.DuaPuluhEnam

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mereka meninggal karena efek samping dari uji coba buah biru yang mereka lakukan pada tubuh mereka sendiri. Mereka adalah bagian dari tim pengembang. Itu terjadi lima tahun lalu, dan Rin ditipkan pada Lumine pada saat itu.

"Meski aku tidak tahu apa buah itu benar-benar berhasil sekarang. Tapi aku tidak percaya pada buah pengabul keinginan seperti ini. Aku yakin ada harga yang harus dibayar," kata Kinara yang kini sudah dihampiri Merlein dengan tentengan tasnya. Mereka sudah siap untuk pergi rupanya. Namun Rin masih tidak melepaskan tangan Kinara.

"Apa mereka tidak bisa diselamatkan karena pengembangan produk yang mengabulkan keinginan itu?" Pertanyaan Rin sangat restoris. Kami semua tahu perasaannya, tetapi Kinara dengan lembut melepaskan tangannya dan menggandeng Merlein, suaminya untuk segera pergi.

"Jika kami suatu hari ditangkap oleh Velothia karena kabur seperti ini. Aku akan mengutukmu selamanya Bon. Kau juga yang memaksa suamiku untuk bergabung pada misi itu," kata Kinara sekali lagi dengan nada penuh penekanan dan ia kemudian membuka pintu lalu pergi. Sebelum mereka benar-benar pergi ada beberapa kata yang diucapkan Merlein untuk Bon. "Maafkan atas pukulanku tadi, semoga buah itu benar-benar tidak ada efek sampingnya."

Kini tinggal Rin yang mulai menangis. Ia bercerita sedikit mengenai semua orang yang tidak menceritakan detail penyebab kematian orangtuanya ketika ia tanyai. Dan ini membuat hatiku bertumpuk sesak. Velothia, sekali lagi. Kau telah menghancurkan kehidupan orang. Hal ini membuatku semakin bertekad untuk berusaha menghancurkannya ketika memeluk Rin.

Ketika tangis Rin mulai reda. Bon meminta maaf padaku dan Rin. Namun, kami tentu tidak bisa memaafkannya mengingat aku yakin pasti Bon sudah dipasangi perekam seperti Erlya atau pelacak seperti yang dibilang Kinara. Aku memintanya untuk pulang saja ke pulau cahaya. Jujur aku sudah kecewa dengan Bon. Orang yang pernah kumaafkan, dan kusukai dalam sehari, nyatanya hanyalah budak harga diri dengan sesuatu seperti pekerjaan prajurit. Dan aku tidak mengerti bagaimana bisa ia tergila-gila dengan demikian. Kepergiannya terlebih dahulu dari rumah ini membuatku aku dan Rin bertekad akan mulai mencari lebih serius mengenai keberadaan Lumine.

"Kita harus mencari keberadaan tempat tinggal profesor Welde yang bisa saja mengarah pada letak gudang roket atau tempat yang berhubungan dengan Lumine," kata Rin.

Dan ajakannya barusan tentu saja tidak bisa. Hal ini karena Velothia sudah ke tempat tinggal profesor Welde, untuk dapat mengebumikan ayahku di tempat yang ia mau. Dan aku yakin ia sudah mengangkut semua petunjuk. Ini membuat Rin kemudian juga mempertimbangkan lagi ajakannya. Kami terdiam cukup lama.

"Bagaimana kalau kita yang mencoba memancing Lumine keluar?" Rin berkata demikian yang membuatku merasa ada pantikan lampu menyala. Idenya bagus. Aku tidak memikirkannya sebelumnya. Dan ini membuatku berpikir bagaimana bisa aku bertemu dengan orang-orang yang sangat pintar di sekelilingku. Lumine, Kinara, dan Rin. Atau juga adikku sendiri yang pintar.

"Tidakkah kak Triste berpikir bisa saja sebenarnya Lumine mengawasi kita dari awal? Aku keponakannya."

Aku manggut-manggut setuju, itu masuk akal terlebih katanya Lumine lah yang merawat Rin sejak dia kecil. Sangat tidak masuk akal kalau Lumine tidak ingin cari tahu kabar Rin.

Oleh sebab itu, kami menyusun rencana agar Lumine tahu keberadaan Rin dan memunculkan dirinya. Sempat ada kekhawatiran kalau Lumine juga sudah tahu rencana kami ini yang entah ia menguping di mana karena wilayah gelap sangat gelap dan mampu menyembunyikan apapun. Itu tidak masalah asal pada akhirnya ia muncul.

Entah, ada di mana ia, tetapi ikatan darah tidak akan membohongi dan aku yakin itu. Aku tidak pernah mengalami hal serius sampai intuisi ikatan darahku berguna. Hanya saja, Aku sangat yakin rencana ini akan berhasil.

Ada satu variabel yang memungkinkan bisa membuat Lumine muncul. Rin dalam bahaya. Ia tidak akan peduli padaku jika aku yang dalam bahaya, ini terbukti ia meninggalkanku begitu saja bersama Bon yang terluka dan Erlya yang tidak memiliki fisik mumpuni seperti di labirin. Jadi yang bisa melakukannya hanyalah Rin. Satu variabel itu memiliki dua taraf pencetus hal yang dapat membahayakan Rin. Satu, preman jalanan, dan dua, penganut ajaran lain. Aku tidak dapat memikirkan apapun lagi selain itu.

"Jujur agak mengerikan ini kak Triste. Tidak bisakah cara lebih simpel seperti kak Triste tiba-tiba menjahatiku seperti dengan mengurungku?"

Aku menggeleng. "Kita kehabisan waktu, badai Kiavile menyerang dua minggu lagi. Marroiak juga akan dilanda. Sampai saat itu aku takut gudang itu ikut lenyap atau Lumine sudah pindah. Terlebih aku yakin Lumine yang pintar akan menyadari sandiwara kita."

Rin setengah setuju dan tidak setuju dengan perkataanku, ia kemudian bangkit mengambil mangkukku dan dirinya, lalu beranjak mencuci di wastafel. Ia kemudian bersuara lagi mengenai ketidak setujuannya. Mengenai pemikiran yang tidak terpikirkan sebelumya karena terpacu dengan kata "gudang".

"Gudang yang kau maksud, dan keberadaan Lumine bisa saja ada di bawah tanah kak. Seperti labirin itu."

Aku terperangah dan setuju dengan ucapannya. Aku harus memikirkan cara yang tidak terlalu berbahaya tetapi juga bukan sandiwara agar memancing Lumine keluar mengetahui kabar Rin. Sayangnya aku tidak bisa berkosentrasi karena dipikir-pikir sofa Kinara menyakitkan. Pirnya sudah rusak.

"Rin, bagaimana kalau kita ciptakan kabar kalau kau menginginkan buah biru? Topik ini sensitif untuk Lumine bukan?"

Rin terdiam dan membenarkan sembari berjalan untuk duduk di sofa sampingku. "Namun, ini juga sensitif untukku kak. Tapi bisa aku dengar dulu bagaimana rencanamu dan akan aku pertimbangkan."

Aku mengangguk dengan semangat dan mulai menjelaskan bahwa kita harus membeli buah biru. Kita akan memesannya atas nama Rin. Tentu kita tidak akan memakannya.

Rin menanyakan bagaimana cara kita yakin Lumine tidak menguping dan mau muncul di depan kita.

"Benar, tetapi ini cara teraman daripada kita meminta bantuan penjahat sungguhan atau orang-orang seperti Zet."

Ia mengangguk setuju dan mengusulkan untuk pembagian tugas, kami tahu memesan buah biru juga harus menunggu jatah pengiriman karena sekarang masih masa penerimaan pemesanan awal dan sedikit sekali yang sudah melakukan penjualan langsung. Jadi besok aku pergi memesan, dan Rin akan memeriksa bagian bagian rumah ini memastikan apakah ada penguntit dan penguping, entah itu dari Velothia yang diduga Merlein atau Lumine yang bisa saja sudah memasang demikian untuk mengetahui kabar Rin.

"Tunggu, tetapi tidakkah kita terlalu yakin kalau kita dimata-matai, Rin? Apakah Lumine orang yang seobsesif itu padamu? Kalau Velothia aku tidak menyangkal, ia agak obsesif terhadap hal yang ia butuhkan."

Rin terdiam lagi. Namun, perlahan ia menjawab dengan suara serak, perasaannya kacau. Aku harus segera berhenti membahas tentang Lumine. "Dia agak obsesif padaku, karena murni aku adalah keponakannya yang ia rawat sejak kecil. Meski aku tidak yakin ia seobsesif Velothia."

Aku manggut-manggut dan kemudian menemukan sebuah topik lain untuk dibicarakan karena ini masih belum terlalu malam dan kami belum terlalu mengantuk.
"Omong-omong tentang Velothia, apa kau tahu cerita mungkin mengenai Velothia dan ayahku? Ibuku tidak pernah bercerita."

"Kak Triste, kau tahu kan aku hanya anak 8 tahun. Lumine tidak pernah memberitaku hal-hal seperti itu dan aku tidak pernah mendengar dari pelayan. Ada sih, tetapi tidak secara jelas dan lagipula itu cerita lama."

"Bisa kau jelaskan cerita yang dari pelayan?"

Rin memberitahuku kalau Velothia berteman dekat dengan Ayah dan Ibuku. Mereka berasal dari wilayah cahaya. Yang jelas Velothia mengejar-kejar ayah tetapi ayah memilih ibu dan semenjak itu Velothia menjadi lebih seperti sekarang. Gila. Kata para pelayan, tetapi mereka membicarakannya secara hati-hati sehingga hal ini tidak sampai di telinga Velothia. Meski menurutku dan juga Rin hal itu pasti sudah sampai tetapi Velothia mengabaikannya. Dan semenjak saat itu ketika ia mulai gila, rambutnya mulai memutih dan kulitnya memiliki warna yang mulai berbeda. Aku jadi mengerti itu penyebab Triste memakai perias wajah yang sangat tebal.

"Ah, dan jujur saja dulu ketika aku pertamakali melihatmu. Sekilas aku melihat Velothia. Yah, walau itu tidak mungkin kau anaknya meski hubungan antara Ibu, Ayahmu dan dia rumit."

Aku mengiyakan itu, tentu saja hal ini karena aku adalah anak yang dilahirkan ibuku. Meski aku lahir di pulau cahaya, yang entah bagaimana di sertifikat kelahiranku tertera demikian, sedangkan aku sendiri tumbuh besar di wilayah gelap.

"Dan aku penasaran hal seperti ini kak Triste, setelah pergi ke dua kota beberapa hari ... Apa pekerjaan Ayah dan Ibumu?"

Aku terdiam. Kalau boleh jujur aku juga bingung mengatakannya.

"Ayahku penulis. Dan Ibuku ... Dia ibu rumah tangga."

"Ayahmu menghilang sejak dirimu berusia tiga tahun kan? Apakah, erm, kalian tidak kesulitan ekonomi? Pekerjaan sebagai penulis itu tidak menjanjikan di wilayah gelap, bukan? Di Wilayah cahaya pun juga tidak cukup menjanjikan."

Aku terdiam. Selama ini tidak pernah terpikir olehku bagaimana aku dan Ibuku hidup berkecukupan, mampu membeli bibit jamur mahal, memiliki rumah besar yang berbeda jauh seperti di kota Marroiak ini, dan memiliki gaun brokat putih yang tentunya mahal itu.

"A-aku tidak tahu."

~
1388 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro