06 | stories of women

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


⚠️ mention of sexual abuse.



waktu menunjukkan tepat pukul tiga dini hari.

alih-alih terlelap di dalam balutan selimut, nyonya kim justru terduduk di atas tempat tidur sang anak sulung, menatap nanar ruangan yang belum pernah terjamah sejak kejadian itu menimpa keluarga mereka.

sesekali, perempuan paruh baya itu terisak, meskipun setiap air mata yang jatuh akan segera tersapu bersih oleh kedua tangannya yang tidak bersalah. rasanya. ia akan segera menggila.

nyonya kim masih mengingat dengan jelas wajah sang anak ketika pertama kali menjejakkan kaki di rumah sakit. wajahnya yang kotor, tubuhnya yang dingin serta kulitnya yang terluka akibat gesekan bebatuan menjadi pandangan terakhir yang ingin ia lihat selama empat puluh lima tahun hidupnya.

mana mungkin ada seorang ibu yang baik-baik saja ketika menemukan darah dagingnya sendiri berada dalam kondisi yang hampir bersinggungan dengan malaikat maut?

hancur.

hatinya hancur.

bila perempuan itu diizinkan untuk bertukar tempat dengan anaknya, dengan sukarela ia pasti akan maju
di garda terdepan.

"seungmin-ah," nyonya kim meremat salah satu bantal yang terdekat. ini merupakan kali pertama ia menyebut nama sang anak selain saat berkonsultasi dengan para dokter. "apakah kau masih ingat? sebelum berangkat sekolah, pagi itu kau berkata ibu tak perlu repot-repot membersihkan kamar ini lagi. umurku sudah sembilan belas tahun, bu, aku akan melakukannya sendiri  . . ."

ia berhenti sesaat untuk mengusap jemarinya lembut pada bantal tersebut, sesekali membayangkan bahwa tekstil yang ia curahkan kasih sayang adalah raga sang anak yang malam ini masih terbaring tak berdaya di rumah sakit.

"kau akan kembali untuk memebersihkan kamarmu, bukan?" lanjutnya lirih. "ibu berjanji, ibu tidak akan memarahimu jika mendapat nilai buruk di sekolah. ibu juga berjanji untuk memasak sup kimchi kesukaanmu setiap hari. ibu hanya ingin kau untuk tetap sehat. jadi ibu mohon, ayo kembali. kami masih menunggumu disini. apakah kau tau bahwa patah hati terbesar orang tua adalah menyaksikan anak yang seharusnya dapat tumbuh dewasa dan mengubur mereka di kemudian hari, justru pergi terlebih dahulu?"

bangkit dari tempatnya semula, sang ibu mengambil langkah gontai menuju meja belajar dengan berbagai catatan matematika, mengamati sebuah foto keluarga mereka yang masih terpajang di dalam bingkai. lalu, ia mulai terisak . . .

. . . dan tak kuasa untuk menahannya lagi.

"hidupmu masih panjang. ada begitu banyak hal yang belum sempat kau lakukan. mendapat pekerjaan yang baik, menikah dengan seseorang yang kau cintai, atau mungkin memiliki anak-anak yang menggemaskan . . . kau memang sudah dewasa, nak, tetapi sembilan belas tahun adalah perjalanan yang terlalu singkat. tidakkah kau ingin tinggal sedikit lebih lama?"

gemuruh hati nyonya kim semakin bergejolak. seiring dengan malam yang menggelap, pada akhirnya, hidup bukan hanya tentang siapa yang berpisah dan bersua, tetapi siapa yang meninggalkan bekas paling dalam.
dan sebaik apapun manusia mempersiapkan segala kemungkinan terburuk, sesungguhnya, tidak ada satu orangpun di dunia ini yang benar-benar siap menerima kehilangan,

tidak terkecuali mereka semua.




P S Y C H O




menatap tajam laki-laki yang tengah asyik menyeruput americano, jeongin menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan bertanya, "han jisung, kau serius ingin membantuku tanpa harus kuberi uang?"

"jangan kau pikir bantuanku ini hanya berlandaskan materi — itu, telah kumiliki lebih dari cukup. perlu kau ingat bahwa aku bukanlah malaikat yang membantu sesama secara cuma-cuma," gelengnya santai. "jangan terlalu memikirkannya, perjanjian kita yang sudah kau setujui akan menjadi bayaranmu."

"aku akan memikirkan konsekuensinya nanti. jadi, apa rencana yang kau punya?"

"pertama-tama, menjelaskan padamu tentang apa
yang sebenarnya terjadi di antara hwang hyunjin, lee minho dan lee mina . . . sebuah variabel yang akan mengejutkanmu seiring berjalannya cerita."

"—lee mina?"

jeongin mencondongkan tubuhnya, terkesima dengan informasi tambahan yang ia temukan.

"dahulu kala, terdapat tiga orang sahabat yang paling terkenal di seluruh sma hanbyul. mereka adalah han,
lee dan hwang. han yang begitu ceria dan mampu membangkitkan suasana, lee yang pintar, multitalenta dan baik hati, serta hwang yang kaya raya namun tak pernah segan untuk bersikap royal terhadap siapapun yang ia suka. mereka adalah kesatuan yang sempurna dan saling melengkapi, seakan-akan tuhan telah lebih dulu menggariskan takdir untuk saling mengenal."

"semuanya berjalan seperti biasa, hingga suatu hari, ekonomi keluarga lee memburuk dan sang ayah yang putus asa memilih mengakhiri hidupnya. lee hancur —
ia tak lagi memiliki waktu untuk bermain karena harus bekerja membantu keluarganya. belum lagi keadaan emosional lee yang seringkali tak stabil membuatnya menjadi sosok yang tak pandang bulu.

"hal ini membuat hwang, yang notabene dibesarkan untuk selalu mendapat yang ia inginkan, begitu marah dan tidak terima dengan perlakuan yang ia dapatkan. hwang yang mengetahui bahwa adik perempuan lee diam-diam menyimpan rasa padanya, menggunakan momentum ini untuk menyalurkan amarah. untuk memberitahu lee, bila tidak ada seorangpun di dunia
ini yang bisa menginjak dirinya.

"hwang adalah seorang remaja laki-laki yang egois, emosional dan pendendam. hal itu tentu saja ia warisi dari sang ayah, yang telah membuat hidupnya seperti neraka dengan didikan yang diktator dan konservatif. pada akhirnya, pribahasa 'buah tidak jatuh jauh dari pohonnya' bukanlah sekedar kata yang terucap bibir manusia."

"kemudian," jeongin menghela nafas yang selama ini tecekat. "apa yang terjadi dengan adik lee?"

jisung menatap keluar jendela, sebelum menggeleng perlahan. "menjadi kekasih hwang selama beberapa bulan, lalu dicampakkan tanpa alasan setelah dibuat menjadi boneka seksnya."

"a-apa?!"

"kau tidak pernah menyangka bahwa seorang murid kelas 11 mampu melakukan hal segila ini, bukan?" ia tertawa miris. "adik lee benar-benar hancur karena itu, sebelum diperparah dengan sang kakak yang memilih mengakhiri hidupnya. kehilangan seorang ayah, kakak dan dihancurkan kepercayaannya pada rentang waktu
yang begitu dekat — bagaimana mungkin ia baik-baik saja?"

jeongin mengerjapkan kedua matanya kaget. ia sama sekali tak menyangka bahwa permasalahan yang kim seungmin alami akan mengantarkannya pada sebuah perjalanan yang begitu mengenaskan.

"kejadian itu memaksanya berhenti sekolah agar bisa berobat ke rumah sakit jiwa secara rutin. tak ada satu orangpun yang pernah melihat batang hidungnya lagi setelah kematian lee — tak terkecuali hwang dan han yang dulu pernah berhubungan baik dengan keluarga mereka."

dengan berakhirnya penuturan tersebut, kedua insan
itu kini hanya mampu terdiam dan saling tatap, begitu hening hingga satu-satunya yang terdengar hanyalah deru napas mereka. sepertinya, akan membutuhkan waktu yang cukup lama bagi jeongin untuk mencerna informasi yang baru saja ia terima.

terlalu banyak amarah, kekecewaan dan air mata,

membuatnya kembali berpikir tentang bagaimana sang kakak dapat terhubung dengan permasalahan serumit ini.

"dan yang terakhir," tatapan jeongin kembali terpatri pada sosok laki-laki di hadapannya, tak sabar untuk mengetahui cerita selanjutnya. "bagaimana dengan
han? apa yang terjadi padanya?"

"han menolak untuk menyerah," angguk jisung penuh arti. "ia akan melakukan segala cara agar hwang dapat membayar dosa-dosanya."

karena pada akhirnya,

kalah bukanlah pilihan. mengalah bukanlah jawaban.
ia harus berlari dan terus berlari, sekalipun kedua kaki
ini memaksa untuk berhenti.

ia benar-benar yakin . . . suatu hari nanti, apapun yang terjadi, perjuangannya akan menjadi berarti.
















author's note:
halo semua! terima kasih ya masih ngikutin buku
ini, aku bersyukur banget liat reads-nya udah 5k 🥺
oh ya, karena kasus pertama yang meninggal karena coronavirus itu di dom-ku, aku mau ngingetin kalian untuk jaga kesehatan — makan makanan yang bergizi, minum air putih yang banyak, jangan berpergian kalau nggak diperlukan & selalu rajin cuci tangan pakai sabun, okay? stay safe guys✌🏻✌🏻✌🏻

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro