33

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tepat dihari ke lima, Vera akhirnya diizinkan untuk pulang ke rumahnya. Kondisinya sudah stabil dan hal itulah yang membuatnya diperbolehkan untuk pulang. Walau begitu, dia harus tetap menjaga kesehatannya dan melakukan kontrol setiap bulannya.

Wanita itu sangat senang saat diberitahu akan kepulangannya, dia terus-terusan mengulas senyum bahagianya saat tengah bersiap-siap untuk pulang.

"Hei, seneng banget sih," goda Rani tanpa melihat ke arah Vera.

Wanita itu tengah membantu Vera untuk memasukkan barang-barang yang akan mereka bawa pulang ke dalam sebuah tas yang cukup besar.

Kini, hanya ada mereka berdua. Rehan dan Sam tengah mengurus beberapa berkas kepulangan Vera.

"Iya dong, seneng banget."

"Iya deh, yang bentar lagi bakal nikah," goda Rani lagi. Namun, mendengar ucapan sahabatnya itu tiba-tiba wajah Vera berubah suram.

Wanita itu sebelumnya sibuk kesana kemari. Tetapi sekarang, dia terdiam sembari mendudukkan dirinya di atas kasur yang sebelumnya dia gunakan selama sakit.

Di sisi lain, Rani tetap sibuk dengan kegiatannya. Namun, pergerakannya kemudian terhenti saat tak lagi mendengar langkah kaki sahabatnya itu.

"Ver," panggil Rani dengan pelan sembari membalikkan tubuhnya.

Wanita itu sedikit terkejut saat melihat sahabatnya tengah duduk terdiam sembari menahan tangis.

"Kamu kenapa?" tanya Rani sembari duduk tepat di samping Vera.

"Aku enggak yakin bakal nikah sama dia," jelas Vera dengan sedikit terisak.

Kini, air mata Wanita itu sudah turun hingga membasahi pipinya.

"Hei, jangan ngomong gitu," balas Rani sembari merangkul Vera.

"Tapi, Ran ... ."

"Kamu harus yakin, Ayah Rehan akan merestui hubungan kalian," sanggah Rani, wanita itu kemudian menghapus air mata di pipi Vera dengan pelan. "Aku yakin, kamu sama Rehan akan segera menikah."

"Ayo dong, jangan nangis gini. Mana Vera yang selalu optimis," goda Rani sembari mencubit pipi Vera.

"Aauu, sakit Ran."

Rani tertawa saat melihat sahabatnya itu meringis kesakitan.

***

"Apa kamu yakin?" tanya Vera pada Rehan.

Kini, mereka kembali pergi ke rumah orang tua pria itu. Membawa kembali keberanian mereka untuk meminta restu pada Ayah Rehan.

Rehan mengangguk dengan pasti, walau begitu detak jantungnya kini tengah berpacu karena gugup.

Tok. Tok. Tok.

Ketukan demi ketukan terdengar pada pintu rumah orang tua Rehan. Pria itu kini tengah mengetuk pintu rumah tersebut . Namun, setelah lama mengetuk. Mereka belum juga mendapatkan jawaban dari dalam rumah.

Dahi Rehan kemudian mengerut bingung, "Apa jangan-jangan nggak ada orang di rumah?" tanya Rehan menerka-nerka apa yang mungkin terjadi kini. Walau, suaranya pelan. Namun, suara pria tersebut tetap dapat didengar oleh Vera.

"Jadi, enggak ada orang?" tanya Vera sembari menatap bingung ke arah pacarnya itu.

Rehan membalas tatapan Vera dan menggeleng pelan, "enggak tau juga sih, Mbak."

"Coba deh kamu hubungin dulu," ucap Vera memberi saran.

Iya, mereka belum memberitahukan kedatangan mereka pada orang tua Rehan sehingga jika mereka tidak ada di rumah pun. Itu adalah salah Vera dan Rehan.

"Ya sudah, bentar ya, Mbak," ucap Rehan sembari mengikuti perintah pacarnya itu.

Dia mengeluarkan ponselnya dari dalam saku dan belum sempat dia menelpon orang tuanya.

Pintu rumahnya terbuka.

Klek.

Pintu rumah itu terbuka dengan lebar dan tiba-tiba seorang wanita muda muncul. Wanita muda yang tidak Vera kenali.

"Eh, Kakak!" pekik wanita itu dengan semangat sembari memeluk Rehan erat.

'Kakak?' tanya Vera di dalam hati.

"Fani, kangen banget sama kakak."

"Iya, Kakak juga kangen sama kamu," balas Rehan dengan pelan.

Kini, kedua orang tersebut sudah melepaskan pelukan mereka masing-masing.

Vera yang sedikit bingung kemudian menarik lengan baju yang Rehan gunakan.

Pria itu menyadari kebingungan Vera dan segera memperkenalkan pacarnya itu pada Fani, adiknya.

"Eh iya, Fani kenalin ini Vera."

Fani terdiam sembari berpikir, "Vera?"

"Iya, pacar kakak," jelas Rehan yang langsung membuat Fani paham.

"Oh ini, Mbak yang sering kakak ceritain," ucap Fani dengan semangat. "Hai Mbak Vera, saya Fani. Adiknya Kak Rehan."

Wanita muda itu mengulurkan tangannya di hadapan Vera dan tentu wanita yang lebih tua itu menyambutnya dengan senang hati.

Jujur, Vera sedikit malu sekarang karena dia nyaris cemburu pada adik pacarnya.

Hmm, ternyata dia masih belum mengenal jelas tentang keluarga Rehan. Iya, pacarnya itu tidak pernah bercerita tentang hal tersebut.

***

Dua buah gelas berisikan teh hangat kini telah ada di hadapan Vera dan Rehan. Fani yang membuatnya, wanita muda itu memang sudah biasa membuatkan minuman untuk tamu yang sering kali hadir di rumahnya.

"Diminum, Mbak Vera," tawar Fani yang langsung membuat Vera mengangkat salah satu gelas tersebut, dengan perlahan dia minuman teh itu.

'Hmm, manis.'

Vera sangat jarang meminum jenis minuman lain selain air putih dan teh kali ini begitu istimewa karena dibuat oleh adik pacarnya.

Fani tersenyum setelahnya, wanita muda itu terlihat begitu tertarik pada Vera.

"Ayah sama Ibu kemana, Fan?" tanya Rehan dengan bingung karena dia belum melihat kedua orang tuanya.

Vera mengembalikan gelas tersebut di tempat semula, wajahnya cukup penasaran akan jawaban adik pacarnya.

"Oh iya, Ibu sama Ayah lagi di balai desa kak. Katanya sih ada kegiatan apa gitu," jelas Fani dengan enteng.

Wanita muda itu tidak tau pasti mengenai acara yang dihadiri kedua orang tuanya, karena saat mereka pergi. Fani tengah mandi.

***

Ketiganya asik bercanda sembari menunggu kedua orang tua Rehan kembali pulang ke rumah.

Ada banyak hal yang mereka bicarakan, mulai dari pembicaraan ringan hingga pembicaraan yang cukup serius.

"Jadi, Fani tuh lagi ikut kemah waktu itu, Mbak," jelas Fani pada Vera.

Iya, sebelumnya saat Vera dan Rehan datang. Fani memang tidak ada di rumah karena tengah ikut kemah sekolah.

Wanita muda itu seharusnya pulang saat Rehan sampai di rumahnya. Namun, terjadi masalah kecil yang mengakibatkan kemah yang dia lakukan ditambah harinya. Karena lokasinya yang cukup jauh dari rumah. Fani pun tidak bisa berbuat apa-apa apalagi saat itu tidak ada jaringan di lokasi tempat wanita muda itu kemah sehingga dia tidak bisa memberitahu kakaknya.

"Oh gitu, kamu suka kemah ya?" tanya Vera yang langsung dibalas anggukan oleh Fani.

"Iya, sama kaya Kak Rehan."

Vera sedikit melirik ke arah pacarnya yang tengah tersenyum, entah karena apa.

Tak lama kemudian, Ayah dan Ibu Rehan pulang. Mereka cukup terkejut saat melihat Vera dan putranya tengah duduk di sofa ruang tamu bersama dengan Fani, anak bungsunya.

"Eh, sudah pulang," ujar Fani sembari bangun dari duduknya. "Ini ada Mbak Vera, Yah, Bu."

Ibu Rehan melemparkan senyuman kecil pada Vera. Namun, Ayah Rehan langsung masuk ke dalam rumah begitu saja.

Rehan yang tengah duduk itu pun langsung berdiri dan mengikuti Ayahnya masuk.

Entah, apa yang akan kedua pria itu lakukan di dalam. Walau, Vera sedikit khawatir. Namun, wanita itu tidak berani untuk ikut campur.

"Diminum, Nak. Tehnya," ucap Ibu Rehan pada Vera.

Wanita itu mengulas senyumnya saat mendengar ucapan Ibu pacarnya, "Iya, Bu. Saya sudah minum kok."

"Ibu, mau duduk di sini nggak?" tawar Fani pada ibunya.

Ibunya terdiam sembari berpikir, "Hmm, kayanya Ibu mau mandi dulu. Nanti setelah mandi, Ibu datang ke sini ya."

Fani mengangguk paham dan kembali duduk, "Iya, Bu."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro