24. Senjata Baru Enju 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sekoloni semut raksasa setinggi satu meter menyerang Baha dan Enju, ketika mereka hendak menuju Kota Panamax, jumlahnya tidak banyak, tetapi akan merepotkan jika dibiarkan. Enju melompat ke depan, bersiap untuk menghadang dengan kedua belatinya.

"!!?"

Enju tercengang tatkala belati yang dia sering pakai tidak ada di saku celananya! Karena lengah, Enju hampir saja terkena serangan semut itu. Namun, serangan tadi berhasil digagalkan oleh anak panah Baha yang menancap tepat di kepala semut itu.

"Enju, tetap di belakangku." Baha segera membereskan koloni semut tersebut dengan skill [Arrow Rain], lima menit berselang, koloni semut itu sudah menjadi mayat.

"Baha, apa kau lihat senjataku?" tanya Enju dengan nada putus asa. Baha menggeleng, dan berkata, "Bukankah sudah rusak saat kamu melawan manusia beruang beberapa waktu lalu?"

Menghela napas berat, Enju pun duduk termenung, dia sedang memikirkan bagaimana caranya dia bisa mendapat senjata semacam itu. Karena dia sendiri tahu bahwa tipe senjata yang dia pakai sangatlah langka dan jarang sekali dipakai.

"Mari kita cari senjata baru di kota itu," bujuk Baha sembari menunjuk kota yang berada di sekitar gunung berbatu di depan mereka. Enju pun mengangguk dan berjalan dengan langkah lesu.

* * * * *

Baha berjalan tanpa arah, sementara Enju sedang melihat-lihat senjata yang dijual di toko. Dia ingin sekali membeli salah satu senjata, tetapi masalahnya mereka sama sekali tidak menyimpan uang sepeserpun. Sebelumnya senjata yang dia pakai melawan ketua manusia beruang sudah rusak, alasan inilah yang membuat Enju untuk membeli senjata baru.

Senjata favoritnya adalah belati dua tangan, dia akan menolak jika diberikan senjata lain. Inilah yang membuat pencarian menjadi sulit, pasalnya jarang sekali toko yang menjual senjata jenis ini. Kebanyakan adalah pedang biasa, zirah, perisai, dan helm.

Tidak terasa sudah setengah hari mereka melakukan pencarian, hasilnya tetap nihil. Mereka sama sekali tidak menemukan satu pun jenis senjata belati dua tangan yang dijual di Kota Panamax ini.

Salah satu alasan mengapa jenis senjata ini langka, adalah cara dan teknik pembuatannya yang tergolong rumit. Pandai besi harus mencocokan kedua pasang senjata ini agar kekuatan belati dua tangan bisa digunakan dengan maksimal, ini sangat sulit karena kedua bilahnya harus dibuat sepresisi mungkin.

Enju hampir putus asa, sementara Baha tidak tahu harus bersikap seperti apa. Selama perjalanan dia memutuskan untuk diam saja.

Tanpa mereka sadari, tempat di mana mereka berdiri sudah jauh dari pasar senjata. Mereka berdua tengah berada di sebuah lorong yang gelap yang dipenuhi oleh debu, Enju melanjutkan langkahnya, bergerak semakin dalam memasuki Lorong.

*DUK*

"Perhatikan langkahmu nona!" bentak pria yang barusan ke luar dari sebuah pintu, dia bertabrakkan dengan Enju yang sedang melamun. Pria itu pun berlalu begitu saja.

"Enju kau tidak apa-apa?" tanya Baha.

Enju tidak menjawab, tetapi tatapan matanya menunjukkan perubahan. Dia mengguncang Pundak Baha. "Itu! Aku melihat senjata belati kembar dari ruangan itu!" serunya. Enju langsung masuk ke ruangan di mana pria tadi baru saja keluar.

Baha memasuki ruangan mengikut Enju, kesan yang dia rasakan saat memasuki ruangan ini pertama kali adalah ruangan yang kotor. Bagaimana tidak! Lantai batunya ditutupi oleh debu tebal, bahkan sampai warna lantainya menghitam, saking tebalnya tumpukan debu itu.

Dindingnya sendiri digantung berbagai macam benda, dan itu sama sekali tidak rapi. Beberapa rak yang berada di pinggir juga tampak semrawut, rak-rak itu sudah jelas tidak pernah dibersihkan satu tahun belakangan ini. Tumpukan peti kayu di sudut ruangan, langit-langit yang dipenuhi sarang laba-laba, warna dinding yang sangat kusam dan mengelupas, menambah kesan buruk Baha terhadap ruangan ini.

Tetapi, ada sebuah hal unik yang hanya bisa ditemukan di ruangan ini, yakni banyak sekali senjata belati dua tangan atau bisa juga disebut belati kembar, yang berserakkan di seluruh tempat. Hal itulah yang membuat Enju memasuki ruangan ini, karena sempat melihat belati kembar yang tergantung di dinding.

"Apakah ada orang! Halo!" Satu menit berselang, tidak ada satu pun jawaban. Enju melihat-lihat beragam belati kembar di tempat ini, namun sayangnya kondisinya juga sudah buruk. Semua belati kembar ini telah karatan dan kotor, bahkan beberapa bilahnya sudah patah. Intinya semua senjata belati kembar ini sama sekali tidak layak dijadikan senjata untuk bertarung.

Maka dari itu, Enju coba mencari tahu siapa orang yang bisa membuat senjata belati kembar ini. Dia mencari-cari keberadaan orang yang memiliki tempat ini.

"Coba cek di ruangan itu," saran Baha sembari menunjuk lurus ke sebuah pintu. Enju mengangguk dan bergegas ke arah ruangan yang dimaksud Baha.

"UGH! Bau apa ini?" Ketika pintu dibuka, tercium bau menyengat yang menusuk hidung. Terlihat seorang pria paruh baya tertidur di kursi yang telah usang, di tangannya sebuah gelas menggantung di jari telunjuknya. Sudah sangat jelas bahwa pria ini baru saja mabuk.

"Si ... hik ... apa, kalian ... hik."

Pria tadi menyadari keberadaan mereka berdua, wajahnya terlihat buruk dan agak pucat. Enju mendekat dan menceritakan keinginannya. Dia menginginkan untuk dibuatkan senjata bertipe belati kembar, pria tadi hanya mendengarkan permintaan Enju dengan enggan.

"Kalau kau mau ... hik ... kau harus mengambil ... hik ... batu pualam dari tambang ... hik ... jenis apapun materialnya ... hik ... aku tidak peduli ... hik ... pokoknya aku butuh bahan baku untuk ... hik ... membuat senjatanya."

Enju mengangguk. "Baiklah, aku akan mencari materialnya ... Um, tetapi sebelum itu, apakah aku boleh mencicil untuk membayar senjata itu?" tanyanya.

Pria tua tadi membolehkan Enju untuk bayar mencicil, harganya sendiri terbilang cukup murah, hanya dua koin emas. Namun, ada hal lain yang harus dikerjakan selain mencari material tersebut. pria tua itu meminta untuk dibawakan arak dari sebuah desa kecil di sebelah utara Kota Panamax.

"Baha ... Aku ingin meminta tolong," pinta Enju. "Bisakah kau ambil arak dari desa kecil itu, aku mohon." Enju meminta hal itu dengan tulus dan penuh harap. Baha tidak bisa tidak menyanggupi permintaan Enju, dia ingin membantu Enju sekali lagi.

[Quest : Permintaan Enju

Enju memintamu untuk membawakan arak dari sebuah desa kecil yang terletak di sebelah utara Kota Panamax.

0/10 Botol Arak]

"Aku akan lakukan, lalu, kau harus mencari materialnya ya. Untuk masalah arak, serahkan saja padaku!" ujar Baha dengan percaya diri.

[Quest diterima!]

Mereka pun berpencar, Enju bertugas untuk mencari material, sementara Baha bertugas membawakan arak.

* * * * * *

"Hendrick, lama tidak berjumpa!" Seorang pria yang memakai zirah kerajaan memeluk Hendrick dengan erat, kedua teman itu sedang melepas rindu setelah beberapa tahun tidak menjalin komunikasi. Hendrick tersenyum lebar, dia membalas pelukannya dengan hangat. "Lama tak jumpa, Cedrick!"

Cedrick sendiri adalah Ksatria suci dari Kerajaan Mid Terra, Bersama pengawal pribadinya, dia menjawab panggilan dari Hendrick untuk menjemputnya di perbatasan. Kedua orang ini sudah menjadi teman semenjak mereka masih muda, karena waktu itu kedua kerajaan tempat mereka berasal seringkali mengadakan latihan tempur Bersama.

Mereka mengobrol selama beberapa waktu, menceritakan berita hangat masing-masing kerajaan. Kerajaan Krushield sedang berusaha menahan agresi Kerajaan North Window, sementara Kerajaan Mid Terra sedang sibuk mengurus para patriot dan guildnya.

Cedrick muram untuk beberapa waktu, dia tidak menyangka bahwa perang sedang terjadi di negara sahabatnya itu. "Maaf, aku tidak bisa berbuat banyak." ucapnya lesu. Dia merasa bersalah.

Hendrick hanya tersenyum, dia sangat yakin bahwa Kerajaan Krushield bisa bertahan dari serangan musuh. Lagipula, adiknya yang memimpin kerajaan itu memiliki kartu yang masih disembunyikan. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak tenang.

Hendrick memperkenalkan seluruh anggota The Seven Cloak satu per satu, sementara Cedrick memperkenalkan pengawal-pengawalnya. Cedrick terkejut tatkala mengetahui ada Putri Accelina di rombongan Hendrick, tetapi keterkejutannya sirna ketika Hendrick menjelaskan dengan detail tentang apa yang terjadi sebulan yang lalu.

"Maka dari itu, bisakah aku merepotkanmu untuk memberikan kami tumpangan ke ibukota Kerajaan Mid Terra?' pinta Hendrick dengan sopan, walaupun mereka teman, tetapi status Cedrick lebih tinggi. Dia adalah Ksatria suci, sementara Hendrick hanyalah Ksatria biasa.

[Urutan Pangkat Militer : Prajurit, Kapten, Ksatria, Ksatria suci, Ksatria agung]

"Ayolah jangan sungkan begitu, aku tidak keberatan sama sekali. Nah, ayo semua, naiklah!"

Hendrick tersenyum, dia sangat terkesan dengan perilaku Cedrick. Meskipun dia memiliki status yang tinggi, tetapi dia sama sekali tidak arogan, kepribadiannya sangat lembut dan berwibawa. Dia sangat bersyukur memiliki teman yang baik seperti Cedrick.

Tanpa berlama-lama, rombongan Hendrick memasuki kereta kuda yang disiapkan Cedrick. Setelah semua penumpang naik, kusir segera memecut bokong kuda, memberi tanda supaya kuda menarik kereta.

Di dalam kereta kuda, Accelina masih murung seperti biasa. Dia menutupi seluruh wajahnya dengan kain, sesekali tangannya mengusap pipinya yang sembap. Seharian ini, dia terus saja melamun. Semua anggota The Seven Cloak tentu saja khawatir dengan kondisi Accelina saat ini, beragam upaya selalu mereka terapkan untuk menghibur Accelina. Tetapi, tidak ada satu pun cara yang berhasil, Accelina bahkan tidak sedikitpun memperhatikan mereka.

Dari keenam anggota The Seven Cloak saat ini, hanya Wu Lao lah yang belum mencoba menghibur Accelina. Alasannya sederhana, melihat semua orang yang menghibur Accelina gagal, dia mengurungkan niatnya untuk tidak menghibur Accelina.

Tetapi, hal ini tentunya tidak dibiarkan oleh Nalulu, Filly, Understeel, Flasson, dan Red Hood Grandma. Mereka dengan kejam memaksa Wu Lao untuk menghibur Accelina, beberapa cara licik dan tercela dilakukan agar Wu Lao bisa menghibur Accelina.

Di kereta kuda ini pun, mereka bekerja sama agar tempat duduk Wu Lao bisa bersebelahan dengan Accelina. Rencana berjalan mulus, saat ini kedua orang ini duduk bersebelahan. Tetapi, Wu Lao dengan acuh mengabaikan semua orang.

*BUK*

Kaki Wu Lao di tendang oleh Nalulu cukup keras, dia hanya menatap perempuan itu dengan sinis. Beberapa adegan pemaksaan lain diterapkan, guna membuat Wu Lao setidaknya mencoba untuk menghibur Accelina.

Semua cara tidak cukup untuk membuat Wu Lao bergerak. Pada akhirnya, Red Hood Grandma pun berbisik kepada anggota The Seven Cloak yang lain untuk menjalankan rencananya.

* * * * * *

Catatan Penulis :

Nantikan kelanjutannya, dukung penulis dengan vote dan komentar yak, juga dengan mem-follow akunku.

Mudah-mudahan project ini bisa tamat! Walaupun masih ratusan chapter yang harus ditulis :v

Terima kasih untuk segalanya! See you in next chapter!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro