1 - ANGRY BIRD

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Cause baby, everything you are is everything i need. You're everything to me

Tubuhnya yang gempal terus saja bergetar kala ia berusaha melompat kecil demi memasukkan bola basket ke dalam ring. Sesekali caci maki terdengar dari arah belakangnya, tak jarang pula teman-temannya menertawakan kepayahan seorang gadis di tengah lapangan saat melihatnya lagi-lagi gagal melompat lebih tinggi. Tumpukan lemak yang terus saja bergoyang di hampir seluruh area tubuhnya membuat dara muda itu kesulitan.

"Eh, si babi gak bisa lompat masa, hahaha!"

"Ya elah, bola sama badan aja beratan badan. Gimana bisa bawa bola masuk ring kalo gitu? Konyol!"

"Ngeliat dia lompat kayak ngeliat burung yang dilempar pake ketapel itu gak sih? Udah bulet, mantul-mantul!"

Terus saja begitu. Audy Zeta Abigail. Namanya indah, tapi sayang nasibnya tak seindah namanya. Cacian dan ujaran kebencian adalah makanan sehari-hari seorang Audy. Awalnya, gadis malang itu hanya menganggap hinaan yang dilayangkan padanya hanya candaan biasa. Tapi anggapan tersebut berubah saat kawan-kawan disekitar Audy justru melakukan kontak fisik terhadapnya.

"Aduh nak, absen berapa kamu?"

Seorang guru laki-laki dengan postur tubuh gempal dan topi hitam merah melangkah ke arahnya dari kejauhan. Melepas kacamata hitam yang sedari tadi bertengger di wajahnya seraya mengelap sisa-sisa keringat di area mata. "Saya? Absen enam, pak." Audy menghentikan kegiatannya, lantas segera menoleh ke pria paruh baya di dekatnya.

"Audy Zeta, ya. Udah, kamu saya kasih nilai pas aja. Masukin bola satu aja gak bisa. Harusnya liat teman-teman kamu, udah selesai nyetak sembilan skor dari tadi."

Maka yang dilakukan gadis itu hanya diam sambil menunduk, memainkan ujung jari-jarinya, membiarkan bola basket tadi jatuh dan memantul ke sembarang arah. "Maaf, pak."

"Padahal saya kasih kesempatan dua jam pelajaran buat cetak skor. Buat nilai rapot kamu ini. Masukin satu aja gagal terus."

Sekali lagi, ia hanya diam. Terik sang raja siang makin menyengat pori-pori kulitnya, membuat kulit seputih susu itu harus memerah karena menahan panas. Sementara guru di hadapannya sama sekali tak berhenti untuk membicarakan kepayahan Audy dalam pelajaran olahraga.

"Paham kamu?"

Audy hanya bisa mengangguk lesu. "Paham, pak. Maaf."

"Besok-besok, lebih semangat lagi kalo pelajaran saya."

Lalu meninggalkan gadis gempal itu begitu saja, memerintahkan seluruh anak-anak di area lapangan untuk beristirahat dan berganti baju karena pelajaran olahraga sudah usai. Audy hanya bisa menghembuskan napas kasar, ia lelah sekali hari ini. Berjalan lunglai ke kelasnya sendirian, sambil masih meratapi tubuhnya yang makin hari makin membesar.

***

"Dy pulaaaang!"

Gadis itu melempar tasnya asal. Lalu merebahkan tubuh di atas sofa panjang. Memejamkan sepasang obsidian indahnya. Dimana satu-satunya keindahan yang jelas tampak hanyalah di bagian tersebut.

Warnanya hazel, orang-orang mungkin akan mendeskripsikan dengan ujaran perpaduan warna cokelat muda bagai teduh kopi susu, dan sedikit kehijauan macam warna hutan kabut di pagi hari. Tatapannya selalu teduh dan melindungi. Indahnya bagai cakrawala di ujung senja, seperti angkasa yang menaungi rasi bintang kala malam, sorotnya sehangat mentari saat memeluk rembulan ketika pagi mulai singgah menggantikan malam. Tapi sayangnya, tak ada satupun manusia yang sadar akan sepercik keindahan semesta dalam dirinya.

"Sayang, tumben pulangnya lama? Kemana aja nih anak Mama?"

"Gak kemana-mana kok, Ma. Aku tadi jalan dari sekolah."

Sang bunda yang baru saja datang dari dapur langung melepas apronnya, diletakkannya benda itu di atas meja ruang tamu. Setelahnya ia mendudukan diri di atas sofa kecil dekat gadis itu, tangannya reflek mengusap pelan pelipis Audy yang tampak berkeringat.

"Kok jalan? Kenapa lagi?"

Audy hanya menggeleng lemah, lalu tersenyum kecil. "Cuma mau olahraga, hehe."

"Udah Mama bilang, gak usah nyusahin diri sendiri pake segala jalan tengah hari bolong. Mau kecapean?" Suaranya lembut, menghanyutkan hati resah sang anak saat itu.

Wajah gadis itu menekuk, bibirnya merengut kecil. Sukses membuat Mama gemas setengah mati melihatnya. "Sayang, Mama udah bilang, kamu cantik."

"Mama nyindir aku? Yang kayak gini dibilang cantik?" Audy sedikit mengeraskan suaranya, menunjuk lipatan di bawah dagu serta jerawat di beberapa titik wajahnya. Memberanikan diri menatap tepat kedalam pekat di sepasang indra pengelihatan malaikatnya.

Mama kemudian mengelus rambut anak satu-satunya sayang. "Jangan gitu, kalo Papa denger, Papa gak akan suka putri kecilnya hina diri sendiri."

Audy terdiam. Atensinya beralih ke depan layar televisi. Buruk, sebenarnya. Hanya satu kata itu yang pertama kali terbesit di benak setiap orang saat melihat perawakan seorang Audy. Wajah putih kemerahan dengan banyak jerawat di pipi, belum lagi lipatan lemak di bawah dagu serta di beberapa bagian tubuhnya, ukuran tubuh yang sedikit lebih besar dari kebanyakan perempuan membuatnya terkucilkan di sekolah.

Audy tentu saja tidak melawan dan hanya menerimanya dengan lapang dada. Karena ia sadar, memang tidak ada sedikitpun hal dari dalam dirinya yang bisa ia banggakan.

Atau belum ada.

"Aku udah gede tau, Ma."

"Tapi kamu tetap anak kecil sampe terakhir Papa ngeliat kamu, sayang. Gak ada kecantikan yang bersinar lebih terang dari pada hati yang baik. Kamu gak harus jadi yang terbaik, cukup lakuin yang terbaik udah bikin Mama sama Papa disana bangga."

Ah, soal Papa. Masa-masa buruk itu. Audy tak lagi mau mengingatnya.

"Udah, sekarang jangan marah-marah mulu. Makan, ya? Di dapur ada burger dua, dibawain temen Mama."

Hatinya mendadak cerah. Gadis itu langsung saja bangkit dari posisinya, menyebabkan deritan sofa yang cukup keras karena pergerakannya tiba-tiba. "Serius? Burger? Aku mau!"

"Boleh. Syaratnya abis makan burger, ayam buatan Mama dimakan juga, ya?"

Audy mengangguk. Tak masalah, ia juga manusia, ia layak bahagia. Hidupnya bukan hanya tentang sekolah dan caci maki saja, kan?

***

Note :

Krisarnya ya! Mau aku up sebagian rencananya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro