.DuaPuluhTujuh

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rin memegang tanganku. "Aku mendengar apa yang dikatakan Bon di kereta."

Aku sedikit terhenyak. Namun, Rin sedikit meralat dengan mengayun ayunkan tangannya dan kembali memegang tanganku. "Tidak semuanya, kau tahu sendiri kan kak Triste kalau aku terlanjur tertidur itu seperti apa? Hooaa, aku mulai mengantuk." Dia melepas tangannya dan menutup mulutnya yang terbuka.

"Kupikir-pikir itu benar. Dia sangat lunak dalam segala hal padamu," katanya melanjutkan.

Aku terdiam, tidak tahu mau menjawab apa lagi. Kuajak Rin untuk segera tidur. Kami pun tidur di ruang tamu. Meski ini adalah rumah yang resmi sudah ditinggalkan oleh penghuninya. Karena belum sempat kami bersihkan lagi, akan lebih baik bila kami tidur di ruang tamu terlebih dahulu. Ada dua sofa panjang yang bisa kami gunakan masing-masing. Kemudian, esok harinya. Jam tangan Rin berbunyi dan itu pukul 7 pagi di pulau cahaya. Eguzkiavile telah terbit setengah jam yang lalu.

Aku mengecek lemari makanan dan menemukan beberapa makanan yang sengaja ditinggalkan. Aku tahu itu pasti Merlein dan Kinara yang sengaja meninggalkannya untuk kami. Ada pesan singkat di sana untuk menyuruh kami menghangatkannya terlebih dahulu dan membuangnya saat menjelang siang apabila sisa. Itu bukan sup, sejenis makanan kukusan.

Kusuruh Rin untuk mandi selagi aku menghangatkan makanan untuk sarapan. Tas dan perlengkapan kami benar-benar tertinggal di Zet. Aku ingin marah dan menyalahkan Bon karena ia kemari hanya membawa tas kecil kami. Sedangkan ia tahu sendiri bahwa tas ransel lah yang berisi persediaan kami. Namun, sebenarnya kedua jenis tas itu sama-sama penting. Tidak seperti dirinya yang hanya membawa satu tas ransel. Walau kalau dipikir-pikir ia akan kesulitan membawa semuanya meski kakinya mendadak bisa tumbuh seperti itu.

"Kak Triste. Tidak adakah air hangat?" Rin melongokkan kepalanya dari kamar mandi yang letaknya sangat dekat dengan dapur ini. Aku melupakan Rin yang benar-benar tidak tahan air dingin wilayah gelap. Jadi aku segera merebus air untuknya dan dia keluar lagi dari kamar mandi mendekati kompor untuk menghangatkan diri.

"Di sini tidak ada penghangat lantai dan tungku api ya. Jujur ke mana-mana dingin. Aku tidak tahu bagaimana semalam aku bisa tahan."

Aku menyetujui pernyataanya, dan kuingat-ingat lagi. Sepertinya itu karena semalam kami mengonsumsi sup yang ditambahi ekstra penghangat tubuh. Kinara seorang dokter pasti demikian.

Rin juga setuju dengan pernyataanku.

Setelah itu Rin mandi dan makanan kukus untuknya sudah siap. Usai dirinya mandi, kini berganti aku yang mandi dengan air dingin dan menggigil. Aku lupa ini kota Marroiak yang lebih dingin dari Gris dan efek sup mungkin telah habis. Kami baru terasa hangat lagi ketika kami usai sarapan. Dugaan kami benar.

Setelah itu kami mulai mengeksekusi rencana kami. Aku pergi ke pasar memesan buah biru sembari mengawasi siapa tahu aku diawasi dan Rin mulai menggeledah seluruh bagian rumah tinggal kami sementara. Selain memesan atas nama Rin, aku juga membeli perlengkapan makanan untuk memasak. Namun, berbeda dengan di Griss. Kota ini memiliki pasar yang cukup kecil dan tidak lengkap. Jadi aku membeli seadanya.

Ketika aku pulang, kudapati Rin menunjukkanku sesuatu. Sesuatu yang menempel di sofa ini, dan memiliki kamera serta perekam. Ini menakutkan.

"Lumine atau Velothia?" tanyaku.

"Lebih ke arah Velothia." Rin mengatakannya sembari menghancurkan kamera tersebut.
"Rakitannya terlalu rapi. Sudah terbiasa. Lumine jarang membuat hal seperti ini."

Aku menyetujuinya. Ini terlalu kecil dan rapi sampai Merlein dan Kinara tidak pernah menyadarinya sebelumnya. Namun yang membuatku heran bila ia mengetahui Merlein dan Kinara di sini sudah sejak lama mengapa ia tidak melakukan apapun?

"Menurutku lebih ke arah Velothia yang telah merencanakannya. Aku tidak tahu itu apa."

Perkataan Rin benar. Aku juga tidak tahu apa itu. Dan ini mengerikan.

"Jadi bagaimana?"Rin menanyakan aku yang usai dari pasar.

Aku memberitahunya kalau buah biru baru akan tersedia dalam 3 hari lagi dan memesan dua buah karena aku pikir aku ingin menyimpan satu untuk kuuji coba. Sedangkan satunya untuk jaga-jaga membutuhkannya. Rin sedikit memarahiku karena aku terlihat seperti membuang-buangkan uang karena buah Biru ini termasuk mahal. Tentunya aku menolak dimarahi karena aku sudah menghitung dana yang bercukupan untuk kami semua. Begini begini selain bertanggung jawab menyimpan surat berharga yang selalu menempel di tubuhku tiap hari, aku juga mengatur belanja di rumah.

Keesokannya, seseorang mengagetkan kami. Bukan pengantar paket berisi buah biru melainkan seseorang yang bocah cilik itu duga kemarin. Velothia kemari.

"Kalian memesan buah biru?" Nadanya sangat aneh ketika aku membuka pintu dan disambut olehnya yang berdiri menyilangkan dada. Seperti tidak menyembunyikan diri telah menguntit Kinara dan Merlein ataupun juga kami yang ketahuan dari alatnya. Ia melangkah masuk.

Aku ingin mengusirnya pergi tetapi Rin menahanku dan mempersilakan Velothia masuk dan duduk di sofa. Masih ada alat pengintai Velothia di sana yang dipelajari Rin meski telah rusak. Ia penasaran bagaimana teknologi bumi masih bisa ditiru di sini katanya.

"Oh." Begitu katanya ketika melihat alat itu di meja.

Aku sedikit tidak bisa basa basi. Jadi kutanyai ia mengenai tujuannya kemari.

"Aku peduli pada kalian, jangan kalian gunakan untuk ujicoba apapun. Aku peringatkan itu, Dear," katanya yang kemudian mengangkat 1 kakinya dan menyadarkan badan di sofa. Aku gemetaran menahan amarah dan memutuskan untuk pergi ke dapur entah melakukan apa--meninggalkan Rin yang sepertinya ingin menanyai Velothia. Meski melakukan sesuatu, pikiranku berkelana dan ucapan Rin beberapa hari yang lalu menggema di kepalaku.

Ketika aku kembali membawa segelas air hangat, Velothia sudah pergi dan kini bersisa Rin yang terdiam. Kuberikan jatah air minum hangat untuknya dan jatah air minum hangat yang seharusnya untuk Velothia kuminum. Kutanyai Rin yang tengah termenung. Ia seperti ingin menangis tetapi tidak bisa. Aku tentunya tidak bisa tinggal diam dan langsung memeluknya. Aku tidak ingin kejadian adikku yang diperalat oleh Velothia terulang. 

"Apa yang ia katakan?"

Rin masih terdiam ketika kutanyai. Kupaksa ia memegang air hangat di tangan dan barulah ia meresponku.

"Tentang kedua orangtuaku. Mereka tewas karena buah biru ini. Versi pertama dari buah ini sangat memiliki tingkat kematian yang tinggi," katanya sembari tersedu. Hal ini kemudian membuatku bertanya mengenai apa yang akan ia lakukan.

"Aku akan meneliti lebih jelas buah ini. Aku tahu buah sintetik pengabul keinginan yang dapat menyesuaikan keinginan tubuh sehat itu tidak normal. Itu sangat mencurigakan."

Rin berdeduksi dengan sangat menahan amarahnya. Namun, entah kenapa aku mempertanyakan sesuatu. "Kau tidak menyalahkan Velothia?" tanyaku.

Rin menggeleng. "Nyonya Velothia meski sedikit berbeda dari kebanyakan orang, ia menyayangi orang-orang dengan caranya sendiri. Aku melihat cahaya kelembutan itu."

Aku tidak mengerti dengan apa yang dimaksudnya, dan sedikit heran dengan apa yang Rin jelaskan mengenai perspektifnya. Bukankah sudah jelas kalau Velothia jahat? Ia membiarkan bawahannya tiada, mengeksekusi orangtuaku, dan membujuk Erlya berpatisipasi padahal dia di bawah umur.

"Aku tidak tahu apa yang kak Triste pikirkan, tetapi nyonya Velothia pernah menyelamatkan hidupku dan Lumine. Meski Lumine sendiri terkadang tidak mau mengakuinya." Rin meletakkan gelasnya yang sudah habis.

"Itu saat kami belum masuk istana. Bekerja serabutan di percetakan buku wilayah gelap yang menyesakkan. Dengan aku yang saat itu sakit parah dan membutuhkan uang." Mata Rin seperti menerawang meski ia menatapku dan terlihat akan menangis.

"Ya, dan itu sudah lama sekali. Tapi caranya menyayangi orang-orang terkadang sedikit salah. Kau tidak boleh terlalu memujanya, Rin."
Yang berkata barusan ini bukanlah aku, karena aku tidak bisa berkomentar apapun. Aku membenci Velothia setengah mati. Bagiku dia penghancur hidupku. Jadi aku tidak mungkin mengatakan kalimat yang sedikit mendukung perkataan Rin. Yang berkata demikian adalah. Tikus.

Tikus dengan suatu kalung bercahaya tentunya berdiri dua kaki di meja.

"Lumine?" tanyaku.

"Betul Triste. Jadi, bagaimana kabarmu? Rencana kalian berhasil membuatku harus muncul seperti ini akhirnya."

Aku sudah yakin ia pasti akan mengawasi kami. Lain tidak lain karena aku yakin ia masih memegang suatu kunci penting dan ditambah ada Rin keponakan tersayangnya padaku. Ia tidak akan melepas diri begitu saja.

"Ada yang ingin kubicarakan dengan kalian, tetapi sebelum itu tolong cek tiap pojok sofa kalian."

Aku segera melakukan apa yang Lumine perintahkan dan di tiap pojok aku menemukan batu bulat kecil.

"Nyonya Velothia memang sulit dikelabuhi. Kini ia pasti sudah tahu keberadaanku. Dan aku harus berhati-hati."

Lumine menyuruh kami menghacurkan batu-batu kecil yang terlihat tidak bisa dihancurkan itu. Nyatanya, batu-batu itu mudah sekali dihancurkan dan di dalamnya ada kabel mini yang tidak kukenali. Namun, aku tahu itu sudah pasti suatu alat canggih yang mahal dan hanya bisa diperoleh bahannya di wilayah cahaya.

"Nah, sekarang kalian bisa ikuti aku," katanya yang membuat tikus itu bergerak turun dari meja secara perlahan.

Kami mengikuti tikus itu tanpa lampu petromaks untuk pergi keluar rumah. Tidak lupa juga mengunci pintu rumah rapat setelah di luar. Meski sangat gelap, pendar cahaya di kalung tikus dan beberapa lampu jalan yang remang masih bisa menuntun kami berdua mengikuti tikus itu.

Kami tiba di sebuah gang kecil yang sangat bau dan di sana tikus itu mendadak hilang.

1402 kata~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro