[14] Dendi Lebih Baik dari Arkan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kalo boleh, vote dulu sebelum baca, vote+komentar kalian berharga banget dan jadi semangat buat aku😁

Maaafin belom balesin komen😥 tugasku numpuk😔

btw, ENJOY😁

Aku ngga butuh yang ganteng sama yang kaya, aku butuhnya yang baik dan bisa bikin aku nyaman.

-Dyvette-

Pukul lima sore, mobil Dendi sudah terparkir manis di halaman rumah bosnya, di hari sabtu. Lagi-lagi Dyvette menjadikannya tameng. Tapi kali ini bukan tameng dari Papinya, melainkan tameng dari Arkan dan keluarga.

Kira-kira satu jam lagi, halaman belakang rumah Dyvette akan dipenuhi kerabat Papinya untuk merayakan ulang tahun Bu Bos, dan tentunya akan ada Arkan dan kedua orang tuanya.

Sebenarnya Dendi malas mengorbankan hari malam minggunya untuk berurusan dengan Dyvette dan Arkan, tapi mengingat yang Arkan lakukan ke Dyvette tempo hari membuatnya langsung bergegas.

Dyvette yang membuka pintu langsung sumringah saat melihat laki-laki yang ia sukai berdiri di depannya. Ia langsung merangkulkan tangannya di lengan Dendi.

"Masuk, Mas."

Dendi pasrah, hanya mengikuti langkah Dyvette.

Sesampainya di ruang tamu, Dyvette bertanya, "Mas mau nunggu disini apa ikut ke kamar?"

Dendi menatap Dyvette dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Di kamar ngapain?"

"Bebas Mas, ngapain aja."

Dendi nampak berpikir sebentar. "Ikut ke kamar," adalah jawaban yang dipilihnya.

Tadi katanya bebas kan? Dendi mau numpang rebahan, maklum nyawa dia baru kekumpul enam puluh persen waktu nerima telpon dari Dyvette yang membangunkannya. Bahkan dia ngga mandi lagi waktu berangkata, cuma kepikiran pakai baju yang rada pantes. Itupun dia gantinya di mobil.

Sesampainya di kamar, Dendi masuk lebih dulu dan langsung duduk di kasur tanpa dipersilakan.

"Kok kaya kamar cowok sih? Item putih gini." Dendi mengedarkan pandangan.

"Enak Mas, jadi lebih redup."

"Pintunya ngga usah ditutup."

Dyvette menoleh, tersenyum lalu mengangguk kemudian.

"Takut orang rumah ngira saya berbuat yang iya-iya sama kamu."

Lagi, Dyvette hanya mengulas senyuman untuk membalas Dendi. Dia yakin dia ngga salah naksir orang, karena orang yang ditaksir orang yang baik cuma kadang kelewat cuek aja.

Tapi bagus kan kalau cuek, jadi ngga ganjen sama cewek lain.

"Mas mau Dyvette buatin kopi ngga?" tanya Dyvette penasaran.

Dendi mendelik. Gila aja kalau bosnya tau anaknya suka bikini Dendi kopi, bisa dipecat dia karena bikin anak bos kaya babu.

"Ngga usah."

"Yakin Mas ngga usah? Ada Kopi Toraja, Papi suka banget soalnya."

"Iya, ngga usah." Dendi mengambil bantal kepala untuk dipeluknya. "Saya numpang tidur boleh ngga?"

"Yah, kok tidur Mas?" Dyvette duduk di kursi riasnya, namun menghadap ke Dendi.

"Kamu maunya ngapain?"

"Ngobrol dong Mas, sekalian aku dandan."

Dendi mengangguk. "Ya udah, kamu mau ngorol apa?"

Mata Dendi terbuka, walaupun tubuhnya sudah menyender ke kepala kasur.

Dyvette tersenyum bahagia. Ia membalik badannya untuk melihat wajahnya dicermin. Ia memulai kegiatan dandannya.

"Mas Dendi sukanya cewek yang dandan natural atau menor?" Dyvette bertanya sambil mengeluarkan foundation sebanyak lima pump.

Saat Dyvette sedang mengoleskan foundation ke wajahnya, suara Dendi terdengar.

"Natural.

Dyvette melirik Dendi. Gila, dia ngga mungkin dandan yang natural. Lebih tepatnya ngga suka dandan natural karena fungsinya dandan itu apa kalau natural alias ngga keliatan? Foundation lima pump yang sudah ada di mukanya, ia ratakan serata mungkin. Bahkan ia menekan-nekan sponge basah ke wajahnya sangat lama, supaya terserap ke sponge itu lagi.

"Kenapa suka yang natural?"

Dendi berpikir sebentar. "Ngga apa-apa, sih."

"Ihh," Dyvette nampak ngga puas sama jawaban yang Dendi keluarkan. "Harus ada alesannya dong."

Dendi menegakkan posisi duduknya. "Males aja sih sama cewek yang ribet dandan, padahal ngga akan diliat juga tuh dandanannya."

"Mas Dendi ngga pernah meratiin dandanan aku?"

"Engga," jawab Dendi cepat.

Dyvette menggerutu. Namun ia berusaha tersenyum di kaca karena ia sedang memakai blush on cream, sebelum ditimpa bedak.

"Kamu ngapain sih dandan?" Dendi penasaran.

"Kan mau ada acara, Mas." Dyvette kini beralih ke alisnya sambil menunggu bedak di bawah matanya set. Sebenarnya alisnya udah di sulam, tapi diwarnain dikit supaya makin keliatan.

"Acaranya outdoor, kan?"

"Iya."

"Emang keliatan gitu dandanannya? Kan gelap."

Alis selesai, kini ia ingin memakai blush on powder, dan terpaksa harus senyum lagi.

"Kan ngga mati lampu, Mas."

Dendi hanya mengangguk. Ia kembali menyenderkan tubuhnya di kepala ranjang. Ia memejamkan mata, tapi ngga tidur.

"Mas Dendi sukanya cewek pake lipstick pink atau merah?"

"Pink."

Dyvette cemberut lagi, karena yang ada di tangannya kini lipstick merah. Kan kalau malam hari, supaya keliatan dandanannya cetar harus di kasih warna merah di bibir, kalau warna pink mah buat siang aja.

"Kalau Avi pake warna merah boleh?"

Dendi langsung membuka matanya. "Buat apa nanya saya?"

"Minta izin, Mas."

Dendi menggeleng. "Bukan, buat apa nanya saya sukanya yang mana, kalau kamu sendiri punya jawaban sendiri?"

Dyvette tertunduk sebentar. Ia menutup lipstick merahnya, lalu mengambil yang warna pink dari dalam lacinya.

"Avi pake yang pink deh, Mas."

"Ngga apa-apa juga sih pake yang merah."

Avi tersenyum senang.

"Arkan pasti suka kok lipstick merah."

Senyum di wajah Dyvette lenyap.

Selama acara berlangsung, Dendi selalu berdiri di sebelah Dyvette. Terpaksa ngikutin sih sebenernya, karena Arkan beneran datang dan dari tadi matanya ngga lepas dari Dyvette.

Untungnya, tadi Dendi yang milihin baju untuk Dyvette pake sekarang.

Baju pilihan Dendi sebenernya sempet bikin Dyvette bener-bener cemberut. Karena tadi malem dia udah bongkar lemari buat milih gaun mana yang belom dia pake dan menurut dia cocok untuk acaranya ini.

Dendi udah kebayang kalau pake baju pilihan perempuan itu pasti bukan cuma Arkan yang ngeliatin, tapi semua om-om mata jelalatan yang ngga tau malu juga ngga lepas dari Dyvette.

Baru Dyvette nunjukin bajunya aja, pelototan mata Dendi buat Dyvette nurut buat ganti. Dan akhirnya, Dendi yang membuka lemari perempuan itu dan dia cari gaun yang paling panjang dulu, baru diliat ukurannya.

Dendi ngga peduli baju yang dia pilih sesuai tema pesta ini apa engga, pokoknya musti yang ketutup dan ngga terlalu ketat.

Seorang perempuan paruh baya yang Dyvette tau itu adalah teman Papinya datang menghampiri. "Ini pacar barunya?"

AMIN!

Dyvette hanya tersenyum sebagai jawaban. Mau dijawab iya, takut dipelototin sama Dendi. Mau jawab engga, takut ada malaikat lewat terus nyampein ke Tuhan supaya mereka ngga pacaran.

"Kenapa ngga balik sama Arkan aja?" Perempuan itu bertanya lagi tanpa memedulikan Dendi.

Hampir semua kerabat Papinya Dyvette tau mengenai perjodohan ini. Jelas tau, orang waktu itu Arkan ngelamar di perayaan anniversary kedua orang tuanya dia, sampai-sampai jadi tontonan semua kerabat. Waktu itu Dyvette bilang belom bisa jawab sekarang, karena ngga mau bikin keluarga itu malu. Tapi selesai acara langsung ditolak.

Dendi mendelik. Rasanya ingin meletakkan cabe rawit setan di mulut ibu-ibu di depannya. Ngga apa-apa sih kalau mau nanya gitu, tapi jangan di depan dia langsung, atau seenggaknya bisik-bisik aja gitu. Kan lebih keliatan menjaga perasaannya.

Dendi melemparkan tatapan sinis, sedangkan Dyvette tersenyum dan melingkarkan tangannya di lengan Dendi. "Ngga, Tante, udah ketemu yang lebih baik."

Dendi memberi senyuman, namun dalam hati ia tertawa jemawa.

Denger tuh! Gue lebih baik dari Arkan!

"Tapi kan Arkan lebih ganteng terus dari keluarga kaya juga, kamu pasti bakalan lebih bahagia sama dia."

Dendi maju selangkah dan membuat perempuan paruh baya itu kaget dan mundur sedikit. Namun pergerakan itu dihentikkan oleh tangan kiri Dyvette yang tiba-tiba berpindah ke dadanya.

"Aku udah bahagia kok sama Mas Dendi." Dyvette tersenyum. "Oh iya Tante, kenalin ini namanya Mas Dendi."

Perempuan itu kikuk dan memilih langsung pergi.

Tersisa Dendi yang masih menggerutu dan itu terlihat lucu di mata Dyvette. "Kenapa sih itu tante-tante ngomong seenak jidatnya?"

Tangan Dyvette yang masih bertengger di lengan Dendi berusaha mengusap lembut. "Sabar, Mas."

"Ngga bisa sabar lah!"

"Kenapa emangnya?"

"Itu tante-tante ngga denger apa tadi kamu bilang aku lebih baik dari Arkan, kenapa tuh musti bandingin muka sama dompet? Kan aku kalah jauh dari Arkan."

Dyvette tersenyum. "Mas ngomong aku?"

"Apanya?"

"Mas tadi ngomong aku bukan saya."

Dendi menggeleng cepat. "Engga."

"Iya, ah." Dyvette tersenyum usil.

Dendi makin sebel. "Kamu cantik-cantik kupingnya congek-an."

Senyuman Dyvette makin lebar. "Thanks, Mas."

"Apa lagi?"

"Bilang Avi cantik."

"Engga, apa sih!" Dendi melangkah pergi. Malu dan salah tingkah sendiri.

Jangan baper sama Dendi wkkwkk

Dear Dendi...

Dear Dyvette...

09/06/2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro