28. Petualangan Baru Menanti

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Apa yang sebenarnya terjadi?" Ketika Enju baru saja keluar dari penginapan, sebuah pasukan besar baru saja berangkat meninggalkan Kota, dia secara kasar menyimpulkan pasukan tersebut berjumlah lima sampai enam ribu personil.

Padahal hari ini masih pagi-pagi sekali, cahaya matahari belum mencapai permukaan tanah. Bahkan, Baha saja belum bangun, dia masih tertidur lelap di ranjangnya. Enju sebenarnya ingin membangunkannya, tetapi dia merasa tidak sopan memasuki kamar laki-laki saat pagi hari, untuk itu ia mengurungkan niatnya.

Enju bertanya kepada penduduk setempat apa yang sedang terjadi, mereka menjawab bahwa pasukan dari Kerajaan Mid Terra berbuat kekacauan di wilayah Kerajaan Bindex ini. Mereka ditugaskan untuk menghentikan perbuatan tentara Kerajaan Mid Terra, mereka menambahkan bahwa pasukan yang baru berangkat tadi hanyalah bantuan untuk pasukan utama yang sudah pergi beberapa hari lalu.

Enju tidak peduli dengan hal itu, lagipula dia tidak mengetahui situasi yang terjadi belakangan ini, karena dia hidup tenang di dalam hutan sebelumnya. Tetapi, dia mengetahui bahwa perang adalah hal yang buruk, dia berpikir untuk tidak terlibat dan menghindarinya sebisa mungkin.

Merasa bahwa sekarang adalah waktu yang tepat untuk merenggangkan tubuh, ia ingin berlatih pedang kembarnya di luar kota. Enju segera pergi untuk mencari lokasi latihan yang cocok. Ia memutuskan untuk berlatih di dalam gua yang sudah terbengkalai, banyak kereta tambang yang keadaannya telah rusak, banyak beliung yang masih menancap di dinding gua, serta topi pekerja yang berserakan di lantainya.

Monster pun menjadikan gua ini sebagai habitat mereka, beberapa jenis monster yang umum di gua adalah monster sejenis kelelawar, laba-laba, dan goblin. Karena Enju memiliki level yang tinggi, mudah baginya untuk menghabisi musuh-musuhnya, dia hanya perlu menggerakkan sedikit tangannya, monster di depannya sudah tergeletak.

Bukan hanya level saja yang memengaruhi kekuatannya, namun senjata barunya ini sangat berdampak besar terhadap peningkatan kekuatannya. Bilah pedang ini tajamnya bukan main, membelah batu serasa seperti membelah tahu.

Enju merasa penempa itu bukanlah penempa biasa.

* * * *

Kemarin Baha dan Enju telah berburu banyak monster, mereka menjual banyak barang-barang yang dijatuhkan monster tersebut ke toko. Keuangan mereka menjadi aman untuk sementara waktu, alasan mereka mengumpulkan uang, tidak lain untuk persiapan meninggalkan Kota Panamax, mereka berencana pergi secepatnya.

Penyimpanan dimensi Baha sudah mencapai batas maksimal, dia memutuskan untuk membeli perlengkapan seperti ransel, peta, potion, dan alat-alat lainnya. Enju memakai uangnya untuk membeli pakaian, dia merasa pakaiannya sudah tidak layak untuk dipakai karena banyak bagian yang sobek.

"Baha, apakah ini cocok untukku?" Enju sibuk memperhatikan penampilan barunya di depan cermin, dia terlihat sangat senang memakainya, ekor kucingnya bergerak karena senang. Walaupun Baha mendengar pertanyaannya, namun Baha tidak fokus, dia tersipu melihat penampilan baru Enju yang menyegarkan.

"Baha! Apa yang kau lihat bodoh!" Enju berteriak keras, sampai-sampai seluruh pelanggan menoleh ke arahnya. Dia yang malu segera menarik Baha menuju kasir untuk membeli pakaian itu. "Ini semua gara-gara kamu, aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus membayar tagihannya oke, humph!"

Enju segera meninggalkan toko pakaian itu, sementara Baha terjebak di dalam, mau tidak mau dia yang membayar bajunya.

Mereka berdua segera pergi meninggalkan Kota Panamax, rencananya mereka akan berpetualang jauh ke daerah timur, karena Enju harus segera pergi menjauh dari daerah ini secepatnya, dia tidak tahu kapan para ras manusia beruang mengejarnya lagi. Dia harus menjauh dari Benua Barat secepat mungkin, supaya keberadaannya tidak terlacak oleh mereka.

Enju memakai tudung untuk menutupi wajahnya, karena penampilan Enju sangat mencolok dengan telinga dan ekor kucing berwarna putih. Mereka berharap agar perjalanan mereka mulus tanpa halangan.

Di sepanjang perjalanan, Baha melihat akan ada banyak desa yang ada dalam rute perjalanan mereka, dia berencana untuk singgah sebentar sebelum melanjutkan perjalanan lagi. Dalam perjalanan ini, tidak ada monster kuat yang mereka hadapi, semua monster dibersihkan oleh busur Baha dari jarak jauh.

Untuk mempercepat kenaikan level sekaligus skill-nya, Baha memanfaatkan skill [Mana Arrow] yang dia punya, lalu dia pun memakai [Mana Barrier] jika menyadari ada beberapa monster yang menyerang dari jarak jauh. Setelah mana yang dia miliki habis, [Quick Mana Regeneration] akan mulai bekerja, dan memenuhi poin mana dengan sendirinya.

Baha masih berada di level 52, sementara Enju berada di level 180. Semakin tinggi level, semakin sulit untuk menaikkannya. Baha harus mengejar level milik Enju secepatnya. Dia juga berpikir, Job Soldier yang dimilikinya sangat tidak cocok dengan gaya bertarungnya. Baha harus menggantinya, namun dia masih bimbang, Job apa yang akan dipilihnya nanti.

Baha menghabiskan waktu luang dengan membaca buku yang Manna berikan, ada banyak pelajaran yang bisa dia ambil. Dia berhasil menemukan beberapa Job yang cocok dengan gaya bertarungnya, yakni sebagai Archer.

Masalahnya dia tidak mengetahui di mana dia bisa mendapatkan Job tersebut.

* * * *

Oda yang berada di Recovery Realm mengerutkan alisnya, dia merasa ada yang janggal dengan kekuatan yang Baha miliki. Padahal dia yakin level Baha sudah berada di atas lima puluhan, namun tiap serangannya memberikan kerusakan yang kecil.

Untuk mencari tahu hal ini, dia bertanya langsung, "Baha, berapa level yang kau miliki saat ini?" Baha yang sedang membidik seekor monster pun membatalkannya. "Aku level 52, ada apa sensei?" tanya dia bingung.

Benar prediksi Oda, bahwa Baha sudah mencapai level di atas lima puluhan. Namun, yang jadi pertanyaan adalah mengapa serangan yang dia lancarkan memberikan sedikit kerusakan. "Boleh aku lihat statusmu?"

"Boleh saja, ini silakan." Baha menyentuh tanda di telapak kirinya, saat itu juga muncul sebuah layar semi transparan yang memperlihatkan status kekuatan yang dimilikinya saat ini.

[Baha/ Lv. 52/ Human/ Soldier

STR (110) INT (58) VIT (57) DEX (60) Poin belum dialokasikan (208)

Title : 3

Charisma : 240

Skill : Active (8) Passive (6) Production (1) Unique (2)]

Oda menepuk keningnya, pantas saja tiap serangannya tidak menimbulkan efek yang berarti, Baha belum menyebarkan empat poin statusnya ke status utama!

"Apa kau bodoh?" Oda menyindir.

"Aku tidak tahu, bahwa poin itu bisa digunakan," jawabnya singkat.

Oda memberitahu cara menggunakan poin yang belum sama sekali dia pakai untuk meningkatkan status utama. Dia memerintahkan Baha untuk meningkatkan status DEX-nya sebanyak lima puluh persen, lalu STR sebanyak tiga puluh persen, dua puluh persen lainnya untuk meningkatkan VIT dan INT secara merata.

Setelah menaikkan status utamanya, Baha merasakan banyak perubahan, damage yang dia berikan ke monster yang lewat dua kali lebih besar. Sehingga dia bisa meningkatkan levelnya lebih cepat lagi. Baha berterima kasih kepada Oda, karena telah menyadari hal kecil seperti ini.

"Kedepannya, peningkatan poin status akan aku serahkan kepadamu. Aku tidak berhak ikut campur masalah ini." Oda yang mengantuk ingin segera tidur, mempertahankan kesadaran dalam wujud roh sangat menguras energinya, tidur adalah salah satu cara mengembalikan energinya.

"Baik sensei!"

Memang benar, peningkatan poin dalam statusnya membuatnya semakin efektif dalam berburu monster. Semua monster di wilayah ini bukan lagi tandingannya jika dia memakai panah. Baha mencoba kekuatan barunya dengan Blue Seastone Blade-nya, pedang berwarna biru laut itu menemaninya mengalahkan monster.

Dia merasa kecepatannya meningkat, semua Gerakan lawan terasa begitu lambat. Dia hanya perlu memberikan sepuluh tebasan kepada monster, sebelum mereka mati. Baha pun tidak lupa mengambil barang yang dijatuhkan monster itu, seperti core dan barang lainnya. Dia berharap barang-barang tersebut dapat dijual.

* * * *

Di Kota Celestial, tepatnya di sebuah kafe khusus para gadis. Ada enam orang yang berkumpul di sebuah ruangan VIP, mereka mengobrol santai. Mereka adalah orang-orang yang dijuluki Five Angel, kecantikan papan atas yang didambakan wanita di seluruh dunia ada di tangan mereka.

Selain mereka berlima, ada satu orang lagi yang memiliki kecantikan sebanding dengan mereka. Dia adalah Putri Hinelle, anak bungsu Raja Hans. Semenjak kedatangan patriot ke dunia ini, mereka semua menjadi sahabat dekat, tidak peduli dengan status Putri Hinelle yang begitu tinggi.

Mereka mengadakan pesta minum teh di tempat favorit mereka, akhir-akhir ini mereka jarang bertemu karena kesibukan mereka masing-masing. Para Five Angel harus ikut berkontribusi terhadap guild negara mereka masing-masing, sementara putri sibuk dengan urusan kenegaraannya.

"Hah, aku mulai penat dengan kebijakan guild yang semakin lama semakin padat, waktu kita bersantai semakin sebentar." Urara mengutarakan pendapatnya, memang benar bahwa persaingan guild semakin panas, apalagi antara guild papan atas.

"Kita harus semakin kuat, agar bisa mencari cara untuk mengalahkan para raja iblis itu. Dengan begitu, kedamaian di dunia ini akan terwujud." Wanita berambut biru dikepang mengucapkan opininya, dia adalah Claudine.

"Tetap saja ...." Urara lelah dengan jadwal latihan guild yang terlalu ketat. Dia yang biasanya bermalas-malasan di rumah harus mengerahkan banyak tenaga untuk berlatih, sudah jelas dia akan protes.

"Kalian harus semangat! Aku yakin kalian pasti bisa melakukan semua itu," ucap Hinelle menyemangati.

Mereka melanjutkan pembicaraan, tetapi pemilik kafe datang ke ruangan mereka dengan membawa seorang pelayan istana. "Tuan Putri, aku ingin menyampaikan pesan dari baginda raja."

"Pesan apa?"

* * * *

"Accelina makan dulu yuk," bujuk istri Hendrick, semenjak dia siuman, napsu makan Accelina menghilang, dia menolak makan.

"Aku tidak lapar bibi." Accelina tidak bergeming, dia masih rebahan memeluk bantal di ranjang.

"Jika kamu tidak makan, nanti kamu bakalan sakit lho." Accelina malah menutup tubuhnya dengan selimut, tidak tertarik untuk membalas perkataan bibinya itu.

Dia sendiri bingung, mengapa dirinya bisa seperti ini? Padahal dia sudah berusaha meyakinkan dirinya untuk mempercayai bahwa orang itu masih hidup. Namun, ada sisi lainnya yang mengatakan bahwa dia sudah mati.

Accelina takut, dia tidak ingin orang itu menghilang.

*Brak*

Pintu kamar Accelina dibuka dengan keras.

"Accelina! Aku Hinelle, masing ingatkah kamu tentang diriku?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro