31. Perang Dimulai! 2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Agung beserta kelima rekannya dari Guild Indonesia tengah bergegas pergi menuju Kota Rendz, kabar penyerangan itu terjadi dengan sangat cepat, seperti api membakar kertas.

Kota-kota yang berada di sekitarnya tanpa pikir panjang langsung mengirim pasukan untuk membantu.

Sejumlah besar pasukan bantuan yang datang, saat ini sedang berkumpul di sebuah tanah lapang yang lokasinya tak jauh dari tempat kejadian, mereka sedang mengatur strategi dan melihat terlebih dahulu situasi yang terjadi.

"Keluargaku ada di Kota Rendz, tidak ada waktu untuk membicarakan taktik, langsung serang saja!" Seorang prajurit protes kepada salah satu ksatria.

Para prajurit yang memiliki sanak saudara di Kota Rendz melancarkan protes serupa.

"Benar, langsung serang saja!"

Memang benar, sebaiknya mereka harus bergerak secepat mungkin agar para masyarakat yang terjebak di dalam Kota Rendz dapat diselamatkan.

Ada perbedaan pendapat di kalangan pasukan, beberapa pihak tidak menyetujui penyerangan langsung. Mereka menganggap tindakan itu dapat mengancam keselamatan warga di Kota Rendz.

"Jangan gegabah! Jika kita menyerang secara sembarangan, pasukan musuh pasti langsung menghancurkan Kota Rendz untuk memojokkan kita."

Dalam situasi seperti ini, pemimpin berkepala dinginlah yang bisa diandalkan.

Agung adalah sosok yang cocok untuk melakukan hal itu, tetapi dia tidak bisa mempengaruhi semua pasukan ini dalam komandonya. Mereka tidak akan terima jika diperintah oleh seorang remaja tidak dikenal seperti dirinya.

Agung hanya mengumpulkan kelima rekannya, dan memulai diskusinya sendiri.

"Teman-teman, aku punya rencana, bisakah kalian dengar perkataanku?" Agung mengumpulkan rekan-rekannya di tempat yang agak jauh dari pasukan Kerajaan Bindex.

Mereka mengangguk, dan menyuruh Agung untuk segera mengatakannya.

"Zay dan Gavan, bisakah kalian mencari informasi di sekitar Kota Rendz, berapakah jumlah pasukan yang bertahan di sana, berapa jumlah musuh, kemudian berapa lama kira-kira pasukan itu dapat bertahan."

Agung melanjutkan, "Dan juga, cari lokasi yang paling strategis agar Azima bisa menyerang dengan leluasa menggunakan busurnya."

[Author note : Ipul ganti nama jadi Azima (jika kalian masih ingat :v)]

"Aku dan Ameliah akan ikut dalam diskusi para pasukan Kerajaan Bindex ini. Sebisa mungkin kami akan mempengaruhi keputusan para atasan pasukan ini." Agung melirik Ameliah, Ameliah mengangguk tanda mengerti.

"Bagaimana dengan peranku ketua?" Pramudya adalah sosok yang terlupakan, dia memiliki job Swashbuckler. Pengguna pedang kembar, hampir mirip dengan Enju.

"Kau harus berbaur dengan prajurit, ambil informasi-informasi penting yang bisa dikumpulkan." Agung merasa bahwa mereka dapat menjalankan tugas masing-masing.

"Baiklah, ayo lakukan!"

* * * * *

Baha yang awalnya menyerang dari luar desa, mulai menunjukkan tanda-tanda terdesak, dia mundur perlahan-lahan ke area pemukiman.

Dia bersama prajurit setempat bekerja sama melindungi area pemukiman, supaya tidak diduduki oleh para Dark Warrior itu.

Prajurit tidak bisa menahan serangan lebih lama, mereka gugur berjatuhan satu per satu. Baha yang tidak memiliki cover sama sekali terpaksa mundur dan membiarkan area pemukiman yang berada paling luar jatuh ke tangan Dark Warrior.

"Keluarkan pedangmu sekarang, tidak efektif memakai busurmu di area sempit seperti ini!" Oda memperingati lewat transmisi suara.

Baha langsung menyimpan busurnya ke dalam ruang dimensi, lalu mengeluarkan pedang berwarna birunya.

Blue Seastone Blade mengkilap ketika disinari cahaya mentari, dia berlari ke kerumunan Dark Warrior.

Baha bisa melawan Dark Warrior secara seimbang satu lawan satu, karena jumlah Dark Warrior ini begitu banyak, dia kesulitan untuk melakukan serangan, dan hanya fokus bertahan.

Saat menyadari tidak ada lagi prajurit di sekitarnya. Baha memutuskan mundur, kemudian dia menyadari bahwa tidak ada pasukan Dark Warrior yang mengincar warga sipil. Baha pikir, mereka hanya fokus menyerang orang yang menyerang mereka saja.

Baha melihat ke atas kota, dia berencana mencari tempat tinggi agar bisa digunakan untuk melihat ke area sekitar. Dia melihat Watchtower, lalu memutuskan untuk naik.

Baha mengeluarkan busurnya kembali, dia bersama pasukan pemanah membantu para prajurit berpedang dari atas tower.

Dengan sangat leluasa, Baha mengeluarkan banyak skill panahnya ke arah Dark Warrior tanpa terganggu.

Dia masih terkejut tatkala melihat Dark Warrior, jumlah mereka seakan-akan tidak ada habisnya. Padahal dia yakin telah banyak membunuh mereka.

"Aku harus terus berjuang!!"

* * * *

"Aku harus kembali!"

"Kak Enju."

Enju bersikeras untuk kembali ke kota, dia sadar, dengan kemampuannya dia pasti bisa mengalahkan Dark Warrior itu dengan mudah.

"Tunggu Enju!" Dean berkata.

"Biar aku saja yang pergi ke tempat Baha," lanjutnya, tetapi Enju hanya menatapnya bingung. "Kalau begitu, ayo kita pergi sama-sama!"

"Tidak, kalau kau pergi, siapa yang akan menjaga Anastasya!" Dean tahu bahwa Anastasya sangat ingin bersama Enju.

Enju menatap Anastasya yang sedang memeluknya erat-erat, Enju jadi merasa serba salah.

Dengan berat, Enju mengiyakan. "Baiklah, pastikan Baha selamat oke."

Dean mengangguk, lalu pergi menuju Kota Rendz lewat jalur rahasia.

Entah bagaimana caranya, ada beberapa pasukan Dark Warrior yang mengetahui keberadaan Enju dan Anastasya.

Ketika para Dark Warrior hendak menyerang, mereka dapat dengan mudah dihabisi oleh Enju dalam sekejap mata.

Dark Warrior langsung jatuh tergeletak setelah mengangkat pedangnya, kecepatan yang dimiliki Enju tak dapat ditandingi oleh Dark Warrior.

Kombinasi langkah angin dan belati dua tangan, adalah gerakan mematikan andalan Enju.

Ada dua puluh Dark Warrior yang muncul, namun, hanya dalam rentang lima napas, semuanya sudah tumbang.

"Kak Enju ... apa itu?" Anastasya yang berada di belakangnya berkata dengan suara gemetar.

Di sana berdiri seorang pria, dia mengeluarkan aura hitam pekat, wajahnya kosong dengan pupil sepenuhnya putih.

Enju menyuruh Anastasya menjauh darinya, sementara dia bersiap-siap. Dia memiliki firasat buruk tentang hal ini.

"Ma ... ti ... bu ... nuh!!!!" Sosok itu meraung.

"Apa!!"

Sosok pria itu menghilang dari pandangan, angin tiba-tiba mengamuk menerbangkan debu dan pasir.

Enju berlari menuju Anastasya untuk melindunginya, namun---

"Ugh!" Tubuh Enju terpental keras ke tanah, benturan itu menyebabkan Enju berguling-guling sampai pusing.

Rasanya, semua tulang-tulang di tubuhnya telah bergeser, dia mengerang menahan rasa sakit dari sekujur tubuhnya.

"Si-siapa kau!?"

Enju hanya menatap nanar pria yang tiba-tiba muncul di depannya, dia sudah tidak bisa bergerak lagi.

"Apa-apaan dia, berapa sebenarnya level yang dia punya?" gumamnya.

Enju pasrah pada nasibnya saat ini, dia sudah tidak bisa bergerak lagi, tubuhnya bergetar ketakutan. Setetes airmata menitik jatuh, mengingat semua hal yang telah terjadi di kehidupannya.

"Bantu gadis itu, cepat!!"

Dari belakang, suara seseorang terdengar oleh Enju. Setelah itu, dia tidak sadarkan diri.

* * * *

Lima puluh ribu lebih prajurit Kerajaan Mid Terra tengah dikerahkan menuju Kota Nasild yang tengah dikepung.

Raja menunjuk Cedrick sebagai Jenderal besar yang memimpin operasi penyelamatan ini.

Para patriot juga berada di antara prajurit ini, mereka diberi kewenangan bergerak sendiri tanpa dikekang oleh perintah jenderal.

Guild besar mengirim kekuatan utama mereka ke operasi ini, tujuannya adalah mengetahui seberapa besar kekuatan yang mereka miliki saat ini.

Mental mereka akan terlatih juga dalam sebuah pertempuran besar seperti ini, mereka juga bertujuan mencari pengalaman.

Anggota Guild Indonesia juga mengikuti operasi ini, walaupun tanpa ditemani oleh ketua dan wakil mereka.

Agung menunjuk Rachmat sebagai penggantinya di kursi ketua, selain memiliki kemampuan bertarung tinggi, dia juga cocok dalam bidang kepemimpinan.

Selain itu juga, dia juga ahli strategi yang handal. Dia adalah salah satu bawahan Agung yang paling memiliki pengaruh mengalahkan pengaruh Ameliah sang wakil itu sendiri.

Meski begitu, Rachmat memiliki kepribadian yang santai dan luwes. Dia tidak keras, namun juga tidak lembek, dia sebetulnya adalah pria yang karakternya dapat ditemui dimana saja.

"Bagaimana dengan tim pencari informasi apakah ada hal yang menarik di depan?" Rachmat tengah mengusap-usap zirah berwarna perak yang dia kenakan itu sampai bersih.

"Sampai saat ini tidak ada yang aneh komandan, musuh masih berada di tenda mereka, belum ada pergerakan yang mencolok."

Rachmat mengangguk, "Kalau begitu lanjutkan tugas kalian."

"Laksanakan, komandan!"

Dia sendiri masih bertanya-tanya, mengapa musuh belum menyadari pergerakan mereka. Padahal jarak mereka saat ini tidak begitu jauh dengan perkemahan pasukan musuh.

"Hmmm..."

Dia berjalan ke arah Ksatria yang sedang menyusun rencana penyerangan. Terlihat Cedrick yang masih belum mengambil keputusan, dia bersama beberapa ksatria dan ahlistrategi. Rachmat masih mengamati mereka dari kejauhan.

Rachmat mendapati ada ketua guild yang ikut berdiskusi, dia mengetahui bahwa orang itu adalah Maruyama Kai, ketua Guild Jepang.

"Cedrick-senpai, semua orang-orangku telah membersihkan semua anggota pengintai musuh," kata Kai. "Aku kira, sudah saatnya kita untuk melancarkan serangan."

Cedrick mengangguk, lalu berseru dengan suara lantang, "Kita akan menyerang, persiapkan diri dan senjata kalian!"

Rachmat tersenyum dari kejauhan. "Ah, jadi begitu."

* * * *

"Haah, awalnya aku berencana untuk menemui teman-teman baruku. Tetapi, mereka baru saja pergi ke utara untuk berperang," keluh Hinelle.

Accelina tersenyum kecil tidak menanggapi, dia sedikit senang karena Hinelle tidak melupakannya.

Hinelle menarik lengan Accelina. "Jangan murung terus Accel, aku akan membawamu kemana saja sampai kamu senang."

"Ah Hinelle, jangan terlalu keras." Accelina ikut berlari mengikuti Hinelle.

Dia senang bahwa sahabat masa kecilnya tidak berubah sama sekali. Orang yang selalu bisa memberikan dirinya kebahagiaan, selalu bisa menghapus sebagian besar kesedihan yang dia alami.

"Mau es krim?" tanya Hinelle kepada Accelina. Dia hanya tersenyum dan mengangguk, tenggorokannya juga sedikit kering.

"Baiklah, aku pesan yang rasa strawberry."

Penjual itu memberi dua buah es krim pada Hinelle, yang satu rasa strawberry, yang satu rasa vanilla.

Kedua orang itu duduk di bangku kota, mereka duduk dengan tenang.

"Hinelle, apa tidak masalah kita pergi dari istana?" kata Accelina gugup. Hinelle hanya tertawa, "Tidak masalah, kan aku punya skill yang bisa mengubah wujud. Kita seharusnya tidak akan ketahuan saat ini, hehehe."

Accelina tersenyum, dia merasa mendapatkan warna dalam kehidupannya sekali lagi. Dan yang melakukannya adalah Hinelle, sahabat sejatinya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro