[13] Aturan Dendi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Yang pulang kampung, hati-hati di jalan, semoga abis lebaran berat badan ngga naik ya😋😋

Dapet sinyal ngga buat baca cerita ini?

Kalo aku balesin komen, kalian baca apa engga?

Follow instagramku: chocodelette.
Thankyou😘

ENJOY😁

Ada yang tau dukun paling hebat ngga?
Gue pengen nyantet Arkan sekarang!

-Dendi-

Pagi ini Dyvette berangkat ke kantor sendiri. Papinya, Si Pak Bos ngga ikut ke kantor karena musti medical check up sama Bu Bos. Maklum, umur kan ngga bisa bohong ya.

Dyvette masuk ke kantor dan udah menarik perhatian semua orang yang ngeliat dia. Pakaiannya ke kantor yang bikin semua mata melotot ke dia - bukan melotot kagum, tapi kesel.

Karyawan lain mencibir dalam hati. Mentang-mentang anak bos, jadi berpakaian seenaknya.

Dyvette berjalan ke mejanya - yang di sebelah Dendi melewati ruangan Arkan. Bukannya caper, tapi emang jalurnya begitu.

Tentu aja, Arkan ngga akan melewatkan pemandangan kaki jenjang Dyvette yang dibalut legging hitam dengan sangat pas.

"Pagi, Mas." Dyvette menyapa Dendi dengan senyum merekah.

"Pagi." Dendi menjawab tanpa mengalihkan perhatian dari kerjaannya.

Hari ini Dendi sedikit rileks, kerjaannya ngga senumpuk kemaren karena dibagi juga ke Jason, sedangkan Dyvette tetap di sampingnya supaya bisa disuruh-suruh. Berasa bos banget kan dia.

Dyvette mengintip meja Dendi, ternyata belum ada cangkir kopi di mejanya. Ia bergegas ke dapur untuk membuatkan kopi seperti biasa untuk Dendi dan meletakkan kopi itu di meja Dendi.

"Thank you."

Di kantor itu ngga ada office boy maupun office girl. Mereka semua bertanggung jawab atas kebersihan kantor. Bahkan abis nyeduh kopi atau the pun mereka harus nyuci itu sendiri.

"Aku bantu apa nih, Mas?"

"Nanti saya kasih tau." Dendi masih belum menoleh. Fokusnya lagi tertuju pada berkas yang ditandai kemarin malam.

Dyvette mengangguk. Ia hanya memerhatikan Dendi dari samping sampai telpon mejanya berdering. Diangkatnya telpon tersebut dan menjawab dengan sinis setelah mendengar suara yang menyapa.

"Kenapa?"

"Ke ruanganku sekarang."

"Ngapain?"

"Aku mau kasih tau kamu sesuatu tentang laki-laki yang duduk di sebelah kamu."

Dyvette melirik laki-laki yang duduk di sebelahnya. Menghembuskan nafas lega karena laki-laki itu masih bergeming tandanya dia ngga mendengar apa-apa. Jiwa penasarannya memaksa untuk pergi ke ruangan yang diminta walau hatinya menolak.

"Iya, aku kesana."

Dyvette meletakkan gagang telpon itu di tempatnya. Berdiri di sebelah Dendi dan minta izin. "Mas, aku ke ruangan Mas Arkan dulu ngga apa-apa?"

Please bilang jangan, supaya ada alesan ke si Arkan.

"Ya."

Nyebelin!

Dyvette dengan terpaksa melangkahkan kakinya menuju ruangan yang hanya berjarak lima meter dari mejanya.

"Tutup pintunya." Arkan memerintah.

Dyvette menurutinya. Ngga mungkin dong mau ngomongin orang kantor terus pintu dibuka lebar-lebar. Ia duduk di depan Arkan dibatasi meja kerja yang lebar.

"Mau ngomong apa?"

Arkan berjalan ke arah Dyvette dan duduk di pegangan kursi. Tangannya digunakan untuk menyingkirkan rambut Dyvette yang sedikit menutupi wajahnya.

"Sabar dong, Cantik."

Dyvette yang risih langsung menepis tangan itu.

"Jangan macem-macem."

Arkan menyeringai. Tangannya beralih untuk menyentuh paha Dyvette dengan gerakan lembut. "Bukannya kamu mau ini?"

Dyvette ingin menangis diperlakukan seperti ini, tapi dia ngga mau keliatan lemah. Ia hanya bisa menepis tangan Arkan yang kurang ajar.

Arkan menatap tajam, rahangnya kembali mengeras, ia terbakar cemburu. "Kamu mau ini kan dari Dendi?" Sedetik kemudian, wajahnya memberikan senyum mengejek. "Tapi sayangnya Dendi ngga tertarik sama kamu."

Dyvette membuang muka, enggan menatap Arkan.

Arkan semakin panas. Ia memegang senderan kursi Dyvette di sebelah kanan dan kiri, mengunci pergerakan Dyvette.

"Ngga usah jual mahal, kamu sadar ngga di depan Dendi kaya perempuan murahan!" Arkan membentak tepat di depan wajah Dyvette.

Dyvette tersentak, nafasnya tercekat. Matanya mulai memanas, air mata hampir menetes mendapat teriakan seperti itu namun sekuat tenaga ditahannya.

"Buat apa sih kamu ngejar-ngejar Dendi yang ngga menghargai kamu?" Nada yang dikeluarkan Arkan kini berubah menjadi lembut lagi. "Kamu lebih baik sama aku yang bisa menghargai keindahan kamu."

Dyvette dengan sisa tenaga yang ia miliki, mengangkat kakinya secara mendadak. Sehingga lututnya mengenai junior Arkan - membuat laki-laki itu jatuh tersungkur.

Ia udah ngga kuat menahan air matanya, ia buru-buru berjalan keluar dan menghampiri Dendi yang dengan posisi sebelumnya. Fokus sama kerjaan.

"Mas, aku mau ngomong." Dyvette berkata pelan, takut isakannya di dengar sama semua pegawai.

Dendi mendongak dan melihat air mata Dyvette. "Di luar aja."

Dendi langsung merapikan mejanya dan mengikuti langkah Dyvette yang memilih keluar lewat pintu belakang. Ia berusaha menarik nafasnya perlahan, namun dalam hati ia merasa gondok.

Ya ampun, pake baju ketat lagi, susah banget sih dibilanginnya.

Dyvette dan Dendi sampai ke area luar kantor yang ada di lantainya. Area ini digunakan bagi para perokok untuk nongkrong waktu mulut mereka lagi asem. Masih pagi, jadi orang-orang belom ada yang dateng ke area ini - kecuali mereka berdua.

"Kenapa?"

Dyvette masih terisak, ia menggigit kukunya sendiri untuk meredam tangisannya.

Dendi bingung harus bereaksi seperti apa. Udah lama ngga menghadapi perempuan nangis, membuatnya memilih diam dan menunggu Dyvette selesai menangis.

Namun karena Dendi masih punya hati, dia ngga tega ngeliat perempuan nangis, jadinya dia menarik Dyvette ke dalam pelukannya.

Lima menit berlalu, Dyvette baru bisa menghentikkan tangisannya.

Dyvette menundukkan kepala. "Mas..."

"Ya?" Dendi menjawab dengan suara yang sangat lembut.

"Tadi ... tadi aku dilecehin sama Mas Arkan." Masih dalam keadaan kepala tertunduk.

Mata Dendi membulat. Tangannya mengepal di sebelah tubuhnya. Ia ingin memukul Arkan sekarang tapi itu ngga mungkin dilakuin sekarang. Selain dia bisa dijerat hukum, dia juga ngga mungkin ninggalin Dyvette sendiri.

Dendi berusaha mengontrol dirinya dari kemarahan yang menyelimuti. Ngga boleh bertindak gegabah.

"Kamu diapain sama dia, Vi?"

Dyvette mendongak. Matanya bertemu dengan mata Dendi. Air matanya lolos lagi. "Mas Arkan ngelus-ngelus paha Avi."

Ya iya lah anjrit! Celana lo aja seketat itu!

Dendi menarik nafas dalam-dalam. Ia sedang berpikir harus memberi respon apa. Pengen nyalahin Dyvette ngga mungkin, pengen bilang Dyvette ngga ngundang tapi salah juga.

Gue musti cari dukun yang ilmunya paling kuat, supaya bisa nyantet Arkan.

"Saya udah pernah bilang kan ke kamu buat ngga make pakaian terbuka?"

Dyvette mengangguk.

"Karena saya tau akibatnya bakal kaya gini."

Dyvette memandang pakaiannya. Tertutup kok. Baju lengan panjang, celana pun panjang. Ini ngga ada yang terbuka sama sekali.

"Ini tertutup, Mas."

Dendi menghembuskan nafas kasar. "Tapi kamu kaya telanjang dengan celana se-ketat itu!"

Dyvette tersentak lagi. Dibentak dua kali dengan dua orang yang berbeda sepagi ini. Padahal ia menceritakan ke Dendi supaya dibelain, tapi malah mendapat makian yang sama.

Air mata Dyvette lolos lagi. Dendi langsung membuang muka, ngga mau dan ngga kuat ngeliat air mata itu lagi.

"Tadi Mas Arkan juga bilang Avi perempuan murahan."

Dendi hanya bisa memijat pelipisnya.

Arkan bangsat! Arkan bajingan! Arkan brengsek! Arkan tai! Mati kek orang kaya lo!

"Kenapa kamu musti bilang ini ke saya? Kenapa ngga bilang ke Pak Bos?"

Dendi berusaha menekan rasa kuatirnya. Dia takut nada yang dikeluarkan terdengar panik, dan jadi ngebuat Dyvette berharap dia bener-bener perhatian.

"Papi ngga akan percaya, Papi lebih percaya sama Mas Arkan sama Mas Dendi dibanding aku." Dyvette lagi-lagi tertunduk sedih.

"Kamu mau saya yang bilang ke Pak Bos?"

Dyvette menggeleng cepat.

"Jadi tujuan kamu cerita ke saya itu apa?" Dendi gemas.

"Avi mau Mas bisa ngelindungin Avi."

Dendi mengangguk. "Bisa, asal kamu ikutin aturan saya."

"Aturan apa?"

"Jangan pernah pake baju terbuka atau ketat lagi, di depan maupun di belakang saya."

Ada yang mau ikutan nyantet Arkan ngga?

Dear Dendi...

Dear Dyvette...

03/06/2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro