32

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tanpa Rehan Sangka, mobil yang dia tahan tadi kembali melaju melewati jalur lain agar menghindari motornya.

Hal itu tentu berhasil membuat pria tersebut frustrasi.

"Mbak!"

***

Tok. Tok.

Ketukan di jendela mobil Vera terasa sangat mengganggu bagi pemiliknya, wanita itu kini tengah memijat kepalanya.

Dia tengah pusing sekarang dan sebenarnya dia sedang menuju rumah sakit untuk mengecek kesehatannya.

"Mbak, saya mohon. Buka pintunya," ucap seseorang dari luar mobil Vera, suara itu sangat dia kenali.

Rehan, iya, suara itu suara Rehan karena penasaran Vera kemudian mengintip keluar jendela mobilnya dengan cara menyingkap gorden mobilnya tersebut.

'Rehan,' lirihnya di dalam hati. Wanita itu ikut merasa sedih saat melihat pacarnya itu tengah memohon.

"Mbak, saya mohon."

Tanpa wanita itu sadari, dia tiba-tiba saja menangis setelah mendengar suara pria yang sangat ingin dia temui.

"Bu, itu ada Pak Rehan," ujar sopir Vera. Mungkin pria itu tidak tau bahwa bosnya telah melihat Rehan.

"Biarin aja, Pak. Ayo, jalan," perintah Vera pada sopirnya.

Mobil tersebut kembali melaju dan meninggalkan Rehan yang terlihat tengah berteriak.

Jujur, Vera tidak sanggup untuk melihat hal itu. Dia ingin sekali bertemu dengan pacarnya. Namun, setelah mengingat mengenai hubungannya yang ditentang. Vera berusaha menahan semua kerinduannya pada pacarnya tersebut.

***

Sesampai di rumah sakit, Vera segera di cek dan hasilnya wanita itu harus melakukan rawat inap selama beberapa hari.

Kondisinya sekarang ini sedang tidak stabil. Kepalanya terus sakit, nafsu makannya menurun dan juga badannya terus lelah.

Hal itulah yang membuat dokter memutuskan untuk menyuruh Vera untuk menginap di rumah sakit dalam beberapa hari agar kondisinya dapat dicek setiap saat.

"Makasih, Dok," ucap Vera dengan pelan setelah Dokter yang menanganinya ingin pergi.

Dokter pria itu memang sudah biasa menangani Vera, bahkan sejak wanita itu masih muda sehingga dia cukup tahu mengenai kondisi tubuh Vera.

"Iya, sama-sama. Pokoknya kamu jangan terlalu banyak pikiran dulu ya. Makan dan tidur teratur juga," jelas Dokter tersebut.

Vera tersenyum kecil sembari mengangguk.

Tak lama kemudian Dokter tersebut keluar dari ruang rawatnya bersama dengan seorang suster yang menemaninya.

***

Setelah berjam-jam, Vera pun terbangun dari tidurnya. Iya, setelah kepergian dokter tersebut. Wanita itu tertidur dengan pulas.  Namun kini, dia terbangun karena tenggorokannya terasa kering.

Sebuah botol minum yang berada di meja samping kasurnya pun segera wanita itu ambil. Namun sayang, tenaganya kurang kuat untuk membuka tutup botol itu.

"Susah banget sih," gerutu wanita itu.

Tak lama kemudian, sebuah tangan terulur untuk mengambil botol tersebut.

Vera yang kebingungan pun segera melihat ke wajah pemilik tangan tersebut.

"Rehan!" pekiknya.

***

Suasana canggung begitu terasa di antara Rehan dan Vera kini. Mereka hanya terdiam dengan pikirannya masing-masing.

"Maaf ya, Mbak. Saya ke sini tanpa izin, Mbak," ucap Rehan dengan pelan, tentu dia merasa bersalah sekarang ini.

"Saya tadi ngejar mobil Mbak sampai sini," jelas pria itu.

Ternyata Rehan segera melajukan motornya setelah mobil yang milik Vera pergi.

Tidak, pria itu tidak akan menyerah bahkan kini dia sudah siap jika akan dimaki oleh pacarnya itu.

Vera tidak merespon ucapan Rehan, dia hanya terdiam sembari menatap langit-langit kamar rawatnya.

"Mbak, Mbak marah ya," ucap Rehan dengan pelan.

Vera menggeleng, "enggak. Saya enggak marah kok."

"Terus, kenapa Mbak menghindari saya?"

"Saya cuman belum siap ketemu kamu. Saya malu karena enggak bisa berjuang demi hubungan kita," jelas Vera dengan sekuat tenaga.

Wanita itu ingin sekali menangis sekarang. Namun, dia tahan karena takut kondisinya semakin memburuk.

Tangan Rehan terulur, pria itu menggenggam tangan Vera dengan lembut.

"Mbak, Mbak cinta kan sama saya?" tanya Rehan memastikan.

Tanpa berpikir panjang, Vera mengangguk dengan cepat.

Rehan tersenyum melihat hal itu, "Kalau gitu, ayuk kita menikah, Mbak," ajak Rehan dengan tiba-tiba. Hal itu berhasil membuat Vera bingung.

"Hah, menikah? Sekarang?"

Rehan tertawa kecil dan menggelengkan kepalanya, "Tidak, tidak sekarang. Tapi, setelah Mbak sembuh."

***

Setiap harinya, Rehan akan menemani Vera di rumah sakit. Dia bahkan melupakan rumahnya yang baru saja bersih. Setelah selesai bekerja, pria itu langsung pergi ke rumah sakit untuk menemani pacarnya. Tanpa pulang dulu ke rumahnya.

Kini, hari ke tiga Vera berada di rumah sakit. Syukurnya, tubuh wanita itu sudah lebih segar dari sebelumnya, tenaganya pun sudah ada sekarang.

Wajahnya juga lebih cerah dan tidak pucat lagi.

Nafsu makannya pun sudah meningkat.

Hal itu membuat Rehan amat bersyukur, dia ikut senang saat pacarnya itu sudah mulai kembali seperti biasanya.

"Re," panggil Vera pada pacarnya itu.

Mereka sekarang tengah asik menonton TV, Vera terbaring di tempat tidur dan Rehan duduk di kursi tepat di samping wanita itu.

Rehan menatap ke arah Vera, wanita itu kini tengah berusaha untuk mendudukkan dirinya.

"Pelan-pelan, Mbak," imbau Rehan sembari ikut membantu wanita itu duduk.

Kedua tangan pria itu menggenggam lengan Vera dengan lembut.

"Makasih ya," ucap Vera sembari melempar senyum kecilnya.

Rehan mengangguk dan kembali duduk, sebelumnya pria itu berdiri saat membantu Vera duduk.

"Hmm, gimana pekerjaan kamu?" tanya Vera sembari menatap ke arah Rehan.

Pria itu terlihat berpikir sejenak sebelum menjawab pertanyaan pacarnya.

"Aman kok, Mbak."

"Syukurlah."

Tidak ada pembicaraan lagi setelah itu, mereka terdiam dengan pikirannya masing-masing.

Tak lama kemudian, terdengar gumaman dari mulut Rehan. Vera yang mendengar hal itu pun langsung menatap ke arah pacarnya.

"Kenapa?" tanyanya dengan wajah sedikit bingung.

Rehan menatap balik pacarnya itu, tatapannya sedikit berbeda. Namun, Vera tidak tau apa yang beda.

"Kalau ada masalah, cerita aja," lanjut Vera. Wanita itu sedikit penasaran mengenai apa yang Rehan ingin sampaikan.

"Bagaimana dengan pernikahan kita?"

Pertanyaan yang terlontar dari mulut Rehan, berhasil membuat Vera terdiam. Wanita itu merasa seperti tengah didakwa atas kesalahan yang entah apa.

"Hmm, apa tidak sebaiknya kita minta restu pada kedua orang tuamu?" tanya Vera dengan pelan.

Tentu wanita itu ragu jika harus menikah tanpa mendapatkan restu dari kedua orang tua Rehan. Padahal dia sendiri tidak perduli pada restu kedua orang tuanya.

"Ibu saya merestui hubungan kita kok, Mbak," ucap Rehan dengan lantang.

"Terus, bagaimana dengan ayahmu?"

Lagi-lagi Rehan terdiam tanpa tau harus menjawab apa. Hingga kini, ayahnya masih belum menghubunginya. Dapat pria itu pastikan bahwa ayahnya masih belum bisa merestui hubungannya dengan Vera.

"Bagaimana kalau kita akhiri saja ... ."

Belum sempat Vera menyelesaikan ucapannya, Rehan langsung menarik tangan wanita itu. Menggenggamnya dengan erat dan menatap matanya dalam.

"Mbak, saya mohon. Jangan menyerah seperti ini," lirih Rehan.

"Tapi, Re ... ."

"Saya yakin, Ayah saya akan merestui pernikahan kita."

"Dengan memaksa dia?"

Rehan menggeleng dengan kuat. "Tidak, saya yakin Ayah saya bisa menerima semuanya."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro