Chapter 2 - The Rude Man

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Pesan online 081219457018 dan dapatkan diskon 20 persen + bonus

Tiga ekor ikan karper yang telah dibersihkan telah disusun rapi di atas piring tembaga di sebelah panci dan botol minum yang terisi penuh.  Pakaian yang sebelumnya dikenakan Michelle telah tercuci bersih dan tergeletak masih dalam keadaan terpilih di sebelah satu set baju siap pakai yang diletakkan gadis itu dekat dengan sisi sungai.

Michelle berdiri menghadap bebatuan bertingkat dan membiarkan air yang turun dari atas untuk membilas sisa sabun yang telah digosokkan kepada tubuh, wajah, dan rambutnya. Tiga per empat tubuh gadis itu berada di atas permukaan sungai ketika samar-samar dia mencium aroma masakan.

Kening Michelle berkerut. Dia belum menyalakan api. Suara air terjun yang cukup kencang juga membuat pendengaran gadis itu tidak berfungsi cukup baik.

"Kita membutuhkan lebih banyak ikan." Suara seseorang dari arah belakang mengejutkan dirinya.

Gadis itu segera membalikkan tubuh dan matanya terbelalak ketika dia melihat pria yang baru saja dia tolong sedang duduk di sebelah api unggun dan merebus panci berikut isi milik-NYA!

"Apa yang sedang kau lakukan?!" seru Michelle terkejut ketika laki-laki itu mengaduk masakan dengan sendok besi yang terlihat jelas berasal dari dalam tasnya yang sudah dalam kondisi terbuka. Di sisi kiri terlihat ransel milik tamunya yang masih tertutup rapi.

Laki-laki asing itu menyendok kuah dari dalam panci untuk mencicipinya sebelum mendongak ke arah Michelle dan mematung. Manik birunya meneliti lekuk tubuh gadis yang berada di bawah air terjun dengan rasa tertarik.

Michelle terkesiap dan membenamkan tubuh dalam-dalam saat menyadari bahwa dirinya sedang menjadi bahan tontonan. Rona malu menyebar pada kedua pipi gadis itu. "Kau! Berhenti melihat ke arahku!"

Pria itu tertawa kecil. Dia meletakkan sendok bekas mulutnya di atas piring  lalu menyandarkan punggung pada batang pohon pinus yang berada di belakangnya. "Apa kau tahu, rasa malu hanya untuk manusia?"

Jantung Michelle seakan hampir berhenti berdetak. Lagi-lagi laki-laki itu mengungkit topik yang membuatnya tidak nyaman.

"Bisakah kau berhenti mengatakan hal itu?" ucap Michelle dengan ekspresi tidak suka. Gadis itu menautkan alis dan mengertakkan gigi. "Aku adalah manusia!"

Laki-laki itu memiringkan kepala untuk mengamati wajah Michelle. Seulas senyum kecil terbentuk pada bibirnya sebelum dia tertawa terbahak-bahak.

Michelle menarik napas cepat. Pria itu sedang menghinanya! "Apa yang lucu?!"

"Kau!" jawab laki-laki asing itu dari sela-sela tawanya. "Apa kau sedang bergurau?"

"Aku tidak bercanda!" jerit Michelle mulai merasa marah. Dia baru saja menyelamatkan seorang pria yang ternyata seorang pencuri makanan dan tidak memiliki sopan santun!

"Benarkah?" tanya pria itu geli. Manik birunya bertatapan langsung dengan mata hijau gadis itu. "Apakah kau buta warna sehingga tidak menyadari warna matamu sendiri?"

Michelle merapatkan bibir. Dia tidak mau menjawab pertanyaan pria itu. Angin kencang bertiup dari arah barat dan tubuhnya mulai menggigil.

"Berhenti menatapku dan menyingkir dari sana! Aku tidak bisa berpakaian bila kau melihat ke arahku!" seru gadis itu. Dia harus segera keluar dari sungai sebelum mati kedinginan.

Namun, pria itu bergeming dan malah kembali mengejeknya. "Apakah kau tahu, kesopanan itu hanya untuk manusia?"

Emosi Michelle tersulut. Dia luar biasa menyesal telah menolong laki-laki itu. Seandainya waktu bisa diputar. Dirinya mungkin akan ikut serta membantu para mayat hidup untuk mendapatkan makan siang mereka.

"Kau luar biasa menyebalkan! Aku menyelamatkanmu dan sekarang aku hanya minta kau membalikkan badanmu saat aku berpakaian!" jerit gadis itu dengan wajah merah padam akibat menahan marah. Dia benci akan tugasnya! Dia benci warna matanya! Dan dia benci dengan laki-laki kurang ajar yang masih saja menontonnya!

Terbesit rasa iba di mata pria itu. Setelah menimbang-nimbang beberapa saat, akhirnya dia membalikkan tubuh untuk melihat pemandangan sekitar. Seekor burung blackbird yang sedang bertengger di atas ranting pohon ek menarik perhatiannya.

Michelle segera keluar dari sungai. Terdengar suara cipratan air yang mengikuti gerakannya. Gadis itu mengambil pakaian yang tergeletak di pinggir sungai lalu mengenakannya secepat yang dia bisa dan menyebabkan kemeja hitamnya basah kuyup.

"Kukira kau lebih suka menggeram dibanding bicara," gurau laki-laki itu tertawa pelan. Kepalanya masih mendongak untuk mengawasi tingkah burung hitam berparuh jingga yang mulai berkicau.

Tubuh gadis itu menegang. Dia baru saja kehilangan sebagian makan siangnya, terpaksa harus mengenakan pakaian yang jauh dari kata kering, dan sekarang dirinya harus mendengar kata-kata penghinaan dari seorang pencuri berulang kali.

Michelle mengisi udara sebanyak mungkin ke dalam paru-paru. Dia menoleh ke arah punggung pria itu dan berteriak sekencang mungkin. "Sudah kubilang aku manusia!"

Beberapa ekor burung termasuk blackbird yang sebelumnya beristirahat di atas ranting pepohonan segera mengepakkan sayap untuk melarikan diri.

Namun pria itu sama sekali tidak terkesan. Dia mengendus wangi kaldu ikan dari udara dan membalikkan tubuh. Manik birunya terpaku sesaat ketika melihat kondisi Michelle yang basah kuyup. Rambut panjang pirangnya yang terurai masih meneteskan air.  Kemeja yang berukuran dua nomor lebih besar malah terlihat seperti kulit kedua dan menampilkan lekuk tubuh pemakainya.

Semburat merah muda merambat cepat pada wajah Michelle ketika dia menyadari arah tatapan pria itu. Secara insting dirinya menyilangkan kedua lengan di depan dada dan kembali berteriak, "Berhenti melihatku!"

Laki-laki asing itu mengerjapkan mata sebelum mengalihkan pandangan ke arah wajah Michelle yang menunjukkan ekspresi gusar. "Apa kau berniat merayuku?"

Gadis itu bernapas cepat. Keinginan melupakan sumpah yang pernah dia ucapkan dan menebas leher pria di depannya sangat menggoda.

"Kau adalah orang yang paling menjengkelkan yang pernah aku temui!" jerit Michelle. Dia saat ini lapar, kedinginan, dan luar biasa jengkel.

Pria itu kembali terbahak dan bangkit berdiri. Tingkah Michelle seakan membuatnya terhibur.

Manik hijau Michelle mengikuti gerakan tamunya yang melangkah menuju sisi sungai. Matanya melebar ketika pria itu melepaskan ikat pinggang kulit yang menyanggah sarung pedang dan mulai melucuti pakaiannya.

"A--apa yang sedang kau lakukan?" tanya Michelle tergagap. Tanpa sadar tatapan matanya menelusuri dada bidang hingga otot perut milik pria itu.

Laki-laki asing itu melirik ke arah Michelle. Sudut bibirnya tertarik membentuk senyum mengejek ketika dia mulai membuka kaitan celana. "Mandi, kau pikir apa ?"

Michelle terkesiap dan membalikkan badan. Seumur hidupnya dia belum pernah melihat tubuh telanjang seorang pria dewasa. Suara debur menunjukkan bahwa laki-laki itu telah masuk ke dalam sungai.

Jantung Michelle berdebar cepat. Dia harus segera pergi! Gadis itu segera melangkah dan mulai merapikan barang-barang miliknya sebelum melarikan diri dari pria kurang ajar yang sedang mandi di  bawah air terjun dan menggunakan sabunnya tanpa izin.

Pembaca yang baik hati, tolong tekan tanda bintang.^^


Aaric's Bride (Pengantin Sang Vampir)
Pengarang : Benitobonita
ISBN : 9 786025 069239
Penerbit : Grass Media

Sneak Peak : https://my.w.tt/UiNb/aPZsdtGf8G

Book Trailer : https://youtu.be/VTOEMLp8Xq4

Rank 1 Vampire
Rank 2 Fantasy SaveCEO award

Evelyn Arden, memiliki seorang malaikat pelindung yang menjaga dirinya sejak kecil. Namun, siapa sangka pria yang menjadi cinta pertamanya adalah seorang vampir pemarah yang selalu berusaha melarikan diri darinya?

Akankah Evelyn bisa mendapatkan Aaricnya?

9 Maret 2018

Ig Benitobonita / Benitopublisher

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro