Behind The Scenes

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Partner Project: akvbutterfly dan mrgeniusauthor
Code Warna Ring: Nomor 07
Genre: Sci-Fi
Periode: Agustus 2024

🍀🍀☘️

Part 1 ditulis oleh: akvbutterfly

Arka duduk diam di depan layar, jemarinya menari tanpa suara di atas papan kunci. Cahaya redup dari monitor memantul ke mata lelahnya, sementara dunia di luar jendela kamar berputar dalam keheningan yang tak berujung. Kota Nuvex, yang pernah gemerlap, kini hanya bayangan muram yang terbakar dalam hiruk-pikuk virtual yang tak pernah berhenti.

Setiap orang terjebak dalam Aetheris-sebuah ilusi indah yang memeluk jiwa dengan lembut, menjerat mereka dalam fantasi yang tak pernah pudar. Di sanalah mereka, terbaring dalam kokpit dengan tubuh tak bergerak, namun pikiran mereka melayang di alam maya yang dibuat sempurna oleh TechnoElysium.
Namun, Arka melihat lebih dari sekadar ilusi.

Sejak kecil, ayahnya, Dr. Leon, telah memberinya sepotong demi sepotong teka-teki yang mengarah pada satu kenyataan: dunia nyata tengah terurai, pelan tapi pasti, dalam diam yang tak kasat mata. Kebenaran itu kini terbentang di hadapannya, namun tak ada yang percaya. Bahkan Evelyn, sahabat setia yang selalu di sisinya, tampaknya masih terhanyut dalam kenyamanan Aetheris.

"Aku menemukannya," bisik Arka, lebih pada dirinya sendiri daripada pada ruang kosong di sekitarnya. Tangkai-tangkai informasi yang dia temukan selama ini mulai mengarah ke satu titik: TechnoElysium tidak sekadar menjaga dunia virtual; mereka sedang menutupi sesuatu yang jauh lebih kelam. Dengan beberapa ketukan jari terakhir, Arka membongkar lapisan terdalam dari sistem mereka.

Bayangan wajah Evelyn muncul di monitor. Tatapannya lembut, seperti pelangi yang muncul setelah hujan deras. "Apa yang kamu temukan kali ini?" tanyanya, suaranya seperti melodi yang menenangkan Arka di tengah badai.

Arka menghela napas, lalu memutar layar agar Evelyn bisa melihat apa yang telah dia temukan. Data bergulir di monitor, sebuah kebenaran yang sulit ditelan. Evelyn mengerutkan kening, bibirnya terbuka sedikit, tapi tak ada kata yang keluar.

"Ini ... terlalu besar, Arka. Terlalu berbahaya."

Arka tahu. Seluruh dunia terbuat dari angka-angka, dan di balik angka-angka itu, ada retakan yang semakin melebar. TechnoElysium sedang menyusun keping-keping puzzle yang tak pernah mereka tunjukkan pada siapa pun. Dan Evelyn, meskipun pintar dan berbakat, tampaknya masih terikat pada ilusi bahwa semuanya bisa diperbaiki tanpa mengganggu sistem.

"Tidak ada jalan lain, Eve. Kita harus membongkarnya. Mereka harus tahu," desak Arka, hatinya berdegup kencang. Dia mendekatkan wajahnya pada layar, menunggu reaksi dari sahabat yang telah bersamanya sejak awal.

Evelyn menarik napas panjang, matanya berkilat sesaat sebelum dia menutupnya rapat-rapat. "Jika kita melanjutkan ini... kita mungkin tak akan bisa kembali."

"Kita?" Arka bertanya dengan sedikit ketidakpastian dalam suaranya.

Evelyn terdiam sesaat. Wajahnya berubah dingin, seperti kabut pagi yang perlahan menutupi segala sesuatu. "Arka ... Ada yang harus kamu ketahui. Aku tidak bisa ikut denganmu dalam misi ini."

Kata-katanya menggantung di udara, dan Arka bisa merasakan sesuatu yang aneh dalam perutnya. "Apa maksudmu?"

Suara Evelyn terasa jauh, meski mereka hanya dipisahkan oleh layar. "Aku bekerja untuk mereka, Arka. Selama ini."

Dunia seakan runtuh di sekeliling Arka. Dia mundur, terpaku di kursinya, sementara kenyataan mulai melingkupinya seperti jaring laba-laba yang tak terlihat. Evelyn, yang dia percayai, yang selalu berada di sisinya, ternyata adalah bagian dari sistem yang coba dia hancurkan.

"Kenapa?" bisik Arka, suaranya hampir tenggelam dalam rasa sakit yang menjalar di hatinya.

Evelyn tak menjawab segera. Ketika akhirnya dia berbicara, suaranya terdengar berat, seperti menanggung beban yang tak tertahankan. "Dunia nyata sudah terlalu rusak, Arka. Aku percaya dengan apa yang mereka lakukan, meskipun kejam. Aetheris adalah harapan terakhir kita. Dunia nyata ... sudah tidak ada lagi yang bisa diselamatkan."

Arka menatap layar dengan mata penuh amarah dan rasa kehilangan. Keyakinannya goyah, tetapi tekadnya masih membara. Meskipun dunia nyata adalah reruntuhan yang tak terselamatkan, kebenaran masih perlu diungkap. Dia tak bisa membiarkan TechnoElysium, atau bahkan Evelyn, menghancurkan masa depan yang masih bisa diperbaiki.

"Aku tidak akan berhenti, Eve. Meski harus melawanmu," kata Arka, suaranya tegas, meski hatinya terkoyak.

Evelyn hanya menundukkan kepala, seolah menerima kenyataan bahwa mereka kini berada di sisi yang berlawanan. "Aku tahu dan aku akan menghentikanmu."

Malam itu, di antara bayangan-bayangan yang menari di layar, Arka dan Evelyn mengambil langkah pertama mereka menuju konfrontasi terakhir-satu yang akan menentukan nasib dunia nyata dan semua jiwa yang terjebak dalam ilusi Aetheris.

☘️☘️☘️

Part 2 ditulis oleh: mrgeniusauthor

'Aetheris neraka berkedok surga.'

'Berhentilah hidup dalam ilusi semu!'

'Rahasia kelam yang tersembunyi di balik keindahan Aetheris.'

Kalimat-kalimat berlatar biru dengan warna font putih itu terus bermunculan, memenuhi baliho-baliho di jalan, memasuk iPad-iPad atau peralatan teknologi canggih yang begitu dinikmati penduduk Aetheris.

Sontak saja kegemparan terjadi di mana-mana. Siapa pelaku kerusuhan ini? Pemerintah jelas langsung bergerak, menurunkan pasukan terlatih sebanyak mungkin untuk mengusut penyusup bedebah ini.

Masalahnya, mereka tak bisa menemukan identitas asli si pengirim. Memang benar-benar seorang pengacau andal.

"Aku hampir tak bisa memercayai ini." Kai, teman masa kecil Arka, tampak ternganga begitu melahap semua informasi dari iPad yang ada di genggamannya.

"Begitulah kenyataan yang selama ini tertutupi oleh indahnya ilusi dan teknologi Aetheris," jawab Arka getir. Sepasang netranya mengamati hiruk-pikuk perkotaan yang sepenuhnya diisi oleh teknologi, memantulkan beragam cahaya terang di sepasang bola matanya.

"Lalu langkahmu selanjutnya apa?" tanya Kai serius.

"Aku akan melanjutkan perjuangan ayahku." Arka menjawab serius.

Kai mengernyit dalam, memikirkan banyak hal. Di tengah keheningan kamar bernuansa hitam itu, Arka justru lebih diam. Kepalanya kusut masai kalau diibaratkan segulung benang. Bayangan Evelyn kembali memenuhi kepala, terutama kata-kata gadis itu.

Teman, padahal mereka teman. Namun, kenapa Evelyn tak bisa mendukungnya di saat dia butuh sebanyak mungkin penyokong.

"Aku akan membantumu. Aku yakin jalan yang kau pilih ini tak salah, hanya saja tak boleh terlalu gegabah," kata Kai tulus.

Arka menatapnya sekilas, lantas obrolan pun berlanjut, menghabiskan sisa waktu malam sampai membuat keduanya nyaris melupakan sekitar. Malam telah bergulir dini hari ketika Arka akhirnya pamit pulang.

Dia mengendarai hoverboard dengan kecepatan tinggi, melintasi gedung-gedung pencakar langit yang warna-warni menampakkan keindahan Aetheris. Namun, tiba-tiba ada beberapa siluet hitam yang mengikutinya.

"Gawat!" Arka mengumpat.

Sesuai dugaannya, mereka yang ternyata sekelompok orang berbaju khusus warna putih-biru itu adalah musuh. Aksi kejar-kejaran di tengah malam yang dingin pun terjadi. Arka dengan sisa-sisa tenaganya mencoba mempertahankan diri, sementara musuh terus menggempur. Namun, karena beberapa hari belakangan Arka terus bekerja keras untuk misi barunya, badannya dengan cepat mencapai batas.

Arka kelelahan, sementara musuh makin dekat di belakangnya. Nyawanya terancam.

"Bunuh dan bereskan mayatnya!" Seseorang dari balik telepon memerintah dengan garang. Tubuh rampingnya berdiri di depan layar-layar monitor yang penuh dengan angka beragam warna.

"Baik, dimengerti!" Kepala pasukan itu kembali mengamati target yang tampak sudah tak bisa menghindar banyak.

Sementara itu, masih di dalam ruangan, Lara melirik sekilas pada seseorang di sudut ruangan. "Aku tak mau tahu, bereskan dia dengan segera!" titahnya serius.

Bawahannya itu hanya mengangguk.

Kembali ke langit Kota Aetheris, Arka tengah kesusahan. Kakinya terkena peluru dan mengucurkan darah segar. Pandangannya pun berkunang-kunang. Lalu, jam tangan pintarnya bergetar-getar, menandakan ada panggilan masuk.

Evelyn.

"Eve!" Arka masih sempat mengangkat panggilan dari gadis itu.

Layar biru yang bersinar transparan pun mengambang lembut di atas jam tangan pintarnya. Evelyn terlihat, wajah temannya itu menampakkan beragam reaksi.

"Kau sedang dalam bahaya?" tanya Eveleyn.

"Sejujurnya ya. Aku sedang dikejar-kejar seperti maling," jawab Arka.

Dalam kejar-kejaran ini, dia tak bisa melancarkan banyak serangan. Apalagi tak ada peralatan mendukung selain tas kecil berisi peralatan pintarnya.

"Astaga! Kau serius dengan ucapanmu waktu itu?" Evelyn terlihat terkejut.

Setelah perdebatan yang berakhir dingin itu, mereka tak ada komunikasi sampai hari ini, dan yang pertama menghubungi justru Evelyn.

"Ada apa?" tanya Arka, jelas penasaran apa gerangan yang membuat Evelyn menghubunginya.

"Aku punya tempat untuk pelarianmu sekarang."

Mendengar itu, Arka langsung merasa lega.

"Kirimkan titik koordinatmu dan akan kukirim GPS secepatnya," sambung Evelyn. "Aku akan menyusulmu sesegera mungkin."

Sambil menghindari setiap peluru yang memelesat tanpa suara, jemari tangan Arka bergerak lincah untuk mengirim titik koordinatnya pada Evelyn. Beberapa saat kemudian, dia menerima pesan dari Evelyn. Tanpa pikir panjang, dia pun mengikuti rute tersebut.

Ternyata ampuh. Meski tetap butuh perjuangan, Arka akhirnya bisa lepas dari gerombolan pengejar setelah melakukan beberapa tipuan. Hoverboard yang ditumpanginya pun memelan dan akhirnya mendarat di halaman belakang sebuah bangunan kubus yang tak memiliki banyak ornamen.

Ini tempat yang baru baginya. Evelyn tinggal di sini, kah? Atau, kepada siapa gadis itu mengirimnya pergi?

"Akhirnya aku menemukan siapa dalang yang mengacaukan kota."

Ada sebuah suara. Lara muncul. Sang eksekutif tinggi di perusahaan TechnoElysium itu muncul bersama lima pria berseragam dan senjata lengkap. Mereka tampak bersiaga.

Apa maksudnya ini?

Di tengah kebingungan Arka yang berupaya menganalisis keadaan sambil mempertahankan diri, tiba-tiba Evelyn muncul. Hanya saja, gadis itu berseragam sama seperti Lara, lalu berjalan pelan ke belakang sang eksekutif tinggi.

"Eve, jadi ...." Arka tak bisa melanjutkan kata-katanya.

"Ya, aku tak bisa berjuang bersamamu karena telah lama bekerja di bawah Nyonya Lara," beber Evelyn dengan nada dingin.

Ekspresi gadis itu berubah drastis, sosoknya hampir seperti orang asing yang tak pernah dikenal oleh Arka. Lalu, satu per satu benang merah tersambung di kepala Arka, membentuk kemungkinan-kemungkinan pedas yang mengempaskannya dari tingginya angan.

"Maaf, Arka, aku menjadi teman sekaligus musuhmu." Evelyn berkata dengan datar. "Akulah yang selama ini telah membocorkan setiap gerak-gerikmu pada Nyonya Lara, juga menggunakan segala informasi penting darimu untuk memperkuat sistem pengawasan dan kontrol TechnoElysium.."

Itu lebih dari pengibaratan bak petir di siang bolong. Jantung Arka seperti ditusuk oleh sebilah pedang untuk yang kedua kalinya, sementara Evelyn tertawa bahagia atas kekalahannya. Bagaimana bisa, selama ini dia begitu memercayai Evelyn bermodal kata teman?

"Eve ...."

"Kita bukan teman lagi, Arka," kata Evelyn dingin.

Itu sudah cukup.

Selama ini Arka pikir Evelyn tak bisa membantu hanya karena asumsinya itu, pendapat umum yang memang dipikirkan kebanyakan penduduk kota. Namun, sekarang kekecewaannya bertambah berkali-kali lipat.

"Tangkap dia!" perintah Lara dengan berteriak. "Arka, saya ingin bernegosiasi padamu sebelum terjadinya pertumpahan darah."

Para pasukan merangsek maju. Arka berjalan mundur dengan panik, dia tak punya kesempatan untuk kabur. Musuh telah mengepung, hoverboard-nya jauh, dan dia hanya membawa tas berisi laptop serta beberapa peralatan canggih pembantu kerjaannya.

Tiba-tiba terjadi ledakan besar, disusul dua ledakan lagi yang menghantam permukaan rumput sintetis halaman belakang. Kediaman damai itu seketika porak poranda. Asap tiga warna mengepul dengan pekat. Itu bukan serangan brutal, hanya sebagai pengecoh.

"Cepatlah!"

Suara Kai.

Arka segera berbalik dan menemukan Kai yang wajahnya babak belur, bahkan ada darah segar menetes di dahinya. Namun, tak ada waktu untuk bertanya. Sekarang mereka harus lari menyelamatkan diri terlebih dahulu.

"Sialan!" Lara meraung murka begitu mereka kehilangan Arka.

Kai berhasil membawa Arka lari dari tempat itu. Hoverboard setengah motor yang dikendarainya melaju dengan kecepatan tinggi membelah udara malam yang dingin.

"Bagaimana kau bisa menemukanku?" tanya Arka yang mengambil alih kemudi, sementara Kai beradu tembak dengan pasukan itu. Sigapnya Kai, dia juga bawa tameng besi yang cukup berat untuk memukul kepala lawan.

"Aku diserang tepat setelah kepergianmu. Karena aku jago, aku bisa selamat. Lalu, aku menemukanmu dari GPS-mu itu," jawab Kai.

Sekarang mereka harus sembunyi. Tak ada tempat aman kalau pulang ke rumah. Jadi, setelah berputar-putar cukup lama, mereka pun tiba di sudut kota. Hoverboard berdesing lembut sebelum mendaratkan keduanya dalam keadaan kelelahan.

***

Dua hari rasanya tak cukup untuk memulihkan keadaan dan menyusun rencana serangan balasan. Fakta bahwa Evelyn menjadi duri terlindung membuat Arka bekerja lebih keras dengan hati kecewa. Sekarang, usahanya seperti sia-sia. Segala cara yang dilakukannya untuk melakukan pembobolan atau kekacauan selalu berhasil digagalkan.

"Sekarang aku tahu kenapa kau bersikeras untuk memberontak." Kai muncul dengan botol minuman isotonik di tangannya. "Dunia nyata hancur, tetapi Aetheris lebih parah."

"Dunia nyata terancam punah, sementara kita manusia yang menjadi harapan utama, justru santai-santai menikmati segala kepalsuan ini," kata Arka yang tetap fokus pada komputernya.

Caranya gagal lagi. Tangannya refleks memukul meja.

Ada pesan masuk, memenuhi layar komputer dengan latar merah.

'Kenekatanmu akan membuat nyawa orang-orang terdekatmu dalam bahaya.'

Lantas, beberapa foto tampil di layar, memperlihatkan teman-teman yang pernah ditemui Arka beberapa hari lalu. Ada yang rumah mereka hancur, ada yang terluka, ada pula yang tampak lari ketakutan.

Arka mengepalkan tangan. Ternyata bermain-main dengan TechnoElysium mengantarkannya ke dalam mulut singa.

'Hiduplah dalam keindahan ini dan jadilah anak baik.'

Kalimat selanjutnya muncul.

Arka mengepalkan tangan, hampir meninju layar monitor untuk meluapkan amarahnya. Sekarang dia benar-benar masuk ke medan pertempuran sungguhan. TechnoElysium bukanlah nama yang mudah ditaklukkan, tetapi dia sudah telanjur setengah jalan.

Serangan demi serangan yang dilakukan Arka terus berlanjut di hari-hari berikutnya. Dia terus berusaha, tanpa kenal lelah, didorong oleh motivasi tinggi menyadarkan para penduduk dari ilusi. Arsip-arsip dan catatan-catatan penting ayahnya ditempel di tempat khusus di dekat komputer kerjanya. Setiap menatap catatan-catatan itu, hatinya terbakar oleh amarah.

Saat itu, usahanya berbuah manis. Arka bisa masuk membobol sistem pertahanan TechnoElysium sebagai cacing nakal. Data-data segera masuk ke komputernya, membuatnya makin merapatkan diri ke layar dengan mata nyaris tak berkedip. Arka mulai menaruh beberapa ranjau dengan senyum merekah di wajahnya.

Ini akan berhasil, dia yakin sekali. Sistem pertahanan TechnoElysium akan kacau, tinggal menunggu waktu saja sampai ranjaunya benar-benar diaktifkan.

Arka hampir menyelesaikan pekerjaannya saat tiba-tiba pandangannya terkunci pada sebuah folder mencurigakan. Folder itu berisi nama-nama dan angka, dikunci serapat mungkin-tetapi Arka sudah bisa membobolnya.

Saat diklik, segudang data langsung tampil di depan mata. Arka berubah serius, membaca satu per satu informasi itu. Kemudian, jantungnya seperti berhenti berdetak saat kedua matanya terfokus pada satu kata, '4R-K4: ACC'. Menyusul itu, kepalanya tiba-tiba berdenyut hebat, lantas kenangan-kenangan suram yang asing menjajali kesadarannya.

Tidak mungkin ....

***

Aetheris yang damai mendadak porak poranda hanya dalam beberapa jam. Mulanya terjadi error pada sistem kelistrikan kota, menyebabkan banyak aktivitas terganggu. Lalu, robot-robot mulai mengalami error. Masalahnya, robot-robot itu justru berubah liar. Mereka menembaki atau menghancurkan apa saja; kepala mereka berubah merah dan mengeluarkan suara beragam yang menyeramkan.

Pusat gedung kota jelas langsung diteror segudang laporan genting. Semua anggota pengamanan langsung diturunkan ke lapangan dan mereka berakhir perang dengan para robot. Sebagian disibukkan pula dengan memadamkan api atau menyelamatkan warga dari puing bangunan yang roboh.

Dalam sekejap, kota itu seperti menemui titik akhir kejayaannya, kacau balau di segala penjuru.

Arka telah berhasil. Ya, dia berhasil melakukan misinya setelah berhari-hari berusaha habis-habisan. Sekarang dia harusnya bahagia. Namun, ... kode itu telah merenggut segalanya.

4R-K4, ternyata mirip dengan namanya, Arka. Membuatnya seperti sebuah robot atau manusia percobaan perusahaan canggih, dan memang begitu faktanya.

Arka adalah salah satu manusia percobaan ilmuan di bawah naungan TechnoElysium. Tujuannya adalah untuk mengukur seberapa batas kebebasan manusia buatan. Semua kenangan tentang masa lalu indahnya memang nyata, hanya saja itu tak sepenuhnya terjadi padanya. Ayahnya memang nyata, manusia asli, hanya saja merupakan bagian dari perusahaan itu.

"Aku manusia buatan?" Arka tertawa canggung. Satu per satu kemungkinan membentuk benang merah, membuatnya berhasil menemukan banyak fakta menyakitkan tentang dirinya.

Pantas selama ini Arka selalu merasa tak asing dengan angka-angka, dunia coding, terutama TechnoElysium. Bukan karena dulu ayahnya bekerja di sana, melainkan itulah rumahnya. Namun, sekarang dia telah menghancurkan rumahnya itu, rumah palsu lebih tepatnya.

Kalau dia merupakan bagian dari TechnoElysium, jelas saja perannya penting bagi perusahaan itu. Wajar juga jika selama ini Lara tak langsung mengirim pasukan untuk membunuhnya.

Sekarang dia melangkahkan kaki ke dekat tabung besar dengan mantap. Keputusannya sudah bulat. Asap putih mengepul tebal begitu pintu tabung bergeser dengan desing lembut. Sementara itu, di ruangan yang sunyi ini, beragam komputer tampak menyala; layarnya penuh oleh angka dan huruf beragam warna, simbol, atau gambar-gambar.

Arka telah bekerja keras untuk mempersiapkan semua ini: penghancuran dirinya.

Jelas ini bukan keputusan gegabah. Arka telah mempersiapkan segalanya dengan matang, demi menyadarkan para penduduk Aetheris bahwa ilusi kota ini hanya menuntun mereka pada kehancuran.

"Tunggu!"

Tepat saat Arka sudah masuk ke tabung, teriakan seseorang membuat kedua matanya membola.

Evelyn.

Bagaimana gadis itu bisa sampai ke sini?

Arka menatapnya dengan kening berkerut, sementara beragam tombol dan fitur di dinding tabung terus bergerak cepat, menunjukkan proses itu telah siap.

"Izinkan aku ikut denganmu," kata Evelyn yang sudah berdiri tepat di hadapan Arka.

"Untuk apa?" Arka hampir tertawa mendengar penuturan gadis itu.

"Sebagai penebus pengkhianatanku. Maaf, maaf karena aku telah menerobos ke sini tanpa seizinmu," kata Evelyn dengan keyakinan penuh.

Tanpa seizin Arka, dia melangkah masuk ke tabung sebelah. Dia tahu alat ini, alat yang akan mengirim mereka ke tempat terjauh dari yang paling jauh.

"Aku membencimu, Eve. Jadi jangan mengikutiku," kata Arka dingin. Hatinya campur aduk saat ini, tetapi lebih menjadi kebas karena terlalu banyak hal yang terjadi padanya.

Evelyn melirik ke kanan dan menemukan Arka yang berdiri kaku menghadap depan. "Tekadku sudah bulat."

Hening. Arka memilih bungkam, kemudian tangannya terjulur, memencet sebuah tombol yang mengaktifkan proses pemusnahan mereka.

Detik demi detik menjadi hitungan mundur. Mesin berdesing lembut, warna-warni simbol bergerak makin cepat. Cahaya terang mulai menyinari keduanya, kemudian bunyi pekikan tajam dari tabung itu mengantarkan keduanya, memelesat menembus ruang dan waktu.

Dalam perjalanannya yang makin menguras kesadaran, kepala Arka justru masih kuat untuk menayangkan kilas balik perjalanan hidupnya.

Semoga kekacauanku benar-benar membuat Aetheris kacau, batin Arka sebelum lenyap dalam ketiadaan abadi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro