[ 11 ] -- Kelompok

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sebuah organisasi yang bergerak untuk melawan pemerintahan, berisikan para relawan yang bersedia untuk menggulingkan kekuasaan mereka dengan segala cara. Setiap anggota yang terdaftar, diwajibkan untuk memiliki sebuah benda terkutuk. Guna menghadapi rintangan yang menghadang.

Organisasi itu disebut GOB, dan keberadaannya cukup tersamarkan. Sudah berdiri sejak lama, dan hingga saat ini para aparat pemerintahan masih kesulitan untuk melacaknya. Sistem jaringan yang dimiliki GOB sangatlah baik, memberikan keuntungan tersendiri bagi anggotanya.

Pada mulanya, GOB hanya membeberkan kekejian pemerintahan lewat media sosial, meretas situs pekerjaan mereka, kemudian memunculkan semua kejahatan yang pernah mereka lakukan.

Siapa yang menyangka jika pemerintahan melakukan pembantaian pada masyarakat kelas bawah di negara itu? Tentu saja tidak akan ada masyarakat yang tahu jika GOB tidak menyebar luaskannya.

Karena cara mereka untuk membunuh itu sangatlah halus, hanya dengan merendahkan upah kerja mereka, membiarkan rakyat itu kelaparan. Setelah itu bisa dipastikan, angka kematian akan sangat menukik tajam ke atas.

Lalu, apakah pemerintahan itu akan peduli melihat banyak rakyatnya yang meninggal?

Tidak. Mereka punya mata, tetapi tidak digunakan untuk melihat penderitaan masyarakatnya. Mereka punya telinga, tetapi tidak digunakan untuk mendengar rintihan rakyatnya. Mereka mempunyai mulut, dan apa yang keluar dari mulut mereka hanyalah dusta semata.

Mereka memang hidup, tetapi hati mereka sudah lama terkubur dalam kubangan hitam tak berdasar. Harta, tahta, dan kuasa membuat mereka lepas tangan dari tanggung jawab. Sibuk menjarah, dan terus memperkaya diri. Tanpa memikirkan dampak yang mereka sebabkan.

Di jaman ini, suap sudah merajalela. Pemimpin tidak lagi dinilai dari kecakapan kerja, sikap, maupun kecerdasan. Asalkan mempunyai danau uang dan gunung emas, mungkin siapapun bisa menjadi kepala pemerintahan tertinggi.

Persetan dengan keadilan yang di mata mereka sudah tiada guna, alih-alih memanfaatkan kesengsaraan rakyat untuk kepuasan pribadi. Sungguh tak adil para tikus berdasi itu.

Di situlah organisasi GOB muncul untuk memberi perlawanan pada mereka. Mulai dari menyebarkan berita kejahatan mereka di media sosial. Kemudian mulai memberikan aksi teror pada mereka, menebarkan rasa gelisah di dalam hati mereka.

Akibat hal itu, sebagian kecil dari mereka akhirnya sadar akan kesalahan yang selama ini melumuri diri. Mau untuk kembali membuka mata hati, menyadari apa yang sedang terjadi di balik perbuatan mereka.

Namun, sebagian besar mereka malah menyuruh pasukan khusus untuk memburu para anggota GOB. Memberikan perlawanan balik. Selain itu, perlakuan mereka pada rakyat rendah kian bertambah parah.

Hingga saat ini, anggota GOB tidak akan segan lagi untuk membunuh orang-orang pemerintahan. Sedangkan mereka juga sama mengincar GOB untuk dibasmi. Perang transparan memang sudah dideklarasikan sejak lama. Kini, hanya tinggal menunggu siapa yang akan keluar sebagai pemenang.

"Adoff, Arnt sudah pergi, ya?"

Suara itu mengejutkan dirinya yang semula sedang duduk seorang diri di meja bundar. Dengan segera, ia mengalihkan pandangan dari laptop yang ada di hadapannya, menatap orang yang memanggilnya itu.

"Kupikir kamu sudah pergi tidur, Arben," balasnya mengabaikan pertanyaan lelaki itu barusan.

"Memang sudah. Hanya saja aku terbangun di tengah malam." Arben ikut duduk di atas bangku yang melingkar tersebut. "Ini sudah begitu larut. Kamu tidak istirahat dulu?"

"Nanti saja," jawabnya tak acuh.

Arben ikut menatap layar laptop yang sejak tadi dipandangi oleh lelaki berambut pirang tersebut. Terlihat artikel membagi salah satu sisi layar kacanya. Sedangkan kotak hitam memenuhi sisi lainnya.

"Kembali meretas situs gelap pemerintahan?" celetuk Arben.

"Lebih dari itu," timpalnya. Ia masih fokus menatap layar laptopnya. "Aku sedang mengecek aktifitas yang mereka lakukan selama akhir-akhir ini," terangnya.

"Aktifitas?"

"Ya, seperti riwayat panggilan, pesan, dan lainnya."

"Oh. Kukira kamu mengawasi mereka lewat kamera pengawas."

Adoff menghela napas. "Itu sudah terlalu kuno," celanya.

Mereka kembali membisu. Keadaan sudah gelap gulita. Hanya ada cahaya yang terpancar dari layar leptop. Suasana sudah begitu senyap. Sebagian orang-orang yang tinggal di tempat itu ada yang sudah tertidur, tetapi ada pula yang melakukan pekerjaan untuk mencari informasi seperti Adoff.

Di kelompok mereka, setidaknya ada lima orang yang lihai dalam dunia retas meretas. Kemudian ada tiga orang yang ahli teknisi. Sisanya, memiliki keahlian lain yang beragam. Namun, yang menjadi kesamaan dari mereka adalah, semua remaja di kelompok itu memiliki kemampuan fisik untuk menyerang dan bertahan.

Dalam GOB, kelompok cabang seperti mereka adalah jaringan paling luar yang paling sering berinteraksi dengan masyarakat luas. Anggota kelompok kecil yang biasa di sebut Party, tidak akan pernah diberi tahu di mana letak, ataupun siapa pemimpin GOB yang ada di pusat. Kecuali ketua mereka yang memang berkomunikasi langsung dengan pusat secara berkala.

Arben ditempatkan di Party-1.8 yang bertugas di sekitar wilayah distrik 8 Pusat. Masih banyak Party lain yang juga sedang bertugas sama seperti mereka. Masing-masing Party ditempatkan di distrik yang berbeda pula. Namun, tidak satu pun dari mereka yang mengetahui siapa saja anggota Party lainnya.

Semua bekerja secara transparan, dan saling tidak mengenal satu sama lain. Mereka memang tidak diperbolehkan untuk mengetahuinya, agar bisa tetap fokus pada tugas mereka, serta menjaga privasi antar anggota GOB yang masih awam.

Memang benar, anggota Party sebagian besarnya masih menempati usia belia. Pola pikir mereka masih begitu labil, sulit untuk bisa dikontrol. Anak-anak muda seperti mereka, belum tentu akan bisa mengurus masalah penting seperti yang ada di pusat.

Oleh karena itu, para pengurus pusat menempatkan para remaja untuk bergerak dengan jangkauan yang paling luas. Mereka diperbolehkan bepergian kemana pun dengan bebas. Boleh melakukan apa pun sesuka hati, asalkan tidak mengabaikan perintah yang sudah diberikan.

Hal itu dilakukan juga memiliki tujuan, agar kepekaan mereka pada bahaya yang akan datang menjadi terasah. Sehingga ketika dewasa nanti, mereka akan dengan mudah menyesuaikan diri pada kinerja pusat yang berada di bawah tekanan.

"Adoff, aku ingin mengatakan ini sejak lama. Jujur saja aku penasaran, dengan cara apa organisasi ini bisa mengumpulkan anak-anak usia remaja seperti kita?" lontar Arben tiba-tiba.

Lelaki beriris biru itu mengerling. "Biasanya jalur orangtua. Sama sepertimu, Arben. Ayahmu adalah orang dalamnya GOB, dan kamu akhirnya juga ikut terseret dalam organisasi ini."

"Apakah kamu juga seperti itu?" tanya Arben kembali.

Akan tetapi, seketika Adoff menutup mulutnya. Ia memalingkan pandangan, pura-pura tidak mempedulikan ucapan Arben barusan.

"Ah, aku menyakitimu, ya? Maaf …," lirih Arben melihat orang yang diberinya pertanyaan itu langsung berpaling, seolah menghindari pertanyaannya.

"Tidak perlu minta maaf," tukas Adoff. "Memang takdir yang memberiku kehidupan seperti ini." Ia menggumam lirih tanpa menatap Arben yang kini diliputi beragam pertanyaan.

Adoff mencengkram kepalanya dengan erat. Kemudian ia mengacak-acak rambut pirangnya, seolah menunjukkan kalau pikirannya sedang kacau. "Sudahlah, aku ingin pergi ke kamar dulu, ya." Pria beriris biru itu langsung menutup laptopnya. Ia melempar pandangan ke arah Arben, sambil menampakkan senyum tipis yang terkesan dipaksakan.

Arben membisu. Rasa bersalah segera mengambil ruang di dalam lubuk hatinya. Ia merasa bahwa seharusnya tidak perlu menanyakan pertanyaan bodoh seperti itu. Tidak ada gunanya pula baginya lantaran mengetahui latar belakang orang lain.

Adoff bangkit dari bangku, kemudian mengangkat laptop yang semula ada di atas meja. Sebelum beranjak pergi, ia kembali menatap Arben yang masih bergeming di tempatnya duduk. "Malam," pamitnya seraya berbalik.

"Eh, iya. Malam." Arben segera tersadar dari lamunannya. Ia melihat lelaki berambut pirang itu sudah bergerak menjauhinya, menuju ruangan lain yang merupakan kamar tidur.

Setelah kepergian Adoff, hanya tersisa dirinya di ruang santai tersebut. Ia kembali termenung. Banyak yang belum ia ketahui tentang GOB ini. Bahkan, walaupun ayahnya ternyata merupakan orang pusat, ia sama sekali tidak pernah diceritakan tentang organisasi ini.

Namun, Arben tidak ingin ambil pusing soal itu. Ia segera berusaha melupakan hal tersebut. Kemudian ia mulai bangkit, dan berjalan ke sebuah ruangan yang masih berada di dalam bangunan tersebut.

"Sepertinya, lebih baik aku minum coklat panas," gumamnya sembari menapakkan kiprah ke arah dapur yang gelap.

∅∅∅




Notes :

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian sebagai pembaca di sini. Silahkan tekan bintang (🌟) yang ada di bawah situ, ya. Kritik serta saran juga sangat dipersilahkan. Terima kasih.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro