Pesan Dalam Saputangan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hari ke-tiga liburan di desa Sumilir, seperti biasa Ina, Ino, Ita dan Inu duduk manis di ruang rahasia. Mereka membaca buku yang ada disana.

"Aku, penasaran apa yang akan muncul dilembar kertas itu," tunjuk Inu.
"Ayok, kita buka lagi bukunya," sahut Ita.
Ino segera ambil air dan menuangkannya di atas buku itu.

Pesan Dalam Saputangan

"Apa ya, kira-kira artinya?" ucap Ina.
"Entah, aku pun tidak tahu," sahut Ita.

Mereka kembali dengan buku masing-masing. Raut wajah serius nampak dari raut wajah Ino, raut wajah sedih terpampang dari raut wajah Ita dan Ina. Sedangkan raut wajah senyum dan gelegar tawa renyah keluar dari mulut Ino.

"Inooooooo ...." teriak Ita.
"Maaf, maaf, Mbakku sing paling ayu. Lagian baca buku, malah nangis."

Setelah puas membaca buku, mereka berempat bergabung dengan keluarga. Hari ini, mereka akan jalan-jalan ke taman kota dan menikmati wahana yang ada di pasar malam di sana.

Malam nan cerah, bertabur bintang dan sang rembulan bersinar terang. Empat saudara, asyik bermain berbagai wahana. Sedangkan, orang tua mereka mengawasi dari kejauhan.

"Bapak, Ino temani mencari toilet, yuk," pinta Ino ke Bapak Tia.
"Ayuk."

Sementara yang lain, menikmati jagung bakar dan aneka camilan yang sudah dibeli. Beberapa menit, berlalu. Mereka melanjutakan keliling kompleks taman kota.

"Ino, Mbak nitip sapu tangan ya?"
"Boleh, mbak Ita."

Ino dengan mata elangnya, menangkap suatu hal yang menarik. "Ino, kebelet buang air lagi, Ino ke kamar mandi dulu ya."
"Makanya, jangan kebanyakan minum," ejek Inu.

Ino, mengamati gerak-gerik empat pria bertubuh tegap, misterius dan asing. Tanpa sengaja, Ino menjatuhkan kaleng yang ada di dekatnya.

"Siapa di sana?" teriak salah satu orang dari mereka.
"Wah, jangan-jangan anak ini tahu rencana kita."
"Iya, bahaya."
"Sekap, saja dia di markas."

***

Sementara dilain tempat, Bapak Tia dan keluarga cemas, karena Ino tak kunjuk kembali ke tempat mereka semua berkumpul.

Setelah dua jam mencari diantara ratusan orang, akhirnya mereka memutuskan untuk melanjutkan mencari Ino, esok pagi.

"Astaghfirullah, kemana Ino, Ya allah."
"Ibu, jangan panik! Kita akan mencari Ino lagi," Bapak Tio menenangkan sang istri, sementara Ina, Ita dan Inu merencanakan aksi detektif mereka.

"Kalian bertiga, jangan berulsh lsgi!" bentak Paman Teo.
"Iya, Ayah, Inu dan Mbak-mbak mau ke ruang rahasia saja, yuk, Mbak," ajak Inu.

Tanpa sepengetahuan orang tua yang sedang cemas di ruang keluarga. Ita, Inu, dan Ina berjalan menyusuri jalan antara rumah dan taman kota. Saat di depan warung masakan padang yang masih tutup, Ita melihat kain yang mirip dengan saputangan miliknya. Ia pun mendekat, dan mengambil saputangan itu.

"Inooooo ... Inooooo...." teriak Ita.
"Mbak, kok teriak-teriak."
"Mbak, menemukan saputangan ini."
"Coba buka, Mbak. Mungkin ada petunjuk," sahut Inu lagi.
"Iya, Ita, mungkin ada petumjuk di sana."

ꦮꦺꦠꦤ꧀
ꦱꦁꦏꦭ꧀ꦥꦸꦠꦸꦁ

"Kok, kotak-kotak, ya?" Ina penasaran, sebenarnya apa yang ditulis adiknya itu.
"Iya, coba, nanti kita coba lagi lihat di rumah, Mbak." sahut Inu.

Tanpa sepengetahuan mereka berempat yang serius, "Nah, kalian bertiga. Nakal," bentak Bapak Tia.
"Maaf, Pakde," jawab Ita, "Ini kami menemukan saputangan Ita, sepertinya semalam Ino ke rumah makan ini." tunjuk Ita.

Bapak Tia, dan Paman Teo pun menyambangi empunya warung, untuk mencari petunjuk keberadaan Ino.
Caki :
Sing paling ayu  : yang paling cantik.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro