[16] Kebingungan Dendi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Maunya ditarik mendekat terus. Jangan ditarik ulur. Apalagi diulur terus sampe lepas. Aku kan ngga mau jauh-jauh.

-Dyvette-

Dendi membesarkan suara di radio mobilnya. Kini ia sedang dalam perjalan menuju Bandung. Dia mau main ke rumah Caesar sekalian minta oleh-oleh karena sahabatnya itu baru balik liburan dari Korea membawa seluruh keluarganya.

Waktu itu Dendi diajakin, tapi dia ngga bisa ikut. Tau kan kenapa? Waktu Caesar pergi itu kerjaannya lagi banyak banget, gara-gara si Arkan. Tapi karena Dendi ngga mau rugi, dia minta dibawain oleh-oleh yang banyak.

Inget ya, Dendi selalu minta. Caesar selalu ngasih dengan ikhlas. Deana yang selalu cemberut.

Dendi sampai di rumah Caesar jam sembilan malam, dan langsung mengeluh lapar ke Caesar dan Deana.

"Mie aja lah, ya?" Deana mengeluarkan beberapa stok ramen yang baru ia beli dari korea. "Sok, pilih."

Dendi cemberut. "Ya elah De, masa mie, gue udah jauh-jauh kali."

Karena hanya protesan yang diterima, akhirnya Deana memilih mie yang paling pedes, yang dia dan suaminya ngga akan makan – dibeli cuma karena penasaran aja karena liat review di YouTube katanya pedes. Bukannya mau nyiksa Dendi dengan ngasih dia mie paling pedes, tapi Deana tau Dendi kuat pedes.

"Aturan mah Bang Dendi bawain makanan dari Jakarta."

"Yah, kan jadi gue yang kena." Dendi mengeluh.

"Oy, Den!" Caesar menuruni tangga rumahnya dengan memakai celana jogger tanpa atasan.

Dendi langsung mengalihkan pandangan. "Ih, gila Cesar badan lo jadi, olahraga dimana lo?"

"Jijik Den, lo kaya homo ngomong gitu."

"Sialan!" Dendi melempar tisyu. "Serius, olahraga apa? Dimana?"

Caesar duduk di depan Dendi. "Olahraga ranjang."

"Bangcat ya kamu!" Dendi menggerutu.

Deana yang mendengar dari dapur langsung tertawa terbahak. Ia selesai masak mienya, dan langsung membawanya ke meja. Lalu ia kembali ke dapur untuk mengambil ayam goreng madu dan air untuk Dendi.

"Idih, lengkap banget, berasa di restoran."

Deana mencibir, lalu memilih duduk di sebelah suaminya. Menunggu reaksi Dendi terhadap ramen yang ia buat.

Satu sendok, dua sendok, tiga sendok. Deana bingung kenapa Dendi ngga mengeluarkan ekspresi apa-apa selain meemakannya dengan semangat empat lima.

"Enak bang?"

Dendi mengangguk.

"Ngga pedes?"

Dendi menggeleng.

"Kamu mau ngerjain dia?"

Deana menggeleng. "Engga, itu ramen 18+ bang."

Caesar melotot. "Den, lo kuat? Jangan mati disini ya nanti malem."

Dendi mengunyah mie di sendok terakhirnya, lalu meminum air seteguk. "Lebay anjrit!"

Setelah itu Dendi mengambil ayam goreng madu dua potong. "Anak lo udah tidur?"

"Udah, tidurnya cepet, jam delapan biasanya."

Dendi mengangguk. "Gue tidur sama siapa nanti? Sama Daffin apa sama lo, Sar?"

"Daffin tidur di kamar gue."

"Jadi gue sama lo?"

"Engga, lo tidur sendiri di kamar Daffin. Gue mah tetep tidur di kamar gue."

Dendi cemberut. "Tega kamu, Mas."

Deana tertawa sedangkan Caesar memandang sahabatnya jijik.

"Bang, gimana sama cewek yang waktu itu?"

Dendi melotot mendapat pertanyaan seperti itu. Bukannya marah, tapi mendengar pertanyaan itu membuatnya teringat sesuatu. Ia langsung mengambil ponselnya di saku.

"Bentar-bentar."

Dendi P.: Saya udah sampe ya.

Tadi, Dyvette minta dikabarin kalau Dendi udah sampe di Bandung.

Anak Magang: Oke Mas, have fun ya!

Dendi P.: Kamu jangan tidur malem-malem.

Dendi meletakkan ponselnya di meja. Ia kembali menoleh ke Deana. "Gimana tadi, nanya apa?"

"Gimana sama cewek yang waktu itu pake tank top?"

Dendi tiba-tiba memijat pelipisnya. "Ngga tau nih, De, gue bingung."

"Bisa bingung juga lo." Caesar berkata setelah menelan ayam goreng madu buatan istrinya.

"Bisalah!" Dendi mendelik.

Deana pergi ke dapur sebentar, lalu membawa botol minum plastik berukuran dua liter dan diletakkan di meja. Ngambilin minum buat suaminya, tapi males bolak-balik ke dapur lagi.

"Bingung kenapa, Bang?"

"Masa gue ngerasa posesif gitu sama dia, masalahnya gue tau gue bukan siapa-siapanya." Dendi mulai bercerita.

"Ya tinggal jadi siapa-siapanya aja." Caesar meminum air yang sudah dituangkan Deana untuknya.

"Ngga bisa, Sar!"

"Kenapa?" Deana penasaran.

Dendi nampak berpikir sebentar. "Pertama, dia anak bos gue, gue ngga bisa macem-macem lah. Kedua, gue ngga tau sih gue suka apa engga, tapi kalo misalkan suka terus gue nembak dia gue malah takut nyakitin dia. Ketiga ... apa ya, belom ada alesan ketiga sih kayanya."

"Pertama, anak siapapun itu jangan dimacem-macemin Den. Kedua, ya jangan disakitin, disayang-sayang aja. Ketiga, sumpah Den lo udah tua buruan nikah." Caesar menjawab dengan mudahnya.

Dendi mendesah. "Ah kaya nyokap gue lo nyuruh nikah."

"Bang Den, mumpung ada yang mau, jangan sampe kecolongan kaya waktu itu lagi."

Baru Dendi ingin marah-marah, ponselnya berbunyi. Ada telpon masuk dari Anak Magang. Dendi langsung berdiri menuju taman belakang, meninggalkan Deana dan Caesar yang sudah yakin kalau Dendi udah beneran naksir sama anak bosnya.

"Langsung keliatan kan bucinnya?"

Dendi di kantor jadi makin irit ngomong sama Dyvette. Padahal baru-baru ini Dyvette seneng tiap Dendi ngangkat telponnya, ngomongnya udah ngga singkat.

"Mas." Dyvette duduk di sebelahnya.

"Hm?"

"Mas?" panggil Dyvette lagi.

"Hm?"

Geram karena medapat respon yang singkat. Dyvette memegang – mengelus – lengan Dendi. "Mas," suara Dyvette lembut banget.

Tubuh Dendi menegang menerima sentuhan seperti itu. Ia langsung menoleh. "Kenapa?"

Dyvette tersenyum senang. "Makan siang di luar yuk."

Dendi ngga memberi respon apa-apa. Matanya memperhatikan wajah Dyvette secara dalam. Dalam pikirannya, ia bingung ada apa dengan dirinya dan hatinya. Ia nyaman berada disamping perempuan ini, ia nyaman bertukar kabar dengan perempuan ini, tapi dia ngga mau terikat suatu hubungan dengan perempuan mana pun, rasanya hatinya belum siap untuk terluka lagi.

Merasa ngga digubris, akhirnya Dyvette menarik kursinya untuk balik ke mejanya. Tiba-tiba jadi badmood seharian dicuekin – kaya balik ke waktu dulu pas Dendi sama dia belom akrab.

Dendi masih memperhatikan pergerakan Dyvette. Bahkan perempuan itu baru saja melemparkan tatapan sinis pun ia tau. Tapi mau gimana? Dia beneran masih bingung sama yang dia rasain. Lebih tepatnya, dia ngga mau naksir orang dalam waktu dekat.

Apa gue jauhin aja ya?

"Mas Dendi." Suara Alin memutus pikiran bodoh Dendi dan mengakhiri tatapannya ke Dyvette.

"Iya?"

Dyvette dari tempatnya memandang sinis. Kesel banget sama cowok di sebelahnya yang langsung respon omongan orang lain.

"Nanti makan siang bareng aku sama Mas Jason, yuk, udah lama ngga makan siang bareng."

"Gimana ya?" Dendi tertawa.

"Ehem," suara deheman dikeluarkan Dyvette membuat Alin dan Dendi menoleh.

"Mba Dyvette ikut sekalian yuk!" Alin mengajak.

Dyvette menggeleng. "Ngga, aku pengen makan siang sama ... Mas Arkan."

Alin menganggukan kepalanya. "Lima menit lagi jalan ya, Mas." Setelah mengatakan itu ke Dendi, Alin pergi ke dapur untuk mengisi botol minumnya.

Dendi memandang Dyvette dengan pandangan yang tidak terbaca. Namun di hatinya terselip rasa kesal waktu mendengar Dyvette mau makan siang sama Arkan dibanding sama dia.

"Kamu makan siang sama Pak Arkan?" tanya Dendi pelan.

Dyvette diam. Dia tadi asal sebut nama supaya ngga malu sama Alin, dia juga nyebut nama Arkan sebenarnya pengen liat respon Dendi.

"Makan bareng saya aja lah sama yang lain daripada sama Arkan." Nada suara Dendi lebih memohon.

"Ngga mau."

"Kenapa?"

"Mas Dendi nyebelin, Avi males sama Mas." Dyvette menenggelamkan wajahnya di tangannya sendiri.

Dendi menarik kursinya untuk mendekat kea rah Dyvette. Entah dorongan darimana, ia mengelus rambut Dyvette lembut. "Saya minta maaf."

Dyvette langsung mendongak – menepis tangan Dendi yang ada di kepalanya. Air matanya lolos. "Jangan bentar baik, bentar jahat, bentar perhatian, bentar nyebelin Mas."

Dendi diam.

"Avi ngga suka ditarik ulur gini, Avi capek suka sama Mas yang ngga bisa ditebak."

Setelah mengatakan itu, Dyvette pergi meninggalkan Dendi. Ia keluar lewat pintu belakang ruang kantornya.

Dendi di tempatnya mematung. Dia ngga tau harus gimana, harus memberi respon apa. Yang dia tau, ada sesuatu yang menusuk hatinya saat mendengar ucapan Dyvette yang terakhir.

Avi udah nyerah gaes buat ngejar Dendi😣

Dear Dendi ...

Dear Dyvette...

Follow instagramku: chocodelette.
Thankyou😘

12/06/2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro