05 | for every life, a death

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng




—tak!

membuka kaleng minuman isotonik yang baru saja ia beli, jeongin meneguknya sampai habis sebelum duduk di bangku taman yang hanya berjarak beberapa meter dari gedung apartemen keluarga kim.

pikiran laki-laki berusia tujuh belas tahun itu masih melayang — berhinggap dari sang kakak, perundung-perundung sialan yang secara tidak langsung telah menghancurkan keluarga kecilnya, misteri tentang lee minho, dan yang terakhir . . .

han jisung.

jeongin masih mengingat setiap detik dari pertemuan singkat mereka tadi pagi. meskipun ia tidak mengenal jisung dengan baik, yang lebih muda cukup tahu bahwa yang lebih tua telah menjadi buah bibir sma hanbyul sejak hari pertamanya bersekolah. han jisung si hacker yang aneh, selalu menyendiri dan bahkan dirumorkan sebagai pribadi yang berbahaya karena sering terlibat dengan berbagai kegiatan ilegal.

sejujurnya, jeongin merasa takut ketika menyadari bahwa jisung telah mengetahui identitas dirinya. apa yang sebenarnya terjadi di antara para siswa tingkat akhir itu?

"ini," jisung menyerahkan secarik kertas berisi rangkaian numerik yang jeongin yakini adalah nomor teleponnya. "tolong pikirkan tawaran ini. kau dapat menghubungiku kapanpun kau siap."

"a-apakah aku dapat mempercayaimu?" balas jeongin gugup, membuat jisung tertawa meremehkan.

"memang, kita harus mempercayai satu sama lain?"

"uh . . . tidak juga."

jisung terdiam sejenak — seakan-akan memikirkan sesuatu — sebelum merogoh telepon genggamnya dari saku celana dan memperlihatkan sebuah video yang sama sekali belum terjamah.

"kau bisa memutarnya, " laki-laki itu menyerahkan alat elektronik tersebut. "aku serius dengan ucapanku."

"b-baiklah," angguk jeongin ragu, sebelum memencet tombol di tengah layar.

dua orang laki-laki tengah berada di jembatan yang tak jauh dari sekolah mereka. jembatan yang sama seperti rute jeongin pulang ke rumah, dan jembatan yang sama seperti tempat dimana seungmin berusaha mengakhiri hidupnya.

ah, sial. semenjak kejadian itu jeongin tak pernah berani untuk menggunakan rute yang sama lagi.

sebelum ia dapat berbuat lebih lanjut, dua orang laki-laki berseragam sama seperti dirinya tiba-tiba muncul dari kejauhan, yang satu terlihat asing dan yang lain sangat familiar.

bukankah itu hwang hyunjin?! jeongin segera menutup mulutnya yang terbuka lebar.

memfokuskan kembali tatapannya, ia melihat laki-laki berwajah asing itu tengah mendorong kencang tubuh hyunjin penuh emosi meskipun tak cukup kuat untuk membuatnya terperosok ke tanah. sepertinya, mereka sedang memperdebatkan sesuatu yang penting.

"hentikan semua ini, hwang hyunjin!" teriak laki-laki itu marah. "kau dapat merisakku sesuka hati, tetapi jangan pernah membawa keluargaku dalam urusan kita! aku benar-benar mengutukmu, bajingan!"

bukannya tak enak hati, hyunjin justru mencondongkan tubuh tegapnya dan tertawa terbahak-bahak. "kenapa? kau tak suka . . . lee minho?"

lee minho.

seketika dada jeongin bergemuruh, tersadar bahwa laki-laki yang terekam di video ini adalah laki-laki yang sama yang telah mengambil nyawanya sendiri akibat risakan orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

"oh ya," lanjut hyunjin dengan seringai bangga. "kalau boleh tahu, bagaimana kabar adikmu lee mina? apakah
ia masih merindukan mantan kekasihnya ini? harus aku akui, parasnya cantik dan lekuk tubuhnya sangat indah. ah, aku jadi ingin mengajaknya kembali berkencan."

"apa kau bilang?!"

dengan membabi buta, minho segera menghujamkan pukulan-pukulan kalut pada wajah hyunjin yang semula bersih tanpa noda. tak membutuhkan waktu yang lama hingga darah anyir mendominasi percakapan mereka, namun sepertinya, minho sama sekali tak tertarik untuk menghentikan aksinya.

"kau benar-benar gila, hwang hyunjin!"

gelak tawa hyunjin semakin kencang seiring pukulan yang ia dapat.

"hahhh . . ." minho berjalan mundur, masih dengan nafas tersengal dan memburu.

"kau hanyalah satu dari sekian mainan yang kupunya. mainan yang terlalu baik, terlalu polos . . . dan terlalu bodoh," hyunjin mengusap darah segar pada bibirnya, menjadikan kemeja putih yang ia kenakan sebagai tempat cairan itu berlabuh. "kalau begitu, izinkan aku mengusulkan sesuatu: lebih baik, kau mati saja."

laki-laki itu bangkit dari posisi tidurnya untuk menepuk bahu sang lawan bicara. hyunjin tidak pernah merasa bersalah, bahkan setelah melontarkan kalimat sensitif tersebut.

"kau hanyalah benalu dalam kehidupan mereka," lanjut hyunjin tepat disamping telinga minho. "ayahmu yang perusahaannya bangkrut memilih untuk bunuh diri — memaksa ibumu bekerja sebagai seorang pencuci piring sekaligus penghibur malam demi membayar tunggakan uang sekolah kalian. belum lagi adik kecilmu yang gila karena aku tinggalkan sepihak. bukankah kematianmu akan meringkankan beban keluarga lee?"

minho terdiam, menutup kedua matanya perlahan.

"aku adalah temanmu," tambahnya sebelum video itu berhenti. "sudah seharusnya seorang teman membantu temannya yang lain saat mengalami kesulitan."




P S Y C H O




di sisi lain, chris justru mengepalkan kedua tangannya kasar. ia hanya mampu menatap woojin tak percaya, ketika laki-laki yang lebih tua darinya itu lebih memilih untuk pura-pura bodoh, menyampaikan pengumuman yang baru saja mereka terima dari penyidik pusat.

"—dan dengan berat hati, kami harus mengakhiri kasus ini."

"mengapa begitu?" tanya ayah seungmin tak terima sebelum menatap tubuh sang anak yang masih belum sadarkan diri.

"bukti-bukti yang kami dapat dari penyelidikan hanya mengarah pada grafik nilai yang menurun," lanjut
woojin cepat. "saudara kim mengalami tekanan berat yang menyebabkannya nekat melakukan percobaan bunuh diri. selain itu, para dokter juga menyarankan untuk melepas alat bantu napas bila anak anda tidak mengalami perkembangan yang signifikan dalam satu minggu kedepan. untuk itu, selaku tim kepolisian kami meminta maaf yang sedalam-dalamnya atas kejadian yang menimpa keluarga anda."

tangis sang ibu segera pecah, membuat chris berlari untuk menopang tubuhnya.

"keluarga kami sangat menyayangi seungmin . . . kami bahkan tidak pernah memarahinya ketika mendapat nilai yang buruk di sekolah," potong ayah seungmin dengan suara yang bergetar. "semua itu hanya proses, segala hal yang kau miliki hari ini adalah berkat yang harus kau syukuri dan jadikan pembelajaran di masa depan — dua kalimat itu selalu kami katakan padanya setelah sarapan pagi. apakah mungkin, hal seserius ini terjadi karena alasan yang bahkan sama sekali tidak masuk akal? bukankah tugas seorang polisi menjamin keamanan rakyatnya?"

mendengarnya, hati chris begitu sakit.

ia benar-benar tidak habis pikir. dengan segala otoritas yang mereka miliki, apakah tidak ada jalan lain untuk menegakkan keadilan?

dan mulai detik itu, chris berjanji untuk terus bergerak maju — sekalipun kebenaran yang masih tersembunyi bertentangan dengan orang-orang disekitarnya.




P S Y C H O




jeongin hampir saja melangkahkan kakinya bila ia tak mendengar suara tangisan sang ibu yang memekik di setiap sudut lorong rumah sakit. sepertinya, ini bukan waktu yang tepat untuk berkunjung.

berjalan menuju kursi tunggu terdekat, ia menghela napas kasar dan mengacak rambutnya. sebentar lagi rasanya ia akan menggila. belum selesai dengan tiga perundung yang diduga telah merisak sang kakak, kini laki-laki itu harus dihadapkan dengan kenyataan pahit bahwa segala perjuangan yang telah ia serta ayah dan ibunya lakukan . . . mungkin akan berakhir sia-sia.

"namun sebelum aku dapat membantumu, ada sebuah syarat yang harus kau sanggupi."

"a-apakah aku harus membayar—"

"—tidak, tidak!" jisung tertawa lepas, menggelengkan kepalanya. "untuk saat ini, aku tak akan memberitahu syarat itu secara detail. tetapi satu hal yang pasti: kau harus menuruti permintaanku, apapun itu, yang akan kutagih setelah aku berhasil membantumu."

". . . permintaan?"

"hmm, permintaan. bagaimana? apa kau berminat?"

persetan dengan keinginan jisung.

pergi ke neraka pun akan ia sanggupi jika hal itu dapat mengembalikan kebahagiaan keluarganya.




P S Y C H O




"halo, han jisung?"



















author's note:

hmm, sampai sini kira-kira ada yang tertarik
untuk berkomentar? 👀

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro