04 | arc de triomphe

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng



"TWO double cheeseburger and coke, please."

Berbeda dengan kebanyakan orang yang memilih candlelight dinner romantis dengan pemandangan indah kota Paris, Jisung dan Minho justru berakhir melangkahkan kaki menuju McDonalds terdekat — menikmati makanan cepat saji sembari melanjutkan perbincangan mereka yang sempat terputus akibat turun hujan gerimis.

Setelah mendapatkan tempat duduk yang di pinggir jendela, Minho menunjuk ke arah monumen Arc de Triomphe yang terpampang megah di seberang jalan dan terkekeh geli.

"Makan McD di seberang bangunan bersejarah tetap kehitung dinner with a view, nggak?"

"Bisa jadiii," Jisung ikut tertawa, melahap kentang goreng kesukaannya. "Kurang pianonya aja, nih."

"Next time seru juga kali ya, kalau kita pergi dinner with a view beneran," Minho mengedikkan bahunya, membuat Jisung segera menatap laki-laki itu penuh selidik.

"Kak Minho mau ngajak gue jalan-jalan lagi?"

"Gue... bikin lo nggak nyaman, ya?"

"B-bukan gitu," pacu jantung Jisung seperti sedang lari marathon. "Kaget aja."

"Kenapa harus kaget sih, Sung?" Minho tersenyum, menaruh makanannya untuk sesaat. "Lo orang yang menyenangkan, it's impossible not to feel comfortable around you. Gue merasa nyaman sama lo."

Kedua mata mereka bertemu, dan waktu seketika berhenti.

Jisung menatap netra Minho lekat-lekat, berusaha mencari secercah kebohongan di antara iris hitam indahnya. Tetapi nihil — yang ia temukan hanyalah kejujuran bahwa dirinya benar-benar menemukan kenyamanan ketika bersinggungan satu sama lain.

"Ekhem!" Minho berdehem canggung, malu akibat terlalu lama saling bertatap. "Tapi nggak besok, ya. Soalnya gue kerja part time."

Jisung ikut melepas pandangan, berusaha kembali menetralkan suasana. "Emangnya Kak Minho disini kerja apa?"

"Barista, di coffee shop kantin kampus."

"Bukannya kalau ikutan program beasiswa setau gue udah dapat uang kuliah dari pemerintah, ya?"

"Iya," Minho kembali menyeruput minumnya yang hampir habis. "Tapi gue nggak mau ngerepotin orang lain. Sekolah seni itu biayanya nggak sedikit, apalagi masih ada adik gue yang baru masuk SMA. Dia lebih butuh kiriman duit dari gue buat nambah-nambahin uang nyokap sama bokap."

Jisung mengangguk paham, berusaha mencerna kalimat Minho yang meski terkesan ringan tetapi memiliki makna yang luar biasa. Laki-laki itu sama sekali tak pernah menyangka jika orang yang dahulu pernah mengisi hatinya ternyata merupakan pribadi yang pekerja keras dan penuh kasih sayang.

"Pasti... berat, ya?"

Yang lebih muda menepuk pundak yang lebih tua, membuatnya terkejut setengah mati karena pertama kali disemangati.

"Dari awal gue datang ke Paris, lo terlihat sebagai orang yang selalu stay cool dan hampir sempurna. Tapi Kak, sepulang kita dari tempat ini, gue harap lo ngerti kalau lo nggak harus selalu keliatan baik-baik aja."

Minho terdiam.

"Kalau marah, ya marah. Kalau sedih, ya sedih. Dan kalau senang, ya senang," final Jisung. "Jangan takut buat mengekspresikan hal yang lo rasain. Bagaimana pun juga, rasa ada untuk memanusiakan kita. Itu... bukan hal yang buruk."

Pandangannya tidak pernah lepas. Persetan dengan hiruk pikuk pengunjung di sekitar mereka, saat ini, hanya ada Minho dan Jisung seorang.





P A R I S
I N   T H E
R A I N





Kedua anak manusia itu kembali ke asrama tanpa sepatah kata, meski dengan berjuta tanda tanya di kepala. Melewati Arc de Triomphe yang setapaknya digenangi guyuran hujan, menaiki Metro yang padat merayap hingga berjalan bersama sampai di depan gerbang.

Ada terlalu banyak hal yang mereka sembunyikan untuk saat ini. Jisung dengan perasaan yang ia bawa dari masa SMA, serta Minho dengan perasaan yang sama sekali tidak mampu ia petakan.

Meskipun begitu, setidaknya, rasa itu benar-benar ada untuk memanusiakan mereka. Tidak sekalipun keduanya pernah menyesal — justru bersyukur akan eksistensi satu sama lain.

"Han Jisung," panggil Minho setelah melangkahkan kaki menuju lobby. Kedua tangannya tersimpan rapih di dalam saku, sedikit gugup tetapi ingin merindu.

"Iya?"

"Lo tau, sekarang gue lagi ngerasain apa?"

Jisung menggeleng pelan.

"Bahagia," Minho tersenyum, kemudian menunjuk kearah pintu masuk asrama di hadapan mereka dan mengangguk. "Makasih banyak buat hari ini. Lo... bikin gue bahagia."

Kebingungan yang tersirat di wajah laki-laki itu kini perlahan berubah menjadi senyuman.

"Udah malam," Minho mengeluarkan tangannya dari dalam saku, mengusap pucuk kepala Jisung sebelum kembali memasukkannya. "Habis ini langsung bersih-bersih, terus tidur. Jangan tidur terlalu larut."

Tubuh Jisung menegang. "I-iya, Kak Minho juga."

"See you when I see you, Sung."

Minho memutar kakinya, berjalan kembali menuju pintu keluar asrama sambil melambaikan salah satu tangannya dari belakang — persis seperti film-film tahun 90an yang Jisung gemari saat memiliki waktu senggang.

Oh, Tuhan. Rasanya tubuh laki-laki itu akan terjatuh jika dirinya tidak bertumpu pada pintu terdekat.










Author's Note

————————

Halo semuanya! Maaf banget ya karena sibuk
kerja aku baru sempat update, tapi selanjutnya aku
bakal lebih rajin kok! Semoga kalian masih pada
ngikutin petualangan Minho & Jisung selama
jalan-jalan di Paris 💛

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro