.DuaPuluhEmpat

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Pengawal istana! Mereka ada di situ!" seseorang berteriak tidak jauh dari kami, ia berada di gang sempit gelap dan seolah menoleh ke belakangnya lalu menunjuk ke kami. Tidak tahu kenapa sangat tidak masuk akal akan ada pengawal istana muncul dari sana.

"Sial, itu si Zet," Si Bos mendumel dan mengajak anak buahnya pergi terlebih dahulu. Tidak tahu siapa itu si Zet yang jelas ia kemudian cekikikan begitu mendatangi kami. Betul, rupanya itu hanya jebakan. Entah karena jebakan itu berhasil atau karena dia seseorang yang bernama Zet, para preman itu pergi.

"Wah, aku cukup terkenal ditakuti oleh para preman jalanan. Kalian tidak apa-apa?" tanyanya. Aku mengiyakan dan membantu Rin bangkit sedangkan Bon yang sepertinya berkeringat dingin malah ambruk, dia masih tidak terlalu kuat untuk berdiri dengan kaki palsunya.

"Kalian tidak apa-apa?" tanyanya sekali lagi, kali ini aku tidak menggubrisnya dan berusaha menolong Bon.

"Bisa bawa kami ke tempat istirahat?"tanyaku.

"Kau tahu sendiri seperti apa kota Marroiak itu. Tidak ada hotel atau sejenisnya. Kau dari pulau cahaya? atau Griss? Tuffaki?"

Aku melupakan kalau Marroiak adalah salah satu kota miskin yang cukup berbeda dengan kota cukup besar seperti Griss. Dan itu membuatku cukup malu.
"Griss," kataku dengan sedikit kesal padanya.

"Hei hei tenang jangan marah. Aku baru saja menolongmu, lho. Begini saja ke rumahku bagaimana? Tidak jauh dari sini kok," kata Zet.

"Dia bisa dipercaya kak Triste," kata Rin tiba-tiba sembari meraup wajahnya untuk bangun. "Mari bawa kak Bon ke sana."

Aku mempercayai Rin meski tidak tahu alasannya dan segera menyangga tubuh Bon yang kesakitan mengikuti Zet. Kami masuk pada gang sempit tempat Zet muncul tadi dan mungkin jarak beberapa meter kami sampai di rumahnya. Cukup masuk akal jika ia bisa tahu ada keributan di tempat dengan toko-toko tertutup di daerah sini.

"Jadi, Triste. Bon. Dan kau gadis manis?" Dia bertanya pada Rin dan tersenyum padanya ketika kami usai dipersilakan masuk di rumah kecil dengan satu tempat tidur, satu dapur kecil dan satu kamar mandi. Kami duduk di kursi dekat dengan kasurnya.

"Aku Rin," kata Rin sembari tersenyum membalas senyuman Zet. "Aku pernah melihatmu mengikuti uji sertifikasi pendeta di kerajaan."

Tiba-tiba wajah Zet menjadi suram dan ia jadi mengerti mengapa Rin mengikutinya dengan mudah. Namun, lebih dari itu sepertinya ia terganggu dengan suatu kalimat Rin karena ia langsung mengganti topik pembicaraannya. Aku hanya menebak-nebak tetapi aku yang belajar dari Erlya setelah mengamatinya beberapa kali jadi mengerti mengapa Erlya sangat terlihat pintar dan ahli menilai suatu situasi. Ia mendeduksikan sesuatu terlebih dahulu sembari terus mengamati dan kemudian menciptakan situasi untuk pemastian.

"Ah, jadi kalian perlu apa?" tanyanya yang berusaha menceriakan wajahnya.

"Bila kau pendeta pengganti, apa kau tahu pendeta sebelumnya? Ia kabur membawa uangku."

Wajah Zet menjadi lebih suram dari sebelumnya. "Bukan, aku bukan lagi calon pendeta atau pun pendeta." "Dan akan kuambilkan minum sebentar."

Aku sudah mendapatkan jawabanku dan sekali lagi dia menghindari topik mengenai pendeta. Aku tahu ini sedikit tidak sopan tetapi tidak ada salahnya untuk berhati-hati dengan memeriksa latar belakang. Aku jadi mengerti kalau terkadang pendeta ditakuti karena sering berafiliasi dengan pengawal. Meski kematian pendeta yang dulu akan menikahkan Ibu dan Pak Amaranth kasusnya berbeda.

Setelah melihat Bon yang beristirahat sebentar, tidak lupa melepas kaki palsunya, kami memutuskan untuk mengobrol basa basi seperti tujuan kami. Rin menyuruhku mempercayainya jadi kukatakan tujuan kami tanpa menyinggung hal yang sesungguhnya terjadi. Kami mencari Lumine.

"Dia wanita berambut pirang seperti bocah ini? bermata cokelat dan tangannya putus?"

Zet terlihat mengingat ingat orang seperti itu yang pernah ia jumpai. Kami mengatakan itu adalah bibi Rin yang hilang dan kami mendapatkan informasi ia di sini.

"Kau tahu sendiri penduduk dengan rambut pirang itu banyak sekali, mereka berlomba-lomba ingin menjadi sosok terang agar dekat dengan Sang Cahaya. Dan yah itu sulit."
Pemahamannya sedikit aneh dan aku juga tidak bisa memahaminya. Lebih baik aku tidak berkomentar apapun.

"Tapi belakangan memang ada orang baru datang. Wanita itu juga berambut pirang, tetapi dengan suaminya yang berwajah mengerikan. Mereka poof entah muncul darimana." Zet sedikit melawak yang sama sekali tidak lucu. Namun, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumahnya yang kecil ini.

"Ayah, sebentar lagi akan dimulai," kata seseorang dari balik pintu. Dan itu membuat Zet yang dipanggil ayah menjadi lebih bersemangat. Itu sangat terlihat dari gerakan cepat yang membuat cahaya lilin-lilin rumahnya bergetar.

"Bagaimana kalau kalian mampir ke peribadatan kami sebentar?" Dia tersenyum dengan ceria. "Ah, Bon mungkin bisa istirahat di sini tidak masalah. Kalian berdua bisa ikut aku. Barangkali ada orang yang pernah melihat orang yang kau cari." Dia cukup cerewet tetapi sangat ramah dan ini membuatku berkedut ngeri.

Rin pasti menyadari ini, bocah itu cukup pintar.

"Ajaran lain...,"kata matanya yang kujawab dengan anggukan. Sudah bisa dipastikan ini adalah penyebab dia terlihat tidak suka membahas pendeta.

Hal ini sangat berbahaya bagi kami bila menolak mentah-mentah ajakannya. Wilayah gelap memang rentan dengan hal seperti ini. Aku menyadari itu karena Ibu seringkali mendapatkan surat undangan pergi beribadah dari berbagai macam tempat yang memiliki julukan berbeda-beda. Sebenarnya tidak masalah karena pemerintah kerajaan tidak pernah membatasi, keberadaan pendeta pun juga hanya sebuah formalitas untuk mengatasi sesuatu seperti kerohanian. Hanya saja, hal-hal seperti ini seringkali berujung ke penipuan. Seperti Tuhan membutuhkan uangmu atau apapun itu. Dan itu tentunya sangat salah.

"Tenang, aku tidak mengajak kalian bergabung dengan kami kok. Aku hanya murni ingin menolong kalian. Kalian bisa menunggu saja di luar. Sang Cahaya memberkati kita semua,"katanya.

Aku mengangguk dan kemudian mengajak Rin pergi. Bon juga sudah kupamiti sembari ia beristirahat. Katanya ia sebentar lagi akan menyusul dan mengatakan kakinya sudah sakit semenjak di kereta dan makin sakit saat berdiri cukup lama di kelilingi preman jalanan tadi. Aku mengiyakan dan keluar dari rumah kecil Zet lalu menemukan seseorang lebih muda dariku sedang berbicara dengan Zet bersama petromaknya.

Zet yang berperawakan lebih kecil dari Bon dan barangkali lebih tua 1-2 tahun itu dipanggil Ayah oleh mereka. Ini agak aneh tetapi aku tidak banyak berkomentar dan mengikuti mereka. Mereka berdua pergi ke sebuah tempat suram tetapi dari dalam kau tahu itu ada banyak orang karena banyaknya bayangan lilin dan cukup bersih. Ada satu orang wanita telah menunggu dengan harap-harap cemas pada Zet. Saat Zet sudah kelihatan di dekatnya ia mendatangi kami dan langsung memakaikan jubah pada Zet. Jubah tersebut berwarna putih keemasan yang ketika terkena cahaya lilin, berkelip dan pada tengah tubuhnya ada gambar Eguzkiavile.

"Beberapa hari yang lalu aku mendapatkan wahyu. Kalau akan ada seseorang yang membebaskan cahaya dari gelapnya dunia ini," katanya sangat lantang dari dalam ruangan yang ditutup itu. Aku menggandeng tangan Rin. Tanganku berkeringat dan merasa ngeri. Ini pertamakalinya aku sungguhan dekat dengan hal-hal seperti ini.

"Dan demi mencapai itu. Kita harus membantunya sebisa mungkin sebagai wujud kepercayaan kita pada Sang Cahaya!" katanya penuh dengan ketegasan di dalam kalimatnya. Banyak orang bersorak dengan kompak akan hal seperti orasi itu. Kubayangkan Zet melakukannya di mimbar.

"Kak Triste. Kalau boleh jujur aku makin mengeri. Mereka ... penyembah Eguzkiavile." Aku mengangguk. Aku pernah mendengar tentang kepercayaan ini dari Ibuku dulu. Mereka yang paling agresif mengajak ibuku bahkan menyuruh membawaku juga dan kali ini aku malah ke sini. Ini seperti aku pergi ke sarang harimau.

Meski kata Ibu mereka yang paling normal dari hal seperti penipuan. Tetap saja ini menakutkan.

"Nak Triste, masuklah kemari."

Tiba-tiba pintu dibuka dan itu membuatku dan Rin langsung Syok akan mata yang menatap kami dari balik bayang lilin yang dipasang dua garis lurus ke arah Zet.

"Dari wahyu yang kuterima ketika kapan hari aku pergi menemui Sang Cahaya. Dia ... Dia yang akan membantu kita semua berjumpa Sang Cahaya. Nikmat apalagi yang bisa kita dapatkan nantinya!" orasinya.

"Nah, nak Triste. apa yang kau butuhkan. Biarkan kami membantumu mencapai apa yang akan kau capai."

Semua mata menatapku. Aku begitu gemetaran. Kuperkuat genggamanku pada tangan Rin.

"Kami ... Kami tidak butuh apapun. Terimakasih!" kataku yang kemudian berlari mengajak Rin.

Rin kutarik tetapi ia bisa menyeimbangi lariku dan kami pergi entah ke mana yang malah membawa kami ke pasar mengerikan Marroiak dan menubruk seseorang bertubuh besar hingga terjatuh. Aku bangkit dan meminta maaf dan berharap semoga bukan preman pasar karena mereka cukup aneh menggunakan tudung di gelapnya wilayah Hitam yang muka saja sebenarnya sudah sulit dilihat.

"Ayo, Rin," kataku sembari mengajak Rin. Namun, Rin diam. "Kinara? Perawat istana?"

Aku menoleh melihat siapa yang dikenali Rin karena itu nama orang yang kukenal. Kudapati pria besar itu bersama seseorang bertubuh jauh lebih kecil di sampingnya.

"Triste. Rin?" tanya wanita itu seperti tidak percaya.

"Kinara, Merlein! Kalian selamat!" seruku.

Namun Kinara sepertinya tidak senang dan mencurigai kami sembari memegang erat pria besar yang kukenal, dia Merlein. "Kalian tidak disuruh Velothia kan?"

Aku menggeleng sekuat tenaga.

"Kami ke sini mencari Lumine," kataku. "Dan bersembunyi dari orang-orang penganut kepercayaan Sang Cahaya," kataku lagi sembari menarik tangan Rin untuk ikut bersembunyi di belakang Kinara dan Merlein.

"Sayang, mari ajak mereka ke rumah kita," kata Merlein lembut pada Kinara.

"Ta-tapi...." Kinara terlihat gundah meski kemudian mengiakan dan mengajak kami ke rumahnya ... Meninggalkan Bon yang masih di rumah Zet.

Sebenarnya ini bahaya. Namun, aku masih terlalu takut. Manusia lebih menakutkan daripada monster. Dan kali ini aku mengakui, mereka lebih horor daripada monster di laboratorium yang pernah kutemui dan menewaskan adikku. Tatapan-tatapan memuja para pengikut kepercayaan itu. Mereka lebih menakutkan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro