6 - CHRONICLES

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Aku masih menyayangimu. Bagaimana jika aku memintamu untuk kembali?"

"Jangan gila. Aku menolongmu tadi karena kau nyaris tertabrak mobil. Bukan berarti aku mau menerima ajakanmu untuk kembali."

Sementara wanita di hadapannya tergelak renyah. Mengusap kepala laki-laki itu halus, sebelum tangan si laki-laki mengibaskannya kasar.

"Kasar sekali, sih. Adik kelasku, kau harus ingat kau itu masih lebih muda dua tahun dariku. Lagi pula aku sudah mau tunangan bulan depan. Untuk apa aku memintamu kembali?"

Sementara yang lebih muda terbelalak kaget. "Tunangan? Dengan siapa?"

"Ya dengan kekasihku. Kau itu kan, cinta monyet. Jangan marah, hehe."

Nathan hanya terkekeh kecil, hatinya sungguhan lega saat mendengar bahwa ujaran wanita cantik di depannya kini hanyalah guyonan jenaka. "Bagus lah. Aku kira, Kak Oliv tak bisa terlepas dari memori tentang ku. Aku kan, tampan. Hehe."

Dan sebuah jitakan keras melayang di pelipis Nathan, sukses membuatnya mengaduh kesakitan. "Sudah punya pasangan belum? Ngaku tampan kalo masih sendiri buat apa."

"Sudah dong. Hari ini sebenarnya perayaan satu bulan kami, tapi ya sudah lah, mungkin dia juga mengerti kalau aku ada urusan."

"Kau tak bilang jujur kau menemui mantanmu ini? Nanti dia cemburu, lho, kalau tau."

"Tak penting dengan siapa aku pergi. Selama saling menyayangi kan pasti akan tetap kembali."

Oliv—nama wanita itu—hanya menampilkan ekspresi jijik atas perkataan Nathan barusan. "Cheesy sekali, sih kamu. Ya sudah, cepat sana pulang, nanti dicariin. Buat dia bahagia ya, Nath?"

"Selalu kok, kak!"

***

Tiga hari sejak kejadian kandasnya hubungan Nathan dan Sasha, Nathan bahkan tak pernah menemui Sasha dimanapun. Padahal dirinya hanya ingin menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di hari lampau.

Hingga kemudian, suatu malam, saat tengah kembali dari rumah salah satu kawannya, tanpa sengaja Nathan menangkap siluet seorang perempuan di tengah gelapnya malam. Di bawah lampu jalanan tengah mengotak-atik benda berbentuk persegi.

Merasa sangat familiar dengan siluet tersebut, Nathan segera berlari keluar dari mobilnya, menubruk tubuh perempuan itu begitu saja, mendekapnya erat hingga tak perduli protesan yang dikeluarkan si gadis.

"Kau berharga, sungguh."

Baru lah melepas pelukannya saat dirasa orang yang ia temui sekarang adalah orang yang selama ini dicari-carinya.

Matanya menatap setiap inci tubuh gadis itu dari atas hingga bawah. Kemeja satin merah hati dengan rok kain hitam di atas lutut, lalu sepatu heels berwarna hitam turut menghias tubuhnya.

"Jangan seperti ini lagi, kumohon."

Gadis di depannya hanya melongo kebingungan. "Kau datang-datang main peluk orang seenaknya. Seperti ini apa maksudmu?"

"Sha, aku serius. Memangnya kau darimana?"

Gadis yang dimaksud—Sasha, sempat berpikir sejenak akan pertanyaan yang di lontarkan mantannya itu. Lalu sebuah ide jahil muncul di benak briliannya. "Oh, dari apartemen papa gula. Kenapa?"

Maka Nathan hanya bisa menatap Sasha sekali lagi dengan pandangan putus asa. Sarat akan kesedihan dan kekecewaan. "Kau ...."

"Jelek, bodoh! Jangan memelas begitu, sih. Aku hanya habis pergi dari pesta ulang tahun teman ku."

Karena untuk Sasha, menahan tawa saat mengerjai orang lain itu terlalu sulit. Maka dari itu ia terpaksa jujur sambil menunjukkan tas kertas cokelat yang ia bawa. Isinya adalah makanan ringan khas pesta ulang tahun.

"Kau benar-benar tak pergi ke tempat aneh-aneh seperti dulu?"

Sasha menggeleng. "Lalu sekarang disini, sedang apa?"

"Entah lah. Menghubungi siapapun itu yang bisa mengantarku pulang."

"Kenapa tidak menghubungiku saja?"

"Memangnya kau siapa?"

Nathan mendengus malas setelahnya. Lalu tangannya memegangi bahu kecil gadis itu kuat-kuat. "Jangan pergi lagi, tolong. Putus kita kan cuma sepihak."

"Ih ya sudah. Kembali saja ke mantanmu itu."

"Cemburu, ya?" Kali ini, malah tercipta seringai jahil dari laki-lakinya.

Sasha menggeleng. "Gak akan."

"Kau cemburu ...."

"Aku tidak."

"Ooh, ya sudah, kalau gitu aku tinggal pulang, ya? Hati—"

"Jangan, aku takut."

Maka atensi laki-laki itu sepenuhnya kembali terpusat ke tata suryanya.

Semestanya, nirvananya, yang ia cintai.

"Ada syaratnya kalau mau ku antar pulang."

"Apa?" Maniknya mengerjap polos.

"Aku sedikit tak yakin ...."

"Ih, apa?"

Nathan meneguk salivanya susah payah. Mungkin agak tidak tahu diri meminta hal ini saat bahkan ia belum menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi diantara mereka.

"Tapi apa pantas aku memohon izinmu untuk kembali mengambil apa yang sudah seharusnya menjadi hak-ku?"

Sesaat, keadaan berubah hening. Sasha sendiri sempat kehilangan kata-kata. Otaknya memang cepat memproses maksud kalimat tersebut, tapi untuk membalasnya ia benar-benar bimbang.

"Sebenarnya, bisa saja jika kau mau menjelaskan satu hal." Dari pada terjebak dalam sunyi, Sasha memutuskan untuk kembali membuka mulut.

"Apa?"

"Jelaskan padaku yang terjadi kemarin di kafe kopi."

Maka terbitlah senyum bulan sabit dari bibir laki-laki itu. "Tentu saja!"


***

Note : 

Cuma sanggup segini:') anw, voment dan krisar dibutuhkan! thankyou!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro