10 | the art of getting by

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng




lee felix dan seo changbin benar-benar membenci kantor polisi. mungkin karena tempat ini secara tak langsung membawa mereka kembali ke masa lalu yang tidak ingin mereka ingat lagi — dimana ayah felix yang merupakan seorang koruptor seharusnya mendekam di balik jeruji besi, serta ayah changbin yang telah lebih dahulu melakukannya sejak empat tahun silam akibat kasus penganiayaan yang ia lakukan pada istri dan anak-anaknya.

tidak membutuhkan waktu yang lama hingga kedua orangtua seungmin dan jeongin tiba disana. ketika sang ibu mendapat kabar terkait kelanjutan kasus anaknya, hati perempuan itu bersorak bahagia . . . sekaligus terbelah dua, saat mengetahui bahwa oknum-oknum yang bertanggung jawab atas kasus percobaan bunuh diri buah hatinya tidak lain adalah teman-temannya sendiri.

apa yang membuat dua remaja laki-laki ini begitu tega? usia mereka masih sembilan belas tahun — apakah mungkin, mereka mampu melakukan tindak kriminal yang terlampau kejam seperti itu?

menatap para pelaku yang hanya duduk termenung, nyonya kim menghela napas lelah sebelum memulai pembicaraan. "apa yang pernah seungmin lakukan pada kalian?"

diam.

"apa yang pernah seungmin lakukan pada kalian, hingga menghancurkan masa depan dan hidupnya menjadi sebuah opsi yang menggiurkan?"

masih diam.

"jawab pertanyaanku!" perempuan paruh baya itu memukul meja di hadapannya, membuat jeongin yang berdiri di luar pintu hanya mampu bergidik ngeri. "apa yang pernah anakku lakukan?!"

"nyonya kim—" woojin berusaha untuk mencairkan suasana, namun segera tertahan oleh tangan chris yang menariknya kembali.

biarkan ia selesai berbicara, gumam sang polisi pada yang lebih tua.

"m-maafkan kami . . ." akhirnya felix membuka suara. tubuh laki-laki itu begitu bergetar. "maafkan kami, semua itu hanya sebuah permainan belaka."

"sebuah permainan seharusnya menyenangkan bagi seluruh pihak yang bermain, nak," kini giliran tuan kim yang berbicara. "sebuah permainan seharusnya tidak merenggut nyawa orang lain."

melihat intonasi pihak keluarga korban yang mulai melemah dan mungkin tak lagi mampu meneruskan percakapan, chris beranjak dari tempatnya berdiri untuk mengambil alih.

"lee felix, pihak kepolisian telah memanggil kedua orangtuamu dan mereka sedang dalam perjalanan. karena status kalian masih duduk di bangku sekolah menengah atas, maka kami harus menunggu mereka sebelum dapat bertindak lebih jauh," jelasnya acuh sembari memeriksa beberapa berkas. "dan untuk seo changbin— apakah kau bisa menghubungi anggota keluarga yang lain?"

"memangnya, ada apa dengan kedua orangtuamu?" felix menyikut changbin bingung, namun yang lebih tua tak sekalipun bergeming.

changbin tidak pernah memberitahu siapapun jika sang ayah adalah seorang terdakwa kasus kekerasan dalam rumah tangga. sekalipun felix dan hyunjin — yang notabene adalah sahabat-sahabat terdekatnya, hanya diinformasikan bila ia berasal dari keluarga yang disfungsional dan penuh kekerasan.

laki-laki itu merasa malu akibat status narapidana yang kini melekat dengan tubuh ayahnya, meskipun pada akhirnya, changbin justru menyandang gelar yang serupa.

"k-kau tak perlu tahu."

"bagaimana dengan ibumu?"

"j-jangan beritahu ibuku!" geleng changbin segera, semburat rasa takut menghiasi air wajahnya. "kalau begitu, kalian bisa menghubungi seo hyerin . . . ia adalah kakakku. setelah mendapatkan pekerjaan di incheon tidak lagi tinggal bersama kami."



P S Y C H O



sementara itu, jeongin menggigit bibirnya ketakutan sembari berjalan maju mundur di lorong lantai tiga. remaja itu benar-benar tidak habis pikir bagaimana semua ini bisa terjadi. merasakan ada sesuatu yang janggal, ia memutuskan untuk menelfon seseorang yang mengawali semuanya.

"halo?"

"h-han jisung," jeongin mengeratkan genggamannya pada barang elektronik tersebut. "kau bilang . . . kau telah mengirimkan video itu ke polisi, bukan?"

"hmm, memangnya kenapa?"

"aku sedang berada di kantor polisi menemani kedua orangtuaku. tetapi, mengapa hanya lee felix dan seo changbin yang tertangkap? bagaimana dengan nasib hwang hyunjin?"

jisung terdiam.

"han jisung, jawab pertanyaanku—"

"—maaf," jisung menghela napas. "saat perkelahian itu terjadi, hwang hyunjin tidak bersuara dan tersorot kamera. sepertinya ia telah berjaga-jaga saat memulai peperangan ini. tak ada bukti yang cukup kuat untuk dapat mengadilinya."

memijat pelipisnya, jeongin berdecak pelan sebelum berjalan menjauh dan berbisik, "lalu, apalah kita bisa mencari bukti lain? aku tidak akan bisa membiarkan keparat itu melenggang bebas setelah apa yang telah ia lakukan."

"t-tentang itu, akan aku pikirkan lagi," jawab jisung dari ujung sambungan. "kalau begitu, apakah kita bisa bertemu malam ini?"

"untuk apa? aku masih di kantor polisi."

"mencari bukti. temui aku di jembatan tempat kim seungmin melakukan percobaan bunuh diri, karena tempat itu . . . adalah tempat yang sama dimana lee minho mengakhiri hidupnya."



P S Y C H O



hari itu sama seperti hari-hari biasanya.

masih menyesakkan, masih menyedihkan. lee mina tidak dapat berbohong bila apa yang terjadi padanya satu tahun yang lalu telah meninggalkan bekas luka yang begitu dalam.

perempuan itu bahkan sama sekali tak kuasa untuk berjalan keluar dari tempat tinggalnya. setiap kali ia harus pergi mengunjungi rumah sakit, dirinya akan memejamkan mata dan meminum obat tidur hingga taksi gersebut sampai di tujuan. selain itu, ia hanya bergantung pada makanan yang dibawa sang ibu di malam hari untuk mengisi perutnya.

namun, ada satu hal yang belakangan sangat mina sukai. duduk termenung di depan jendela, menatap kearah jalan dimana ratusan manusia melewatinya setiap hari. kebiasaan tersebut tentu saja ia lakukan untuk sebuah alasan . . .

yaitu menatap han jisung, yang selama ini berdiam diri di seberang rumahnya untuk menjaga keluarga lee.

mina bersyukur karena jisung masih menyempatkan waktunya untuk datang. setelah insiden itu terjadi, tidak ada satupun temannya di sekolah yang masih memerdulikannya. mereka bahkan menjauh dan cenderung menertawakannya di media sosial. adik dari seorang pengecut, perempuan murahan, tubuh yang kotor — semua panggilan merendahkan itu ia dapatkan setiap hari.

tetapi jisung berbeda. mina mengerti mengapa laki-laki itu memilih untuk mengajanya dalam diam — mina yakin, ada sebuah rencana besar yang sedang disusunnya untuk membalaskan dendam . . .

untuk seseorang yang jisung cintai.

"beberapa orang datang sebagai pembelajaran, dan bukan untuk tinggal," mina mengangguk sembari menatap mobil jisung yang mulai menjauh. "terima kasih sudah meluangkan waktu hari ini."

perempuan itu baru saja berniat untuk beranjak dari posisi duduknya, hingga sebuah mobil sports dengan model berbeda sekelebat terparkir tepat di tempat yang sama.

mina menaikkan alisnya bingung. "apakah ada yang tertinggal? tetapi, sepertinya itu bukan mobil milik han jisung . . ."

bug!

pengendara tersebut berjalan keluar dan menutup pintu mobil di belakangnya. pakaiannya serba hitam, dan ia segera menatap kearah jendela tempat mina berada. di antara sinar rembulan, perlahan tubuhnya bergetar, ketika ia tersadar bahwa wajah laki-laki itu tidak lain adalah milik seseorang yang telah berhasil menghancurkan hidupnya.

"h-hwang hyunjin?" nafas minta segera tercekat.
















author's note:
halo! beberapa hari belakangan aku lagi sibuk
sama hal lain, jadi baru sempat update. mohon pemaklumannya ya 🙏🏻 by the way, terima kasih
sudah membawa psycho sampai 10k! jangan lupa tinggalkan komentar kalian ya, belakangan sedikit
sekali 😭😭 let me know what you think about
this story! 👋🏻👋🏻👋🏻👋🏻

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro