat ini, dia tidak ingin mengekspos bahwa dia bukan berasal dari Dunia Paraleum ini. Waktunya terlalu dini untuk memberi tahu dia segalanya.

Sepertinya pencarian Tama harus ditunda dulu, setelah dia mendengar kisah Understeel, dia merasa tersentuh. Tidak tahu mengapa, mungkin karena dia mengalami nasib yang mirip dengan dirinya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro