08 | a helping hand

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng



remaja sembilan belas tahun bermarga hwang itu kini tengah berjalan menuruni tangga menuju meja makan, bersiap untuk mengawali hari dengan segelas susu dan sepiring roti buatan sang ibu. meskipun begitu, selezat apapun menu sarapan yang ada di meja, hal tersebut tidak akan mampu mengubah fakta bahwa keluarga yang disfungsional telah menjadikan mereka hambar dan tidak selera.

selesai menggigit sepotong roti yang khusus disiapkan untuknya, sekelebat hyunjin merasa terganggu ketika mendapati ibunya yang menatap dengan intens.

"i-ibu?" panggil hyunjin bingung. "apa ada yang salah dengan penampilanku? mengapa ibu terus melihatku seperti itu?"

"apa? uh, tidak," nyonya hwang segera berdalih dan menggeleng cepat. "ibu hanya senang melihat anak kesayangan ibu makan dengan lahap."

laki-laki itu hanya mengangguk canggung.

selang beberapa saat kemudian, sang ibu menatapnya serius untuk kedua kali sebelum bertanya, "hyunjin-ah, semuanya baik-baik saja, kan?"

hyunjin hampir tersedak saat mendengar pertanyaan tersebut.

"m-maksud ibu?"

"di sekolah," lanjutnya lembut. kini, tangan nyonya kim telah berpindah untuk mengusap milik hyunjin lembut, meskipun gestur tersebut hanya membuat laki-laki itu merasa semakin tidak nyaman. "semuanya baik-baik saja, kan? kau, seo changbin, lee felix, dan mungkin . . . kim seungmin."

"mengapa ibu tiba-tiba bertanya seperti itu?" hyunjin mulai defensif. "seperti yang ibu ketahui, kami semua baik-baik saja. lagipula, aku sudah besar, bu. sekalipun ada masalah yang harus kami selesaikan, kami akan menyelesaikannya sendiri."

"b-baiklah. ibu senang mendengarnya."

genggaman tangan perempuan paruh baya itu segera terlepas. merasakan ada sesuatu yang janggal, hyunjin beranjak dari tempat duduknya, meninggalkan segelas susu dan sepotong roti yang belum tersentuh. ia harus segera meninggalkan tempat ini.

"ibu, sudah hampir jam tujuh," pamitnya cepat tanpa sekalipun mengunci manik. "aku harus segera pergi ke sekolah."

namun, tidak semudah itu.

seorang ibu dapat merasakan bila darah dagingnya menyimpan sesuatu — setidaknya, hal itulah yang ia yakini sebagai orang tua yang hanya ingin anaknya
baik-baik saja. katakanlah protektif, tetapi perempuan itu tak peduli. apapun cara yang harus ditempuh, akan
ia lakukan demi kelangsungan hidup keluarganya.

"s-sayang, tunggu!" nyonya kim meraih tangan hyunjin cepat, membuat yang lebih muda menoleh keheranan. "bila ada yang hal membuatmu tak nyaman . . . jangan ragu untuk mengatakannya. jangan khawatir, ibu akan berusaha membantu. tugasmu hanya belajar yang rajin dan menjadi anak yang manis."

hyunjin hanya mengangguk paham, sebelum berjalan secepat mungkin menuju garasi sembari mengeluarkan ponselnya dari dalam saku.

you, changbin, felix (3)

you
nanti malam, menginaplah di apartemenku
pizza, cola, atau mungkin bir?
sebutkan saja, aku akan membelikannya untuk kalian

changbin
wah, kau sedang merayakan apa?

felix
hwang hyunjin
kau baik-baik saja?

you
entahlah
rumah ini membuatku merasa sesak


setelah memastikan figur anaknya telah menghilang
dari pandangan, nyonya hwang segera berjalan kearah balkon untuk membuat panggilan penting, sama sekali tidak menyadari bahwa sang suami telah mendengar seluruh percakapan mereka dari lantai atas.




P S Y C H O




di tempat lain,

seluruh keluarga kim telah berkumpul di dalam ruang perawatan seungmin, berharap akan sebuah mukjizat yang mungkin cukup ramah untuk bertamu. meskipun kedua orang tua jeongin telah menyuruhnya pulang untuk berganti pakaian, remaja itu tetap merajuk agar diperbolehkan tinggal disini.

entah bagaimana caranya, ia dapat merasakan bahwa sebuah hal yang baik akan segera terjadi.

"berapa hari lagi?" kali ini, tuan kim berinisiatif untuk membuka percakapan — tanpa sengaja membuka luka lama ketika sang dokter menganjurkan untuk melepas alat bantu napas.

"dua," jawab jeongin tak semangat. "masih dua hari."

"dan bila dalam dua hari masih tidak ada kemajuan, maka keputusan apa yang harus kita ambil?"

mendengarnya, nyonya kim menghela napas kasar
dan menatap sang suami malas. "entahlah, aku benar-benar benci memikirkan hal itu."

ayahnya segera diam.

ruangan itu kembali sunyi. begitu sunyi hingga jeongin dapat mendengar deru napasnya sendiri. setelah hal mengerikan itu menimpa sang kakak, hubungan kedua orang tua mereka terlihat semakin merenggang; takut, marah dan bingung, semua bercampur menjadi satu. menjadi orang tua bukanlah perkara mudah, dan pada akhirnya, jeongin tidak sanggup membayangkan jika dirinya harus berada di posisi mereka.

hingga dalam hitungan detik, rasa sakit itu berbalik seratus delapan puluh derajat. jemari-jemari seungmin perlahan mulai menujukkan pergerakan-pergerakan kecil, meskipun kedua matanya masih menolak untuk terbuka.

"dokter!" sang ayah bergegas keluar untuk memanggil para petugas medis. "siapapun, tolong kami!"

semuanya terjadi begitu cepat.

bahkan, laki-laki paruh baya itu lupa jika dirinya hanya perlu memencet sebuah tombol merah di atas tempat tidur tanpa harus bersusah payah keluar ruangan. dan hal berikutnya yang jeongin ketahui, ketiga anggota keluarga kim kini telah terduduk penuh harap di ruang tunggu, memberi kuasa bagi siapapun yang bertugas untuk memeriksa.

"anakku akan segera sadar," sang ibu terbata-bata di antara tangis pilunya. "seungmin-ku akan segera sadar dan mengungkapkan kebenaran."

"kemarilah," tuan kim merengkuh jeongin dan istrinya cepat, sebelum mereka tenggelam pada pelukan yang menguatkan.




P S Y C H O




tidak sesederhana itu.

di sela-sela pelukan tersebut, tanpa sengaja jeongin menangkap sebuah sosok familiar yang kini berjalan kearah mereka. sebuah sosok familiar, yang membuat laki-laki itu segera melepas pelukannya dan berkata, "han jisung."

"hmm," angguknya santai. berbeda dengan seragam jeongin yang terlihat rapih, milik jisung justru terlihat lusuh dan kehilangan beberapa kancing, memberikan kesan lelah yang tidak seharusnya ia rasakan. "selamat malam, tuan dan nyonya kim. perkenalkan, saya han jisung dari sma hanbyul. apakah saya dapat berbicara dengan anak anda sebentar?"

jeongin menatap ayah dan ibunya yang mengangguk paham dan menyuruhnya untuk pergi menyusul.

"ada apa?" tanya jeongin cepat setelah kedua remaja
itu sampai di dalam ruangan khusus merokok. "maaf, aku tidak dapat mengobrol terlalu lama. hyung baru
saja menunjukkan beberapa pergerakan dan saat ini masih ditangani dokter."

jisung yang sudah asyik menghisap racunnya, hanya menggelengkan kepala dan tersenyum. "percayalah padaku, kau pasti ingin mendengar berita ini."

yang lebih muda menaikkan alisnya.

"aku berhasil menemukan sebuah rekaman cctv yang dapat membuktikan bahwa kim seungmin selama ini telah dirundung oleh keparat-keparat sialan itu. aku
juga sudah mengirimkannya pada seorang polisi yang terlihat berpotensi untuk membuka kembali kasus tersebut."

segera, kedua mata jeongin membulat. "b-bagaimana bisa?"

"kau lupa aku adalah seorang hacker handal yang ditakuti banyak orang?" jisung membuang rokoknya
dan berjalan menuju pintu keluar. "untuk sementara, kembalilah pada ayah ibumu . . . kemudian bersiap, untuk pertarungan babak pertama."













author's note:
votes and comments will be very much
appreciated! aku menunggu teori kalian 💖
oh ya, aku nggak akan bisa update setidaknya
sampai 26 maret karena nyepi, so to my fellow bali citizens, rahajeng rahina nyepi & semoga selalu
berada dalam perlindungan dharma!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro