09 | don't wake the lion

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng



pagi itu terasa sunyi.

begitu sunyi hingga nyonya hwang dapat merasakan ada suatu hal tak terduga yang akan terjadi. hatinya berdegup kencang, dan untuk alasan itu, ia tak suka. apakah kecemasan yang ia rasakan ini berhubungan dengan kasus percobaan bunuh diri salah satu siswa di sekolah milik suaminya?

entahlah. perempuan paruh baya itu hanya mampu berdoa agar semuanya baik-baik saja — agar anak laki-laki kesayangannya, baik-baik saja.

namun sepertinya,

tuhan sedang berpihak pada yang berkuasa.

"yeobeo," sang suami berjalan menuruni tangga tepat setelah dirinya memutuskan sambungan. "apa yang kau sedang lakukan?"

yang ditanya segera mengerjapkan mata terkejut. "a-aku . . . aku baru saja menelfon salah satu orang tua murid di sekolah. ada beberapa hal yang perlu kami bahas terkait persiapan masuk perguruan tinggi."

"oh ya? sepertinya aku tidak yakin."

"m-maksudmu?" nyonya hwang menaikkan alisnya gugup.

"entah rencana apa yang saat ini sedang kau susun," tuan hwang mengecup dahi sang istri lembut dengan tatapan yang begitu tajam — menusuk, seakan-akan dirinya adalah seekor singa yang baru dibangunkan dari tidur lelapnya. "tetapi jangan pernah kau berani melakukan hal bodoh seperti apa yang terjadi tahun lalu. sowon-ah, kau telah membersarkan anak kita menjadi seorang pengecut yang gegabah. dan untuk kali ini . . . aku tidak akan membiarkan dirinya jatuh ke lubang yang sama."

sebelum yang perempuan dapat membalasnya, laki-laki itu terlebih dulu berjalan keluar dari kediaman mewah mereka, tak sekalipun menoleh ke belakang saat istrinya berlari mengejar.

dan sesederhana itu, segala kepercayaan yang dari awal belum sepenuhnya terbangun, kini runtuh tak bersisa. yang seharusnya saling mendukung, justru memilih untuk saling menunjuk. yang seharusnya saling mendekat, justru kian menjauh. karena pada akhirnya, pulang bukan lagi sebuah jawaban.

apakah ini yang disebut sebuah gambaran keluarga bahagia? sepertinya, pemberitaan media itu salah besar.

"kegaduhan yang kau maksud adalah melayangnya seorang nyawa, hwang minhyun!" teriak perempuan tak berdaya itu dengan lirih. tanpa disadari, air mata telah membasahi pipinya. "anak kita bukan seorang pembunuh!"



P S Y C H O



berbeda dengan kediaman hwang yang suasananya semakin memanas, sebuah ruangan rapat di dalam gedung kepolisian itu dipenuhi suka cita.

bagaimana tidak? kasus yang hampir diselesaikan secara paksa karena minimnya barang bukti, kini kembali menemukan titik terang. semua itu berkat seorang hacker misterius yang baru saja mengirim sebuah bukti rekaman perundungan pada salah satu staff mereka.

"jadi, kita akan tetap melanjutkannya?" tanya chris penuh semangat sambil menatap beberapa berkas di atas meja.

terlihat serangkap foto remaja berwajah tampan dengan senyum yang mengembang, berikut dengan berbagai informasi penting tentang dirinya. kali ini, semesta benar-benar berpihak padanya.

"seperti yang kau ketahui," balas yang lebih tua tak selera, sebelum beralih pada junior mereka — lee juyeon — dan bertanya, "bagaimana dengan anak ini? kau juga ikut bergabung?"

"tentu saja!" teriak juyeon terlalu cepat, kemudian menutup mulutnya. "h-hanya jika woojin dan chris sunbae mengizinkanku."

"ya, terserah. aku benar-benar tidak peduli."

sama sekali tak melihat perubahan pada diri woojin, chris mencondongkan tubuhnya mendekat. "hyung, sebenarnya ada apa denganmu?"

"a-aku?" woojin menunjuk dirinya sendiri, terbata-bata akibat pernyataan chris yang begitu menohok. "memangnya, ada yang salah denganku?"

"setiap kali aku membahas tentang kasus percobaan bunuh diri kim seungmin, kau tak pernah tertarik — bahkan cenderung menyelesaikan kasus ini setengah hati. seperti sedang menyembunyikan suatu rahasia. apakah dugaanku benar?"

sekelebat, woojin bangkit tempat duduknya. raut wajahnya benar-benar tak terima ketika teritorinya dijajah sedemikian rupa.

"t-tidak! mengapa kau berpikir begitu?"

"kalau begitu, apa alasanmu?" chris meninggikan suaranya.

"kau baru pindah dari australia enam bukan lalu, christopher bang, kau hanya orang asing di tempat ini. tahu apa kau tentang hidupku?!" berjalan cepat menuju pintu keluar, woojin mengusap wajahnya dan menghela napas panjang. "hwang minhyun adalah seseorang yang berbahaya. keparat itu terlalu berkuasa, ia bukan seseorang yang perlu kita sentuh dan aku tak rela jika harus kehilangan pekerjaanku. kau adalah seorang polisi — tidak seharusnya kau menentang logika. pa lagi yang aku harus jelaskan padamu, hah?"

brakkk!

pintu di belakang mereka terbanting kencang.

"aneh," gumam juyeon sambil mengusap rahangnya, tak lagi fokus dengan kedua tangan chris yang telah mengepal. "benar-benar aneh."



P S Y C H O



hwang hyunjin masih asyik menyesap rokoknya. ia bahkan tak peduli dengan changbin dan felix yang hanya berperan sebagai dekorasi — sebuah skenario menyedihkan dimana dirinya terlihat sedang sibuk bermain, meskipun pada kenyataannya laki-laki itu tetap merasa sunyi dan sepi.

"felix," panggil changbin tanpa sekalipun berpaling dari video game yang sedang ia mainkan. "ambilkan bir di kulkas."

"kau pikir aku pelayan pribadimu?!" gerutu felix hanya karena ia sedang berada di dapur, meskipun pada akhirnya remaja itu tetap menurutinya.

bug!

ia melempar minuman tersebut asal, lalu membuka sekaleng untuk dinikmatinya sendiri.

"hyunjin-ah," felix memposisikan tubuhnya kearah sang ketua. sepasang manik yang mengerjap takut, berakhir terabaikan karena dianggap berlebihan. "s-semuanya baik-baik saja, kan?"

"kau meremehkanku?"

felix menggeleng cepat. "baiklah kalau begitu. a-aku hanya ingin memastikan."

"lagipula, mengapa kau bertanya seperti itu?" tanya changbin setelah permainannya berakhir. satu sama, menjadi skor yang ia peroleh.

"firasatku buruk," sanggahnya ragu. "entahlah, tidak biasanya aku seperti ini. mungkin hanya perasaanku saja."

"jangan biasakan menggunakan hatimu, lee felix. hal itu hanya akan membuatmu terlihat bodoh," hyunjin menggeleng sinis. asap nikotinnya kini mendominasi sebagian besar ruangan.

"lalu, apa yang harus kulakukan?"

"serahkan semua pada logika . . . ia tak akan pernah mengkhianatimu."

menyenderkan tubuhnya lelah, hyunjin memejamkan kedua matanya dan menghela napas panjang, hingga realita membawanya kembali dari alam mimpi. singa akan selalu menjadi raja hutan, namun serigala tidak pernah bermain sirkus.

tok, tok, tok!

tiba-tiba, sebuah suara ketukan yang tergesa-gesa membludak dari pintu masuk, membuat sang pemilik apartemen mendecak kesal. "yah, siapapun — buka pintunya."

"mana mungkin ada yang ingin bertamu? sekarang sudah pukul dua belas malam," changbin menaikkan alisnya. "lee felix, lihat siapa yang berkunjung dari lubang intip. jangan dibuka bila tidak penting."

laki-laki itu mengangguk cemas.



P S Y C H O



"p-polisi . . ." bisik felix dengan suara yang bergetar hebat. "hyunjin-ah, apa yang harus kita lakukan?"














author's note:
nggak, nggak. belum mau selesai kok. ini
baru masuk ke babak baru 🤡🤡 by the way,
kalau kalian berkenan, aku minta vote & komentar berupa kritik/saran kalian ya! supaya aku tau sekiranya bagian mana yang harus aku perbaiki
lagi, hehehe 🤗 stay safe!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro