[18] Pak Bos atau Calon Mertua?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ini yang minta PJ, di traktir online ya😂

Belom pernah kan minum kopi online? ambil sedotan masing-masing ya😜

Follow instagramku: chocodelette.
Thankyou😘

Enjoy😊

Ini ruangan Pak Bos apa tempat uji nyali, sih?

-Dendi-

Jam lima pagi, Dyvette sudah ke dapur. Berniat membuat bekal sarapan pagi untuk pacarnya tersayang.

"Papi, itu coklat Avi kenapa dimakan?" Dyvette berkacak pinggang di depan Papinya yang tengah memakan coklat pemerian Dendi. Padahal coklat itu sengaja ngga dimakan sama dia supaya jadi kenang-kenangan.

"Avi ngga makan, ya Papi makan."

Dyvette dengen cepat mengambil coklat-coklat yang belum dimakan Papinya. "Papi mah nyebelin, ini emang sengaja ngga Avi makan Papiiiii...."

"Nanti tinggal minta beliin lagi sama Arkan, kan gampang."

Alis Dyvette terangkat. "Kok Arkan?"

"Iya, itu coklat dari Arkan waktu valetine, kan?"

Dyvette mencak-mencak. "Ih kalo dari Arkan mah Avi rela Papi makan coklatnya, ini dari Mas Dendi, Papiii...." Dyvette gemas sama Papinya.

Setelah Dyvette meletakkan coklat itu di freezer, ia mengambil talenan dan pisau. Mengambil bawang putih, bawang merah dan cabai lalu mengeluarkan nasi putih dari dalam kulkas. Dia mau bikin nasi goreng.

"Kok Dendi ngasih kamu coklat?"

Dyvette kini tengah mengiris bawang-bawangan. "Emangnya ngga boleh?"

Fristman baru sadar pagi-pagi anak gadis satu-satunya tumben ke dapur. "Kamu mau ngapain itu ngiris bawang?"

"Emangnya ngga boleh?" Dyvette mengulang pertanyaan yang sama tanpa menoleh ke Papinya.

"Avi, jawab Papi yang bener."

Dyvette menoleh sebentar. "Avi mau bikin sarapan, Pi."

"Kan ada Si Mbok nanti yang buatin."

"Ini buat Mas Dendi, jadi musti Avi yang buat."

Alis Fristman terangkat, ia berjalan mendekat ke arah anaknya yang tengah memasukan butter ke wajan. "Kamu ada apa sih sama Dendi?"

"Papi jangan kepo ya."

Fristman menarik bahu anak gadis semata wayangnya, menatapnya sangsi. "Kamu jangan macem-macem ya sama Dendi."

Dyvette tertawa. "Satu macem boleh dong?"

Fristman melotot. "Avi, serius dulu jawab Papi, kamu sama Dendi ada apa? Kalian ngga pacaran kan?"

"Emangnya--"

"Ngga boleh!" Fristman menjawab cepat.

Dyvette langsung sedih mendapat larangan dari Papinya. Dia ngga mau putus sama Dendi, mereka baru pacaran satu minggu masa harus langsung putus karena ngga direstuin orang tua?

"Kenapa?"

Fristman berkacak pinggang. "Dendi anak baik, Vi, jangan pacaran sama dia, nanti kamu pasti nyakitin dia."

Kesedihan Dyvette lenyap begitu saja, berubah menjadi jengkel. Sebel sama papinya yang udah yakin banget kalau dia bakal nyakitin Dendi, ngga tau aja selama ini Dendi yang suka bikin anaknya galau.

"Papi apaan sih!"

"Kamu serius pacaran sama Dendi, Vi?"

Dyvette memasukan bawang ke wajan. "Masa bohong."

Fristman memijit kepalanya. "Apa lah yang ada di otaknya si Dendi waktu ngajakin kamu pacaran, pasti rugi bandar dia sekarang."

Dyvette melemparkan tatapan tajam pada Papinya yang sangat meremehkannya. Gini-gini kan dia hasil dari Papi dan Maminya, kok bisa sih Papinya menghina dia kaya gitu?

"Udah Papi sana deh." Dyvette mendorong tubuh Fristman menjauh.

Tanpa perlawanan Fristman meninggalkan dapur. Sebelum benar-benar pergi, Fristman berkata, "Vi, minta Si Mbok aja yang bikin sarapan, Papi takut Dendi ngga masuk seminggu gara-gara masakan kamu."

Dendi dan Dyvette sekarang ada di area luar kantor yang ada di lantainya (area ini disebut kawasan merokok) - tempat yang terakhir mereka datangi waktu Dyvette abis dipegang-pegang sama Arkan.

Dyvette memberikan nasi goreng yang ia buat dengan susah payah, karena udah lama ngga masak.

"Enak ngga?"

Dendi mengangguk. Ia langsung mengambil sesendok dan menyuapkan ke Dyvette namun ditolak.

"Ngga mau, pedes."

Setelah Dendi menelan makanannya, ia baru bertanya, "kamu bikin ini tanpa nyobain?" lalu memasukan suapan besar ke mulutnya.

Dyvette mengangguk. "Iya, makanya Avi takut rasanya ngga enak."

"Hebat, bisa bikin makanan enak tanpa nyobain. Tiap hari aja bikinin sarapan." Dendi emang gitu, suka ngga tau diri.

Dyvette mengangguk senang. Dia mah rela bangun pagi dan sibuk di dapur demi masak buat Pacarnya. Kalo buat Papinya dia baru males, itukan tugas Maminya.

"Oh iya, Mas..."

"Hm?"

"Papi udah tau kita pacaran."

Dendi yang sedang mengunyah nasi goreng langsung tersedak.

Berbeda dari makan malam minggu lalu, kali ini Dyvette dengan sigap memberikan air mineral ke Dendi sambil menepuk-nepuk bahu pacarnya.

"Pelan-pelan, Mas."

"Mau pelan juga tetep kaget." Omelan Dendi keluar setelah berhasil menelan makanan dan minumannya dengan selamat.

Dendi menarik nafas dalam dan mengeluarkannya secara perlahan. Dari seminggu yang lalu ia paling menghindar kalau berpapasan dengan Pak Bos alias bapak dari pacarnya, dia deg-deg-an sendiri, tapi dari seminggu yang lalu dia bisa berusaha bersikap normal karena Pak Bos belum tau.

Tapi sekarang, gimana mau menghindar atau pura-pura normal coba? Bisa-bisa ngga dapet restu jadi calon mantu.

"Mas sebel Papi tau?" tanya Dyvette takut.

Dendi menggeleng. "Ngga sebel, Vi, takut."

"Takut kenapa, Mas?"

Dendi bingung gimana menjelaskannya. Dia sendiri juga bingung kenapa tiba-tiba takut, padahal biasanya dia selo banget sama Pak Bos.

Kebayang ngga sih seminggu ini tuh yang Dendi rasain tiap masuk kantor tuh berasa mau terjun dari lantai dua puluh, takut banget tiba-tiba Pak Bos dateng ke kantor. Namanya juga Bos yang suka-sukanya aja ke kantor. Dan sialnya, selama seminggu ini Pak Bos dateng tiap hari.

Buat para ngga jomlo, rasa takut yang Dendi rasain tuh kaya mau ketemu sama calon mertua untuk pertama kali tapi lupa bawa martabak telor.

"Mas dari minggu lalu udah deg-degan kalo liat Pak Bos."

Iya, Dendi ngomong Mas-Avi sama Dyvette. Kalau cuma berdua, chattingan dan telponan tiap malam, kalau depan orang kantor masih saya-kamu kaya biasa. Orang kantor belom pada tau. Dendi dan Dyvette mau ngasih tau tapi bingung, jadi biarin aja gitu. Arkan pun belom tau.

Dendi bisa gemesin juga kan?

"Maafin Avi ya, Mas," Dyvette menunduk.

Dendi meraih dagu pacarnya sehingga Dyvette mendongak kembali. "No need." Ia memajukan wajahnya untuk memberi kecupan singkat di bibir Dyvette.

Hal itu biasa mereka lakukan tiap pacarnya ngomel, ngambek atau ngga sedih. Kebayang lah ya siapa yang suka ngomel. Jangan diitung berapa banyak, mereka pun ngga tau berapa sering mereka mengecup bibir selama satu minggu pacaran.

Tapi tenang, mereka ngga bertindak lebih jauh dari itu kok. Mungkin belum.

"Balik yuk." Dendi berdiri, ia menggenggam tangan pacarnya dan masuk lagi ke kantornya.

"Den, lo kalo keluar bawa hape dong." Jason langsung mendatangi kubikal Dendi.

"Kenapa emang?"

"Lo daritadi dicariin Pak Bos, tau."

Dyvette langsung menoleh ke arah Dendi yang langsung merapihkan file-file di mejanya.

"Dyvette juga bawa hape kalo bisa, soalnya Pak Bos pasti nyariin Dendi ke kamu kalo dia ngga bisa dihubungin."

Dyvette tersenyum, "Tadi ketinggalan, Mas."

Jason mengangguk lalu meninggalkan Dendi yang jantungnya berdetak ngga karuan, dan Dyvette yang cuma bisa ngeliatin Dendi dengan pandangan kuatir.

Melihat Dendi berdiri, Dyvette pun ikut berdiri. "Mas, kutemenin."

Dendi menoleh. "Ngga usah, kan saya yang dipanggil, bukan kamu."

Dyvette nurut, ia kembali duduk. Merelakan Dendi yang harus menghadapi Papinya sendirian. Sebenernya dia tau Papinya ngga akan macem-macem, karena sama mantan-mantannya yang dulu pun Papinya ngga rese. Tapi dia jadi kasian mengingat Dendi yang takut.

Dendi mengetuk pintu ruangan Pak Bos sambil menoleh ke ruangan Arkan, dan diberi tatapan sinis oleh Arkan. Biasa, Arkan mah emang selalu sinis sama Dendi.

Mendengar perintah masuk, Dendi langsung masuk ke ruangan itu.

"Bapak manggil saya?"

Fristman mendongak. "Iya Den, daritadi." Ia menutup kerjaannya. "Kamu kemana aja sih sama Avi? Kok keluar lama banget?"

"Eng, anu pak..." Dendi gelagapan.

Tanpa menunggu jawaban dari Dendi, Fristman berkata lagi, "Den, saya minta laporan kerja Avi dong sebulan terakhir, saya mau tau dia udah ada kemajuan apa aja."

"Iya Pak, nanti saya kirim."

Fristman menangguk. "Kamu ngga kepengen duduk Den? Berdiri mulu apa engga capek?"

Capek, Pak, tapi jantung saya lebih capek kalo musti duduk deket bapak.

Dendi melangkahkan kakinya untuk berdiri di depan meja Pak Bos, lalu duduk persis di hadapannya.

"Kamu kenapa kaku kaya kanebo kering, Den?"

Sial!

"Engga kok, Pak."

"Kamu sakit, Den?"

Dendi menggeleng cepat. "Saya baik-baik aja, Pak."

Fristman mengangguk. "AC ruangan saya panas, Den?"

"Lu..mayan, Pak." Dendi terbtata-bata.

Dendi ngga tau sebenernya panas apa engga. Yang dia tau, dia udah lumayan keringet dingin duduk di ruangan ini ngga sampe lima menit.

Ponsel Fristman bergetar. Ada SMS masuk dari putrinya.

Papi jangan nanya yang macem-macem, jangan galakin pacar avi, kasian ih mas dendinya...

Tawa Fristman pun meledak tanpa bisa ditahan. "Kamu takut banget Den sama saya?"

"Eng..."

"Tarik nafas Den."

Tanpa sadar Dendi mengikuti instruksi tersebut

"Bener kamu pacaran sama Avi?"

Deg!

Udah Den, tamat lo abis ini. Udah mulai menjurus nih pertanyaan.

"Iya, Pak." Dendi menunduk.

"Masa cowok ditanya gitu aja takut?"

Dendi mendongak lagi. "Iya, Pak, saya pacaran sama Avi."

Please, siapin ambulan dong.

Fristman tersenyum. "Nah gitu dong, jadi cowok tuh musti lantang jawab pertanyaan."

Dendi mengangguk. Namun, jantungnya masih berdetak ngga karuan.

"Kamu serius sama Avi?"

"Iya, Pak."

Fristman tersenyum. Ia meletakkan tangannya yang terlipat di atas meja. "Kalo kamu main-main sama anak saya, mending balikin ke saya dari sekarang."

"Saya ngga ada niat main-main, Pak."

Fristman mengangguk senang. "Jangan sakitin anak saya ya, dia harta saya yang paling berharga."

Harta yang paling berharga adalah keluarga.

Serius bego Den, diajak ngomong calon mertua juga.

Terjadi perdebatan dalam hati Dendi.

"Iya, Pak."

Fristman memegang dadanya. "Hati orang tua yang paling hancur kalau liat anaknya sakit, Den."

"Saya janji ngga akan nyakitin Avi, Pak." Jawab Dendi lantang dan mantap.

"Saya pegang omongan kamu."

Kalian kalo jadi Dendi kuat ngga?

Dear Dendi...

Dear Dyvete...

16/06/2019
Ta💙

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro