Putra Yakuza 4 part 2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Nanti terdapat unsur ena-ena part 2. Ingat! Bawah 18 baca dialog aja.

----+----

Naruto baru saja menyadari. Rasa perih yang menyerang perutnya bertubi-tubi. Tusukan besi panas dalam perut, dan pusing yang semakin menjadi, mengiringi debukan keras tubuh yang tadi tegak berdiri.

Naruto kehilangan keseimbangan. Jatuh tepat di arena pertarungan. Samar-samar pandanganya mengabur, suara-suara yang semakin tidak jelas makna dan kata-kata panggilan yang terucap. Napas yang semakin tersengal, seolah paru-paru menolak semua oksigen yang masuk, dan menutup akses respirasi untuk berlanjut. Hingga kegelapan total mengusai dan meredam seluruh rasa sakit yang sedari tadi ia tahan. Untuk melenyapkanya dalam kehampaan.

Cupchocochip

"Ungh," kata pertama yang Naruto katakan saat tersadar dari pingsan.

"Jangan bergerak dulu Nyonya. Luka Anda baru saja dijahit," kata sebuah suara yang Naruto ketahui adalah Nenek Chio—pembatu rumah tangga keluarga Uchiha.

Naruto mersakan sakit pada semua bagian tubuh. Tangan yang membengkak oleh efek pukulan besi, kepala yang pusing dari hasil obat penghilang rasa sakit, dan perut kencang mati rasa yang kini sedikit perih saat digerakan.

Ia mencoba menenangkan diri dan mempercepat pemulihan dengan menyetabilkan proporsi tiap tarikan napas dan debar jantung yang kian tidak berimbang. Walau tidak sempurna, tapi cukup efektif untuk meredam rasa sakit bertubi-tubi yang menyerang tanpa ampun.

Sraaak ...

Suara pintu masuk bergeser terdengar oleh mereka. Naruto menoleh dari posisinya, bertanya dalam hati, siapa yang datang menjenguknya untuk pertama kali. Adalah seseorang yang ia rindukan kedatangannya, tapi ia takuti keberadaannya. Sasuke kini berdiri di ambang pintu dalam ekspresi kemurkaan. Ruangan berlantai kayu, berdinding kertas, dan berpenerangan beberapa lilin kecil yang sedari tadi hening temaram, berubah mecekam hanya oleh kedatangan satu orang manusia.

Si surai pirang dengan gerakan sigap langsung berdiri. Mencegah mulunya untuk menjeritkan kata 'sakit' ditengah paksaan keras yang ia lakukan pada tubuh yang masih lemah. Melihat kemurkaan Sasuke yang tercermin dari ekspresinya saat ini, menunjukan bahwa dirinya telah melakukan keslahan fatal dalam tugasnya.

Tertatih meunuju sosok di ambang pintu yang masih bergeming. Hingga mampu berdiri di depan sosoknya yang agung, adalah sebuah kerja keras yang menguras tenaga. Naruto masih menunduk tidak berani menatap mata suaminya. Mematung dalam posisi masing-masing. Hingga sebuah gerakan mengakhiri keheningan di atara mereka kedua.

Plak ....

Bruk ....

"Naruto-sama!" teriak Nenek Chio segera bergerak mendekat pada tubuh Naruto yang roboh akibat tamparan keras yang Sasuke berikan padanya. Nenek Chio memeluknya, dan menagis untuknya.

Tanpa ampun, tanpa pengendalian. Seolah tidak mengerahui kondisi wanita yang menjadi sasaran. Sasuke, dengan kekuatan penuh, memukul Naruto tepat di pipi. Menghajar istrinya yang masih dalam keadaan separuh sadar dari kondisi kritis yang baru saja ia lewati.

Naruto dengan bibir berdarah, mencoba duduk. Kemudian bersimpuh pada lantai untuk meminta maaf pada Tuannya.

"Maafkan saya Sasuke-sama. Saya tidak becus menjaga Nyonya Sakura seperti aturan Anda. Secara tidak sengaja hampir membuatnya dalam bahaya." Suara bergetar megiringi setiap ucapan. Menujukan kesakitan dan ketakutan yang luar biasa dalam situasinya.

"Silahkan pergi Chio-san. Ada hal yang ingin aku sampaikan pada Naruto."

"Sasuke-sama. Naruto-sama sedang tidak dalam kondisi yang baik untuk mendapat hukuman," pinta Nenek Chio, merasa kasihan pada wanita lemah yang teluka itu.

"Apa kau ingin menggantikan posisinya, Chio-san?"

"Pergi Nek! Aku tidak apa-apa. Ini adalah kesalahanku. Nenek sama sekali tidak berhubungan dengan semua ini," kata Naruto, masih dalam posisi bersujud simpuh di depan Sasuke.

Chio menimbang sebentar. Dia telah mengabdi lama di keluarga Uchia, mengetahui bagaimana cara klan untuk menghukum para anggota yang melakukan kesalahan. Pencambukan, pemukulan, penjara, pemotongan jari, dan hal-hal mengerikan lain, adalah daftar panjang dari rentetan pengadilan dari klan ini. Dia yang sudah tua, tidak ingin merasakannya lagi. Maka Chio langsung berdiri dan pergi, meningglakan pasangan suami istri itu untuk dapat berbicara secara pribadi.

"Berdiri!" perintah mutlak Sasuke pada Naruto yang masih bersujud.

Naruto sekuat tenaga memperthankan lutut agar mau menopang tubuh yang kian berat. Meluruskan semua anggota badan hingga dapat berdiri tegak dalam pandangan menunduk dalam.

Sasuke bergerak lincah, mencengkram rahang Naruto dengan kasar, dan membawa wajah menunduk itu,untuk menatapnya fokus.

"Kau lupa Naruto. Kau lupa siapa dirimu. Aku akan membuatmu ingat. Dan tak mampu lagi melupakannya selama hidup!"

Sasuke mengangkat tubuh Naruto seolah kantong beras. Menaikannya di pundak dalam satu kali tarikan.

"AGH ...," teriakan tersekat Naruto saat luka di perut, tertekan pundak suami yang menggendongnya.

BRUK ....

Satu kali empasan, Naruto telah terterletang di atas futon. Sasuke menjatuhkan Naruto di atas tempat tidur tipis itu dengan lemparan keras yang menyakitkan. Naruto hanya dapat menggeliat di atas futon tanpa mampu meneriakan rasa sakit yang telah menjalar ke seluruh tubuh. Mencengkram selimut yang kini ia tiduri, sambil mempertahankan kesadaran yang kian menyisih.

Sasuke merangkak dalam posisi tepat di atas tubuh Naruto. Memandang ekspresi kesakitan Naruto dengan tatapan sayarat penderitaan.

Ena-ena part 2 (-18 baca dialognya aja)

.
.
.
.

"Wajah ini!" Sasuke ngusap pelan paras bepeluh Naruto, kemudian dengan kasar menekan rahang, untuk membuka mulut si pirang dalam desakan.

"Mulut ini." Sasuke meraup kasar bibir pucat Naruto, mengajaknya beradu dengan bibirnya sendiri. Menari dalam campuran paksaan dan kekasaran yang memabukan. Namun masaih tetap menggairahkan.

"Tubuh ini!" Ia membuka ikatan kimono putih Naruto yang telah bernoda darah hasil luka yang terbuka kembali. Kemudian menelanjangi si pirang yang tak mampu berbuat apa-apa dalam keadaannya.

"Semuanya adalah milikku! Kau ingat itu. Kau milikku!"

Sasuke menjmbak rambut panjang Naruto dengan kasar. Mengalihkan tangan untuk merambat ke seluruh tubuh Naruto dalam kehalusan. Hingga mencapai kasa putih yang kini memerah oleh rembesan darah dari luka yang mengaga lagi balik balutan perban.

"Ungh ...," jerit Naruto saat Sasuke sedikit menekan pusat luka di perutnya.

"Dan luka ini! Kau tidak berhak menorehkannya. Aku tidak pernah mengijinkanmu untuk terluka. Baik itu karena kelalaianmu, atau perbutan orang lain. Sama sekali bukan alasan untuk membuatmu lupa siapa pemilik tubuhmu."

Sasuke mulai memposisikan diri. Menghujam Naruto dengan cintanya. Tanpa persiapan, tanpa peringatan, bahkan pemanasan. Namun, Naruto sudah tidak dapat merasakan apa pun selain rasa sakit, baik lahir maupun batin. Tubuhnya terlalu tersikasa dan kesakitan, dibanding tindakan penyatuan yang kini Sasuke kehendakkan padanya dengan keharusan.

Sekuat tenaga, ia menahan kesadaran. Menatap suaminya dengan pandangan tak fokus, untuk mendengar apa yang ingin Sasuke sampaikan padanya.

Wajah Sasuke menggarang, mata yang merah oleh nafsu birahi. Desahan yang keluar dari kedua tubuh yang bertemu. Hingga suara kasar yang keluar dari tiap hujaman yang diberikan.

"Kau milikku. Satu-satunya yang dapat menyakitimu adalah aku! Yang boleh membunuhmu adalah aku! Kau tidak berhak terluka atau mati di tangan orang lain. Kau tidak boleh terluka lagi. Kau tidak berhak melukai milikku lagi! Ingat itu Naruto. Atau aku akan membautmu menyesal seumur hidup karena melakukanya."

Pekikan keras terdengar dari mulut Naruto, oleh kasar tindakan Sasuke pada tubuhnya. Pandangan si wanita pirang mulai berputar. Bayangan pria tampan yang ada tepat di depan wajah, mulai berpecah menjadi beberapa lapis tipis trasparan yang kian memudar, menggelap, dan mulai hilang.

"Maafkan aku ... Sasu ...." Kata terakhir Naruto. Dari sisa-sia tenaga yang ia miliki. Kemudian ia tidak merasa lagi, tidak mampu berfikir lagi. Hilang dalam kehampaan untuk ke dua kali. Mengakhiri penderitaan sekaligus kebahagiaan yang tercipata dalam satu malam.

Ending ena-ena part 2

.

Cupchocochip

Hari-hari berlalu dengan samar. Naruto sama sekali tidak dapat membuka matanya dengan benar. Saat ia mencoba tersadar dari tidur, matanya hanya mampu terbuka separuh. Hingga rasa berat pada kelopak mata kembali untuk menutup indra pengelihat itu sekali lagi.

Setiap malam, rasa hangat yang nyaman selalu mencapai rambut, wajah dan tubuh tertidurnya. Tanpa dapat membuka mata, Naruto mampu merasakan harum khas orang itu. Walau mungkin hanya sebuah ilusi oleh rasa rindu yang berlebihan, tapi Naruto memilih untuk benar-benar mengaggap yang selalu bersamanya, adalah Sasuke—suaminya.

Belaian hangat pada puncak kepala, kecupan lembut di dahi, dan pelukan hangat yang tercipta, menyembuhkan dengan sempurna luka yang tercetak dalam hati. Walau masih dalam kodisi tidak sadarkan diri.

Hari ke tiga, akhirnya Naruto mampu membuka matanya dengan sempurna. Matahari telah bersembunyi. Malam melingkup langit dengan sempurna. Cahaya bulan berseri menemani malam sepi di dalam kamar dengan pintu depan terbuka. Menujukan keindahan taman asri yang diterangi cahaya purnama.

Angin musim panas melaju. Meniup bebrapa daun diatas pohon yang enggan jatuh karena belum masanya. Membelai surai kuning, untuk menikmati cuaca cerah dalam ketenagan malam yang sunyi dan indah. Untuk mengenang nostalgia masa indah saat sebelum ia menjadi Nyonya muda.

Naruto bangun. Menatap IV yang masinh terpasang di pergelangan tangan dengan benci. Ia tidak takut pisau, tidak gentar peluru. Namun pada jarum, ia nggan mengakui, bahwa tidak pernah sekalipun tidak risih saat melnyentuhnya.

Ia mencabutnya dengan paksa. Meringis oleh rasa perih yang menyertai setelah penarikan yang terburu-buru. Kemudian keluar dari dalam selimut dengan sangat berhati-hati, untuk berdiri dan berjalan keluar pintu.

Lukanya hampir semuh, terbukti dari telah hilangnya rasa sakit yang beberapa hari yang lalu sangat menyiksa. Memang masih belum sempurna, tapi tetap tidak bisa mencegah Naruto untuk pergi dari ruangannya.

Pakaian tidur telah melekat apik, sebuah jubah bertali warna putih berkibar dalam empusan angin malam. Sedikit dingin, tapi Naruto masih nekat melangkahkan kakinya menuju halaman. Ingin menikmati siraman cahaya bulan yang sangat menakjubkan.

Duduk di pinggiran lantai kayu. Memandang kolam ikan yang tenang, juga gerbang yang telah tertutup rapat. Beberapa kali memejamkan mata untuk mencari kedamaian. Dan mendapatkan yang dicari dalam desiran angin.

Derapan langkah mulai terdengar. Berasal dari gerombolan yang masuk ke dalam kediaman Uchiha. Tepatnya 10 sosok manusia. Dengan pemimpin tunggal yang selama beberapa hari ini ia rindukan, dan ia impikan.

Naruto berdiri, menyambut kedatangan Sasuke yang entah dari mana. Memandang tuannya yang telah menyadari keberadaannya yang berada di luar ruang peristriahatan.

Sasuke semakin mendekat. Berkaca dari kasus yang lalu, tindakan arogan yang ia terima. Sama sekali tidak normal bila Naruto merasa sangat biasa saat suaminya mulai mendekati. Harusnya ia takut, lari, menghindar, atau bersembunyi.

Namun hatinya telah berubah. Ia lantang, lancang, menatap Sasuke penuh kerinduan dan rasa cinta. Di temani cahaya bulan purnama yang menyaksikan, perjumpaan indah setelah sekian hari belalu, seraya memandang wajah indah bermanik mata hitam itu.

"Masuk kamar," perintah Sasuke, sangat lirih. Seraya merangkulkan ke kedua tangan pada pinggiran pinggang untuk membenahi tali jubah tidur yang longgar.

Naruto mulai menjadi pemberani. Membalas pelukan tak lngsung Sasuke dengan dekapan yang disengaja, dan mengeratkannya. Mengendus harum parfum yang tiga hari ini tercium dalam tidur dan indahnya mimpi. Tidak rela mengahiri tindakan hangat mereka saat ini juga.

Naruto bahagia, mendadak teori tentang kehadiran Sasuke di malam dirinya terluka, menciptakan kebahagiaan yang tiada tara.

Sasuke mencintainya. Ia harap kesimpulan itu benar adanya. Namun walau hanya sebuah ilusi, setidaknya dapat ia nikmati sementara ini.

.

TBC

Sampai jumpa besok

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro