🌙 Sebelas

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ibu pernah berkata padaku, kalau ayah akan kembali. Ya, sekarang ayah telah kembali bu. Kembali sudah menjadi tulang dihadapanku.

Pakaiannya yang berdebu dan terdapat sayatan menganga serta noda darah yang kering membuatku sadar ayah meninggal karena serangan suatu makhluk.

Ayahku yang hilang lima belas tahun lalu kutemukan di sini setelah kematian ibu. Apa ini? Ini takdir yang kejam sekali. Lumine menepuk bahuku kemudian menempelkan kepalanya ke samping kepalaku seraya memelukku dari samping.

"Ini kejam sekali. Padahal aku selalu berharap setelah kematian Ibu dan pak Amaranth di hadapanku, Ayah kandungku kembali secara ajaib berlari dan memelukku," isakku.

Lumine kemudian mengusap rambutku dan menciumnya.

"Aku juga kehilangan orangtua saat kecil, mereka menyembunyikanku di lemari saat pemberontakan berlangsung. Mereka berusaha sekuat tenaga untuk melindungiku agar aku hidup. Semua orangtua itu ingin anaknya hidup dan menatap ke depan. Jadi lakukanlah."

Aku menatap Lumine. Sorot matanya sama terlukanya sepertiku. Aku membalas pelukannya dan menangis sesegukan. Saat kematian ibuku aku tidak menangis, hanya berteriak. Namun saat ini kumuntahkan semua perasaan itu. Perasaan yang membuatku sesak saat ini.

"Sembari menangis, kau mau mendengar ceritaku, Triste?"

Dalam pelukan Lumine dan tangisku ini, aku mengangguk perlahan. Aku sedang tidak ingin bersuara.

"Orangtuaku bersahabat dengan ketua pemberontak. Pemberontak itu ingin menggulingkan istana karena istana menyembunyikan sesuatu. Awalnya orangtuaku tidak tahu kalau sahabatnya itu adalah sang Ketua pemberontak. Hingga akhirnya orangtuaku tahu dan memutuskan tidak membantu sahabatnya itu lagi. Tiba-tiba anggota pemberontak itu menyerang orangtuaku. Mereka membinasakannya sendiri di depan mataku sendiri."

Aku menyadari kisah pahit Lumine. Hampir sama sepertiku.

"Aku diselamatkan oleh pamanku dan dibawa pergi jauh. Selama bertahun-tahun aku belajar dan berlatih. Aku bertekad untuk balas dendam.

"Sebelum itu aku harus mengetahui informasi. Karena saat aku kembali ke daerah tempat pemberontakan, pemberontakan sudah ditumpas.

"Aku sedikit merasa sia-sia tapi suatu ketika aku mendengar ada anggota pemberontak yang masih hidup. Kuputuskan untuk masuk istana, agar aku mengetahui segala hal terkait pemberontakan dari akar hingga sisa-sisa mereka. Aku akan menumpas yang tersisa itu."

Kuseka air mataku. Aku melepaskan pelukan, ada yang membuatku penasaran.

"Kepala pengawal sebelumnya-lah yang tersisa, ia dianggap tidak bersalah saat pemberontakan. Aku berniat membalaskan dendamku, walaupun saat aku hampir memasuki istana ia dikabarkan wafat saat perang. Hingga aku menyadari ada seorang anak yang pernah kutemui saat aku kecil. Bayi yang digendong isteri ketua pemberontak. Mata Hazel itu langka bukan?"

Aku mengerti siapa yang dimaksud Lumine. Kini aku juga mengerti alasannya mengapa Lumine sangat tidak menyukai Bon. Kusudahi acara rasa penasaran dan sedihku. Rasanya aneh jika aku hanya menangisi diriku sendiri sedangkan ada yang nasibnya sama-sama sepertiku.

"Mari kita segera selesaikan labirin ini. Agar ayahmu segera mendapat pemakaman yang layak," ujar Lumine menguatkanku.

"Apakah ayah angkat dan ibuku yang dianggap pemberontak juga dimakamkan? Apa kau tahu di mana mereka?"

Lumine menggeleng dengan perlahan mencoba agar aku tidak kaget walaupun tetap saja itu membuatku kaget.

Pemerintah masih memiliki rasa kemanusiaan, bukan? Bagaimana itu mungkin?

"Setibamu di istana, kau tidak memakan daging atau apa pun itu di hari pertamamu bukan?"

Aku menggeleng cepat, aku masih tahu tata krama orang berkabung.

"Dia mulai seperti ini saat peristiwa pemberontakan orangtua Bon. Dia memakan daging pemberontak sebagai upayanya balas dendam pada ketidak adilan."

Kali ini Lumine sangat jelas menunjukkan kalau Bon adalah si mata hazel yang langka. Walaupun fokusku pada ucapannya bukanlah itu.

Dia yang dimaksud dalam memakan daging pemberontak apakah masih waras? Siapa dia sehingga bisa seenaknya mendekati para pemberontak. Warga yang menyaksikan kematian kedua orangtuaku dihukum pun tak berani mendekat--takut bernasib sama.

"Sudahlah, kau akan tahu bila saatnya tiba. Sekarang ayo kita pergi ke yang lain. Kita tak perlu melewati jalan di sini. Ayahmu sepertinya sudah menjelajahi area ini, terlihat tidak aman dan tidak terlihat akan menuju pada tujuan kita."

Aku tidak terima Lumine seenaknya tidak melanjutkan perkataan dan mengganti topik setelah mampu membuatku penasaran sekaligus marah pada siapa yang tega-teganya memakan manusia. Apakah dia masih waras?

"Lumine! Kau harus menjawabnya!" bentakku padanya yang berupaya menarik tanganku meninggalkan area ini.

"Kau sudah melihatnya. Apakah kau tidak sadar?"

Ucapannya membuatku terdiam. Siapa yang dia maksud?

*

"Kalian cukup lama di balik pintu itu," ujar Orleya yang sekarang sedang tiduran di atas tumpukan perhiasan.

Aku dan Lumine sudah kembali di ruangan berkilau ini. Helena dan Jelina sudah kembali bahkan mereka sedang beristirahat sembari memakan bekal.

"Jadi, bagaimana?" tanya Lumine pada semua.

"Jalan yang diobservasi si kembar terlihat menjanjikan menuju area selanjutnya, hanya saja di sana ada banyak sekali jebakan," tukas Orleya yang memainkan jarinya yang penuh dengan perhiasan emas.

"Tikus mata-mata kami berhasil melewati daerah jebakan tapi saat tiba di area selanjutnya baterainya habis. Sekilas di area selanjutnya adalah jembatan gantung tua," tukas Helena sambil menyuapkan sesuap nasi ransum pada mulut Jelina. Mereka benar-benar kompak dan saling menyayangi.

Aku hanya mengangguk, berarti kita bisa melewati daerah yang diobservasi si kembar. Jalan yang di lewati ayahku kata Lumine tidak aman dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan dekat dengan tujuan kita. Aku tahu ini labirin. Penuh dengan jalan bercabang dan jalan buntu. Kita bisa tahu itu jalan buntu atau bukan jika kita mencoba memasukinya tapi agak sulit jika kita mencoba setiap jalan tanpa mempertimbangkan konsekuensinya, mengingat ini labirin kejam.

Jalan yang dipilih Ayah terlihat tidak meyakinkan maka dari itu Lumine memilih untuk tidak merekomendasikannya.

Ah, tunggu. Jika Ayah bisa masuk ke dalam sini tapi tanpa menghancurkan pintu yang tersembunyi di dalam dinding-pintu yang menyelamatkan kami di area tikus besar-itu tidaklah mungkin. Itu artinya Ayah lewat jalan lain!

Aku melirik plakat sekali lagi. Mungkin maksud dari plakat itu adalah ini! Itu artinya, mungkin masih ada orang lain yang memasuki labirin ini, entah mati atau hidup.

"Lumine, kau orang istana yang hampir mengetahui banyak informasi istana bukan? Apakah kau tahu kalau labirin ini punya banyak jalan masuk?"

Lumine menggeleng, ia kemudian duduk di lantai marmer ini seraya mengeluarkan bekal ransum dari tas ransel yang ia bawa di punggung dari tadi. Ya benar, sudah waktunya kami untuk memakan bekal. Kuhampiri Erlya dan duduk bersila di sampingnya yang tengah mengambil sesuatu dari tas yang dibawanya. Ia tahu waktunya untuk makan.

Ia mengeluarkan kotak makan- bukan ransum seperti yang lain-dan memberikannya kepadaku. Di dalam kotak itu ada nasi dan telur dadar yang memiliki isian kecil warna-warni.

"Kita harus makan protein seperti ransum buatan istana, tapi kita sedang berkabung. Jadi, aku membuatkan ini di dapur istana saat kau berlatih di kamp pelatihan tadi."

Aku terharu dengan Erlya. Ia mengerti semuanya tanpa harus kukatakan. Bahkan aku yang saat ini harus berkabung karena kematian ketiga orang yang kucintai. Kuelus rambut hitamnya dan mengucapkan terimakasih.

Aku menyendok telur dadar dan nasi ke mulutku. Rasa manis dan lembut nasi yang sepertinya karena terbuat dari nasi organik dan rasa telur yang segar serta beberapa sayuran kecil di dalamnya beradu di mulutku. Gurih dan manis bersatu.

Segera kulahap sampai habis bekal itu. Kuintip Erlya, ia tengah tersenyum memandangku. Di pangkuannya juga ada bekal, isinya juga sama sepertiku tetapi aku heran mengapa ia tidak memakan lahap makanan mahal yang berhasil ia buat ini? Telur adalah hal mahal di daerah gelap.

"Erlya, kau baik-baik saja?"

Kutatap raut mukanya, perlahan senyumnya saat menatapku memudar. Ia mengangguk kemudian menyentuh punggung tanganku. Ia mendekatkan diri padaku.

"Jika kita lewat dari 12 jam dan tidak berhasil mencapai laboratorium. Apa yang akan terjadi pada kita?"

Aku paham apa yang ia pikirkan. Sempat terbesit memang di pikiranku apa yang akan terjadi pada tim ini. Ayah tiri dan ibuku saja dipenggal karena tidak pergi ke istana.

"Kita akan dikeluarkan dari sini bagaimanapun itu, tapi...."

Aku memberi jeda sebelum aku sanggup mengungkapkan kemungkinan yang terpikirkan di otakku.

"Mungkin kita dihukum dan mati."

Sedikit menyayat hati tapi kemungkinan besar memang itulah yang akan terjadi pada kami. Bagi istana kita memang hanyalah alat untuk mengambil sesuatu. Jika kita tidak berguna dan berhasil tak pelak kita bisa saja dibuang atau dibinasakan saja sekalian karena bisa saja membawa dampak buruk.

Kugenggam tangan Erlya. "Kita akan berhasil, memperoleh hadiah dan pulang ke rumah kita. Aku khawatir jamur mahal yang baru saja kita beli minggu lalu, mati karena tidak disiram."

Erlya tersenyum dan mengangguk. Aku mengalihkan tanganku kemudian mengelus rambutnya lagi. Kita akan berhasil, itu pasti. Kita akan hidup dan kembali ke rumah kecil kita.

A/N
1355 kata
Saya tidak akan ngomong apa-apa.

/merasa kudu nangis di pojokan/

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro